TB

1 0 0
                                    

Karina membuka pintu rumah dan melepas sepatunya, meletakan nya di tempat biasanya alas kaki. Dilihatnya suasana rumah yang sepi, Karina langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya.

Jam di dinding menunjukkan pukul empat sore, waktunya untuk pergi ke caffe. Karina menuruni anak tangga perlahan. Terlihat sosok wanita paru baya yang tengah memasukkan persediaan makanan ke dalam lemari pendingin dan lemari biasa. Sepertinya Ibu baru saja selesai berbelanja bulanan.

"Biar Karina bantu bu." ucap Karina, mengambil alih belanjaan ditangan Ibu.

Ibu tersenyum lalu mengangguk. Membiarkan Karina melakukan apa yang ingin dia lakukan. Setelah rampung, Karina membereskan semuanya. Karina tersenyum lalu pamit kepada sang Ibu.

"Kamu masih dicaffe?" tanya ibu. Terlihat gurat kesedihan disana.

Karina tersenyum, dan mengangguk."Masih bu. Karina berangkat dulu ya bu."

Ibu mengangguk lemah. Baru dua langkah Karina berjalan, ibu memanggil kembali Karina.

Karina menoleh

"Kenapa bu?"

Ibu berjalan menghampiri Karina, meraihnya ke dalam dekapannya, mengelus kepala belakangnya hingga punggung.

Karina bergeming di tempat. Mencoba untuk tidak terbawa suasana. Dia tau pasti saat ini ibu tengah menangis, tapi sebisa mungkin Karina harus terlihat kuat dan baik baik saja, meskipun itu perih.

"Maaf.." ucap ibu menatap Karina dalam, beralih mengelus pipi Karina.

Karina menggeleng, mengambil tangan ibu yang di pipinya lalu menggenggamnya erat. "Ibu nggak pernah salah apapaun. Jadi ibu nggak perlu minta maaf. Sebaliknya, disini Karina yang harusnya minta maaf sama ibu. Maafin Karina ya bu."

Air mata turun membasahi pipi ibu. Karina menguasapnya perlahan. Ibu balik menggenggam tangan Karina kuat, menunduk.

"Karina nggak apa apa kok bu, Karina baik baik aja. Udah ya. Kalo ibu gini, Karina nggak bisa pergi." ucap Karina membawa ibu ke dalam pelukannya.

"Jangan salahin diri ibu terus. Ibu nggak salah apa apa. Mungkin ini udah jalannya Karina. Tapi suatu saat nanti Karina yakin, pasti Ayah bakal sayang sama Karina. Dan nerima Karina disini, jadi udah ya. Ibu jangan sedih terus. Nanti kalo Mas Roy liat gimana?"

Ibu melepaskan pelukannya, menyentuh kedua pipi Karina dengan lembut. "Kamu memang anak yang terbaik nak. Semoga Allah mendengar semua doa mu, dan meluluhkan hati ayahmu. Maafin ibumu ini nak."

Karina mengangguk."Amin. Ibu doain Karina juga ya, bantu Karina."

Ibu mengangguk. "Pasti. Kamu anak yang baik, sangat baik. Ibu sayang sama kamu Karina. Ibu bangga karna kamu tumbuh dirahim ibu. Ibu bahagia memilik mu Karina."

Karina tersenyum. "Karina juga bangga dan bahagia bisa jadi bagian dari ibu, dan ayah pastinya."

Meskipun ayah tidak.

Ibu mengangguk lalu mengijinkan Karina untuk pergi ke caffe. Selama ini Karina diam diam bekerja sebagai penyanyi caffe, untuk membayar biaya kuliahnya sendiri.

Karina melakukan hal itu, bukan karna tanpa alasan. Meskipun keluarganya adalah keluarga yang mampu. Tapi Ayahnya, yang begitu terlihat tak menyukainya sejak kecil, memang tidak memberikannya fasilitas, seperti layaknya seorang ayah pada anaknya, termasuk dengan tanggung jawab untuk membiayai dirinya.

