ES KRIM

1.2K 153 16
                                    

“Cinta itu gak bisa di hitung, kalau pun bisa, itu bukan cinta tapi matematika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cinta itu gak bisa di hitung, kalau pun bisa, itu bukan cinta tapi matematika.(〜^∇^)〜

***

Di atas ranjang rumah sakit, seorang gadis dengan rambut panjang sibuk memberontak sembari menangis. Darah di tangannya nampak bercucuran deras karna selang infus yang terlepas dengan paksa dari tangannya.

"Hikss..Asya bukan pembunuh..."

"Aaaaa, banyak darah hahaha banyak darahnya hikss. Hahah darahnya banyakkk hiskkss," Lia, gadis itu bersikap seperti ini saat ia bangun dari tidurnya.

Tertawa dan menangis di saat yang bersamaan, rambut panjang nya kini kian sudah acak acakan dan darah yang sudah mengering juga berada di pelipis nya.

Seluruh perawat dan dokter sudah mencoba untuk menenang kan nya, namun nihil tenaga gadis ini begitu kuat untuk mereka.

"Lia bukan pembunuh kan? Hahahah ya bukan lah! Tapi di tangan Lia banyak darahnya" gadis itu berbicara pada dirinya membuat para perawat bergedik ngeri.

"Yey, Lia pembunuh hahaha. Bukan hikss Lia gak bunuh kok. Pembunuh hahaha,"

Brak..

Pintu ruangan itu terbuka dengan kasar, menampilkan sosok pria yang sudah di banjiri keringat di wajah dan tubuhnya.

Dia Bara, setelah mendengar bahwa gadisnya itu menangis ia segera melesat pergi rumah sakit secepatnya.

Bara berjalan menghampiri Lia yang sibuk berteriak dan menangis di atas ranjang biru langit itu. Darah yang sebagian masi mengental dan ada pula yang sudah mengering membuat hati Bara sakit seketika.

"Stop!!," teriakan Lia membuat Bara menghentikan langkahnya.

"Asya," panggil Bara lembut.

"Hahah Asya? Asya udah mati hahaha," tangisan Lia yang terdengar menyakitkan kini berubah menjadi tawa remeh.

"Asya udah jadi pembunuh Bara Arsela hahah," Bara yang mendengar kalimat itu spontan memeluk erat tubuh Lia yang terasa dingin di kulitnya. Lia yang di peluk Bara meronta ronta minta lepas.

"Lepasiiin, Asya lo itu udah MATI!!."

Bara mempererat pelukannya "Sttt, cuma mimpi sayang. Cuma mimpi," bisik Bara sembari mengelus punggung Lia yang di balut baju biru rumah sakit. Elusan itu berhasil membuat Lia berhenti memberontak dalam pelukan Bara.

"Hikss, A..asya bukan pem..pembunuh kan." Bara menggelengkan kepalanya.

"Gak Asya. Yang tadi cuma mimpi,"

"Ta..tapi tadi di tangan Asya banyak darahnya. Terus ada yang mati hahah. Asya takut Bara," ujar Lia yang masi menangis dalam dekapan Bara.

"Ta..tadi ada ke-"

Bego amat!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang