Korban Perasaan

3.1K 161 29
                                    

Novel ini tersedia versi ebook dan cetak.

Novel ini tersedia versi ebook dan cetak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















Menjalani hari-hari sebagai seorang istri memang sedikit berat. