Senyum Tsoa merekah saat merasakan hawa dingin mulai menyentuh permukaan kulitnya. Semakin dekat dengan jalan keluar membuat jantungnya memompa dengan cepat. Tak ada lagi kesabaran, dengan sekali tendang triplek itu roboh meninggalkan suara bising yang mengundang.
Sebelum anak buah Takaoka menangkapnya, Tsoa berlari sekuat tenaga. Rasa sakit dia rendam dengan emosi yang membara. Mata yang berbinar kini menggelap menyisakan pilu. Dingin yang menusuk membuat pandangannya semakin berkunang-kunang. Napas yang memburu mengingatkannya bahwa dia sedang menjadi mangsa.
Cahaya kuning yang mengarah kepadanya membuat Tsoa merasa goyah. Tak sempat menghantam tubuhnya, benda itu berhenti tepat beberapa senti di hadapan Tsoa. Seseorang laki-laki keluar dari dalam mobil dan mendekati tubuh Tsoa yang sudah meringsuk di atas aspal.
"Nona, apakah anda baik-baik saja?" Pertanyaan itu membuat Tsoa spontan menggeleng dengan cepat. Sembari memperhatikan sekitar, laki-laki itu membawa tubuh Tsoa masuk ke dalam mobilnya.
"Saya seorang polisi, apakah ada yang menyakiti Nona?" tanya laki-laki di belakang setir pengemudi. Tsoa mengangguk, dengan tubuh yang lemah dia menceritakan segalanya, tetapi hanya kenangan milik Tsoa. Tak mungkin dia menceritakan hal-hal diluar akal logika manusia. Apa lagi menceritakan sosok Yuko yang tak lagi memiliki wujud nyata di dunia ini.
"Saya akan memanggil bantuan untuk segera mengeledahnya, tetapi sebelum itu saya harus mengantar Nona ke rumah sakit dahulu." Kalimat terakhir itu bagai nyanyian tidur untuk Tsoa. Hatinya begitu tenang membuatnya dapat menutup mata dengan damai. Disela-sela pejamnya, dia meratapi rasa sakit di sekujur tubuhnya. Namun, lebih sakit ketika mengingat bahwa ini adalah ulah kekasih terdahulunya, Kekasih yang paling ditunggunya, dan kekasih yang paling dicintainya.
***
Suara ujung kuas yang menyapu permukaan kanvas membuat hati pelukisnya merasa lebih damai. Musim salju memang belum berakhir, tetapi kisah memilukan yang terjadi padanya kini sudah hampir usai. Kini tinggal menyelesaikan sebuah lukisan besar dan mengubur kenangan miliknya ke dalam karya seni itu. Tak ada lagi perasaan yang menjanggal. Seakan terlahir kembali, kini Tsoa dapat menghirup udara duniawi dengan lebih legah.
"Berita terkini, Ketua Yakuza sudah berhasil dihukum mati oleh pe...." Suara yang keluar dari benda datar itu seketika terputus. Cahaya yang sebelumnya memantul kini menyisakan warna gelap. Tsoa tersenyum, bukan dia yang mematikan televisi itu. Namun, sosok perempuan yang kini menjadi pengisi ruang hatinya. Perempuan yang menjadi motivasinya untuk tetap bertahan dan juga perempuan yang ingin dia bahagiakan seumur hidupnya.
"Ibu, aku sudah tidak apa-apa," ucap Tsoa meyakinkan Sachi bahwa dirinya kini sudah menerima kenyataan. Tsoa sudah mengubur perasaan kecewa yang menyesakkan itu. Dia mengantinya dengan perasaan bersyukur. Bersyukur pada semesta yang begitu adil memberikannya kesempatan kedua untuk melihat hal yang belum dia lihat sebelum akhir kehidupannya sebagai Yuko.
"Kalau begitu mengapa kau masih menggambar sosok Takoka, dia bukan laki-laki yang pantas kau ingat." Mendengar ocehannya Tsoa melengkungan senyum. Dia memejamkan kedua matanya sembari menyenderkan kepalanya ke pundak Sachi. Tak lupa juga menghirup dalam-dalam aroma tubuh dari sosok sayap pelindungnya itu.
"Aku bukan ingin mengingatnya, tetapi aku menguburnya. Bagaimana pun Takaoka pernah menjadi orang yang berarti bagi Yuko." Suara lembut Tsoa memenuhi seisi ruang. Hembusan napasnya yang teratur ikut mewarnai keheningan.
Dengan lembut Sachi mengusap rambut coklat anaknya. Dalam diam mereka meresapi momen berharga ini. Tak lagi marah pada semesta, Tsoa kini ingin berteriak mengucapkan terima kasih kepada yang Agung itu atas keadilan yang diberikan padanya. Hidupnya kini lebih berwarna, hidup sebagai Tsoa tanpa ada bayang-bayang Yuko dan Takaoka, kekasihnya. Rasanya hal-hal yang sebelumnya masih menjanggal, kini menjadi lebih jelas.
Kegelapan memang tak pernah bisa bertahan lama. Mereka hanya menunggu waktu hingga cahaya mengubur kekelamannya.
***
"Baiklah pertanyaan pertama, ini merupakan pertanyaan yang banyak sekali diperbincangkan saat ini. Mengapa anda menggambarkan keajaiban di kota magome dengan lukisan sepasang kekasih?"
Mendengar pertanyaan itu Tsoa terdiam. Namun, beberapa detik kemudian dia tersenyum karena rentenan ingatan yang sebelumnya sudah dia kubur itu kembali terpanggil. Matanya menyoroti kamera para media dengan tajam. Tak ada ekspresi khusus yang mewakili isi hatinya. Tsoa masih sama seperti dahulu, gadis sejuta pesona dengan tatapan dinginnya.
"Kalau menurutmu kenapa?" jawab Tsoa dengan salah satu alis yang terangkat, mengambarkan sosok misterius di dalam dirinya yang tidak pernah bisa digali. Sesosok gadis yang lahir pada tahun 1989 di kota Magome, kota penuh keajaiban.
- TAMAT-
KAMU SEDANG MEMBACA
Keajaiban di Kota Magome [END]
Short StoryCat warna yang dipadukan sedemikian rupa di atas kanvas membentuk wajah sepasang kekasih. Tsoa pelukis terkenal dari kota Magome menghadiri suatu acara untuk menggali latar belakang lukisannya yang berjudul Keajaiban di Kota Magome. Namun, pertanyaa...