Suasana SMA Bina Karya cukup ramai meskipun sedang libur sekolah seperti sekarang ini. Beberapa makhluk terlihat bulak-balik memasuki beberapa ruangan kelas. Mereka bukan siswa, mereka tidak memakai seragam, bukan juga guru, karena usianya yang masih tergolong muda untuk seorang guru. Mereka adalah para alumni SMA Bina Karya yang sedang sibuk menyiapkan segala persiapan untuk acara reuni akbar di sekolah mereka tercinta ini.
Dari salah satu ruangan, muncul seorang gadis cantik berusia 21 tahun. Gadis berambut ekor kuda yang mengenakan atasan kaos dan celana jeans itu tampak merenggangkan otot-ototnya yang pegal. Matanya melirik kesana kemari seakan mencari sesuatu.
"Mau kemana sih Fy?" Gadis lain yang mengenakan baju terusan selutut ikut keluar dari kelas dan menghampiri gadis tadi.
"Mau cari minum Ren, haus. Mau ikut?" Tawarnya.
Gadis yang dipanggil Ren itu menggeleng dengan raut wajah menyesal. "Gue didalem aja yah, ga enak sama anak-anak belum beres. Lo sendirian gapapa kan?"
Gadis rambut ekor kuda itu mengangguk. Ia mengerti temannya itu masih memiliki banyak kerjaan didalam sana.
Setelah pamit sebentar, Ify -si gadis rambut ekor kuda- melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. ia berniat membeli minum di warung depan sekolahnya. Libur begini mana mungkin kantin sekolahnya buka kan?
"Bu, teh botol dinginnya satu ya" seru gadis itu pada ibu penjual minuman.
Si ibu penjual minuman yang sedang membereskan barang dagangannya itu tampak mengerutkan keningnya, seperti sedang mengingat sesuatu. "Neng Ify kan ya?"
Ify mengangguk, ia tersenyum hangat menyadari ibu penjual minuman ini masih ingat padanya, padahal sudah 4tahun berlalu.
"Iya bu. Ibu sehat?"
"Ya Allah si neng makin cantik aja, alhamdulillah ibu sehat. Udah lama bener ga kesini, kok tumben ada disini?"
Ify tersenyum kecil mendengar celotehan ibu penjual minuman tadi. "Alhamdulillah makasih bu, iya nih baru ada waktu kesini. Pas kebetulan ikut ngebantu buat acara reuni akbar lusa bu" jelasnya.
Si ibu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti sambil mengambil uang yang sejak tadi disodorkan Ify. "Itu si Rio dulu sering kesini, tiap ibu tanya neng Ifynya kemana, jawabannya mesem-mesem doang"
Ify tersenyum samar mendengar nama orang yang disebut ibu itu. Dengan cepat ia mengambil uang kembaliannya dan pamit. "Heheh, yaudah saya duluan yah bu ga enak takut ditunggu yang lain"
Sejujurnya Ify sendiri masih malas kembali ke dalam. Kalau bukan karena paksaan teman sebangkunya semasa SMA dulu si Rena itu mana mau dia repot-repot ikut jadi panitia reuni macam begini. Oh tunggu, bukan panitia. Ia sendiri tak suka disebut begitu. Ia hanya sekedar membantu disini. Membantu Rena yang sok-sokan mau ikut andil dalam kepanitiaan tapi nyatanya ia keteteran sendiri. Yah, gadis itu memang tak pernah berubah.
Pamitannya pada si ibu penjual minuman tadi juga sebenarnya hanya alibi. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat waktu mendengar ada nama lain yang disebutkan selain namanya sendiri. Rio. Seseorang di masa lalunya.
Ify melangkahkan kakinya berjalan memutar dari kelas yang digunakan para panitia berkumpul. Berkeliling sebentar tak apalah ya, siapa tau ia menemukan sesuatu yang menarik. Atau mungkin siapa tau ia bisa mengumpulkan puing-puing kenangan SMAnya yang tertinggal selama ini.
Bangunan SMA Bina Karya sudah banyak berubah. Jelas saja, 4tahun sudah ia meninggalkan sekolahnya ini. Membawa nama almamaternya ke perguruan tinggi dan akhirnya menjadi seorang karyawan swasta seperti sekarang ini. Kantor guru yang dulu selalu dijadikannya tempat "ngadem" bersama Rena, kini berubah lebih luas, kelas-kelasnya pun bertambah lebih banyak dan lebih bagus. Padahal dulu ia ingat, kalau hujan datang, kelasnya pasti jadi korban kebocoran. Tiap kali hujan, anak-anak kelasnya sibuk menarik bangku sana-sini mencari tempat teraman untuk belajar, belum lagi harus pel sana-sini untuk menghilangkan genangan air yang bikin kotor. Belum lagi ditambah ribut dengan anak cowok yang suka seenaknya lewat padahal sedang di pel. Ify selalu tertawa jika mengingat itu. Membuatnya merindukan bocah-bocah tengil itu yang mungkin sekarang sudah berubah jadi orang dewasa. Sayang, kebersamaan mereka selama 3tahun itu harus ternodai masalah yang membuatnya mau tak mau menarik diri dari kenangan SMAnya.
Kenangan SMA Ify bukan hal yang indah. Yah meskipun tak dipungkiri, begitu banyak hal indah yang tercipta disini, soal teman-temannya, soal cintanya, juga soal Rio. Sayang, semua itu harus hilang begitu saja, saat masalah itu menimpanya. Masalah sepele sebenarnya, hanya saja otak anak SMA yang masih labil dan penuh emosi yang membuat masalah ini tampak besar di mata nya dulu. Masalah yang membuatnya lagi-lagi mau tak mau harus menarik diri dari teman-temannya, agar mereka tetap ada di zona "aman dan nyaman"nya saat itu. Membiarkan dirinya menghadapi semuanya sendiri, mengalah pada keadaan agar semuanya terlihat normal baginya.
Karena itu selama 4tahun ini dirinya lebih memilih menarik diri dari hal yang ada sangkut pautnya dengan SMAnya. Katakanlah dia pengecut. Tapi memang itu kenyataanya, sejauh ini ia masih terus mengalah. Mengalah dan bersembunyi di balik sang waktu. Berharap sang waktu mau mengembalikan semua nya seperti dulu saat semua masih baik-baik saja.
Sekarang ia disini, berdiri di koridor sekolahnya karena paksaan Rena yang terus menterornya hampir setiap hari. Tapi alasan utamanya bukan itu, ia harus kembali. Kembali kesini untuk memeriksa sejauh mana sang waktu berhasil menghapus semua itu.