Sejak kecil Karina sudah terbiasa mencari uang sendiri. Untuk sekolahnya, tanpa diketahui oleh Mas Roy. Tapi karina juga dibantu oleh ibu. Ibu diam diam memberikan uang untuk biaya sekolah Karina tanpa sepengetahuan Ayah. Sampai pada akhir sekolah menengah atas, dan Karina berniat melanjutkan nya. Dan meminta bantuan Ayah. Ayah tetap menolaknya, sampai dimana Mas Roy tau dan terjadilah pertengkaran yang seharusnya tidak terjadi.

Mas Roy mengancam tidak akan mau melanjutkan bisnis keluarga kalau Ayah masih tidak berlaku adil pada Karina dan membuat Karina selalu tersakiti. Sampai dimana Ayah mau mengikuti permintaan Mas Roy. Dengan memberikan fasilitas yang seharusnya, tapi juga dengan balasan, Mas Roy harus bisa membuat perusahaan Ayah berkembang lebih baik lagi sampai ke kancah internasional.

Dan ketika mas Roy menyanggupi, dan turun tangan langsung dalam perusahaan Ayah. Ayah mulai memberikan fasilitas yang dia janjikan, tapi pada akhirnya itu hanya berjalan setengah, dan fasilitas itu kembali ditarik tanpa sepengetahuan Mas Roy, hingga saat ini. Karina harus kembali membiayai semuanya sendiri.

Karina bisa saja mengatakan hal ini pada Mas Roy, tapi dia lebih memilih diam, dan menerima apa yang terjadi. Karina tidak mau membuat keluarga ini kembali bertengkar hanya karna dirinya. Itulah sebab kenapa Karina harus bekerja sebagai penyanyi caffe. Karna hanya pekerjaan itu, yang tidak membutuhkan waktu lama dan tidak mencurigakan untuk mas Roy. Di tambah gaji yang ditawarkan lebih dari cukup untuk nya.

Setibanya Karina dicaffe, Karina bergegas masuk ke ruangan biasanya dia siap siap, setelahnya dia baru bergabung dengan yang lainnya, yang tengah melakukan cekson lebih dulu.
:
:

Tepat pukul sembilan malam, semua lagu sudah rampung Karina nyanyikan, kini berganti dengan penyanyi yang lainnya. Karina langsung kembali ke ruangan untuk mengambil barang barangnya, setelah itu baru dia akan pamit untuk pulang.

Karina berjalan keluar setelah pamit dengan meneger caffe, saat Karina hampir mendekati pintu tiba tiba dari arah pintu, masuk seseorang yang sangat familiar untuk nya. Mas Roy bersama seseorang berjalan masuk ke dalam, Karina sontak gelalapan, bagaimana jika Mas Roy melihat nya. Semuanya akan berakhir buruk pastinya.

Karina bingung harus bagaimana, kalaupun dia balik badan dan pergi, Mas Roy pasti masih bisa mengenalinya meski dari arah belakang, tapi jika tidak. Apa yang harus dia lakukan. Mas Roy pasti tau nya Karina ada dirumah bukannya diluar seperti sekarang ini.

Langkahnya semakin mendekat, begitupun dengan detak jantung Karina yang mendadak cepat, Karina menahan nafasnya saat Mas Roy menoleh ke arahnya. Refleks Karina memejamkan matanya dan menunduk.

Beberapa saat berlalu, tapi tidak ada suara apapun, seperti Mas Roy yang terkejut lalu memanggilnya, atau Mas Roy hanya terkejut dan diam di tempat?

Tapi Karina merasakan sesuatu yang aneh didepannya, perlahan Karina membuka matanya, dan betapa terkejut nya saat mendapati tubuh seseorang menghalagi tubuhnya.

Karina mendongak dan mendapati sosok pria yang sama, dengan pria yang sudah menguji kesabaran pagi tadi. Kedua bola mata nya membulat sempurna. Melihatnya tersenyum lebar.

Senyuman yang entah mengapa membuat Karina merasa jengkel setengah mati jika melihat nya.

Teman Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang