"Gue ga ngerti salah gue apa dan dimana Ren, dia nuduh gue selingkuh. padahal lo tau sendiri kan kemaren gue sakit. Dari mana selingkuhnya coba?" Ify bertanya pada Rena. Air mata yang sejak tadi ditahannya, turun begitu saja. Membasahi kedua pipinya.
"Si Rio nuduh lo selingkuh? Kok bisa sih? Kemaren kan lo sakit, surat ijin dari dokternya juga gue yang terima kok. Sembarangan banget tuh anak"
Ify menggeleng tak mengerti. Ia kecewa pada Rio, sungguh kecewa. Laki-lakinya itu lebih memilih percaya teman-temannya dibanding pacarnya sendiri. Bahkan Ify yakin, teman-temannya itu tidak mengenal Ify. Dia siapa sih? Populer juga engga, yang tau ya paling temen-temen sekelasnya saja.
"Sabar yah Fy, gue juga ga ngerti lo sama Rio lagi kenapa. Tapi untuk sekarang lo jangan pikirin itu dulu yah, kasian sama badan lo tuh. Muka lo udah pucet banget daritadi" ujar Rena sambil mengelus pelan pundak Ify, mencoba meredakan tangis Ify yang masih saja mengalir. Matanya menatap iba teman sebangkunya ini. Padahal beberapa minggu yang lalu hubungan Rio dan Ify baik-baik saja. Bahkan, sebelum Ify sakit pun Rio masih bersikap sewajarnya. Jadi sebenarnya apa yang merubah laki-laki itu?
***
"Fy, kamu sakit? Muka kamu pucet banget gitu" pertanyaan Ikbal, salah seorang teman sekelasnya membuat hati Ify mencelos. Lihat, temannya saja sadar kalau Ify sedang sakit, masa Rio yang berstatus sebagai pacarnya itu tidak?
"Gapapa kok Bal, paling pulang juga sembuh" balas Ify pelan. Ia tersenyum samar.
"Yakin kamu gapapa?"
Ify mengangguk ragu, sebenarnya ia sendiri tidak yakin dengan kata "gapapa" yang diucapkannya. Sakit kepala masih terus menyiksanya, belum lagi suhu badannya yang terasa meningkat sejak istirahat tadi, ditambah kesalahpahamannya dengan Rio yang sukses membuatnya kecewa. Itu yang dia bilang "gapapa"?
Kriiinnnggg ....
Bel sekolah tanda waktu pulang telah berbunyi. Ify menghela nafasnya lega, ia ingin segera pulang. Menghempaskan tubuhnya di kasur, menghilangkan penatnya dan menumpahkan segala rasa kesal dan kecewanya atas apa yang terjadi hari ini.
"Pulangnya mau bareng ga Fy? Takut kamu di jalan kenapa-kenapa" saran Ikbal, dia sendiri sebenarnya cukup khawatir dengan keadaan Ify. Apalagi ia tahu sejak tadi hubungan Rio dan Ify bermasalah.
Bersamaan dengan saran yang Ikbal luncurkan, mata Ify menatap sosok Rio memasuki kelas. Kali ini laki-lakinya itu menatap kearahnya. Tapi tak lama, memalingkan wajahnya lagi begitu menyadari ada Ikbal disamping Ify.
"Udah Fy, lo pulang bareng Ikbal aja. Gue takut lo kenapa-napa nantinya. Kalau lo tiba-tiba pingsan dijalan kan repot. Pacar lo sih mana mau peduli" seru Rena sambil melirik sinis kearah Rio. Dia sendiri sengaja mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Rio.
Ify menyikut pelan lengan Rena, menyuruhnya diam. Ia tak mau ribut lagi dengan Rio. Ia hanya ingin pulang.
"Gue pulang sendiri aja, masih kuat kok tenang aja" tolaknya halus.
"Yaudah kalau gitu gue anter lo sampe gerbang sekolah aja yah" sekali lagi Ikbal memberi penawaran. Dan dibalas Ify dengan anggukan sambil berterimakasih.
Brukkk .. Suara meja yang ditabrak Rio terdengar keras. Sempat dia mendengar laki-lakinya itu mengumpat kesal dan meliriknya. Kemudian pergi begitu saja.
"Apa-apaan sih si Rio. Rusuh banget jadi orang, marah-marah aja kerjaannya, dasar labil"
Ify menghela nafasnya mendengar gerutuan Rena. Diambil tas gendongnya dan kemudian diajak temannya itu pulang.
***
From : Rio
Kalau kamu jujur aku akan lebih mudah maafin kamu, akan lebih mudah terima ini semua. Kenapa sih kamu harus bohong?Ify memijat keningnya membaca pesan masuk dari Rio. Kenapa laki-laki ini masih saja membahas tentang "kebohongan" yang bahkan dia sendiri tidak melakukannya.
Send : Rio
Aku ga akan jujur karena nyatanya aku emg ga bohong sama kamu. Mau kamu paksa 100x pun jawabannya tetep sama, karena aku sama sekali ga pernah bohongin kamu. Skrg terserah kamu mau percaya aku/temen2 kamu yg ga jelas itu. Aku cape.Ify menonaktifkan handphonenya dengan sengaja. Ia lelah dan butuh istirahat. Ia butih menenangkan hatinya dari semua kesalahpahaman ini. Terserah Rio masih mau percaya padanya atau tidak. Ia tidak perduli lagi. Hubungan ini mulai terasa hambar baginya. Sejak kekecewaan siang tadi menyelimutinya, ia memilih untuk mencoba tidak perduli lagi pada Rio.
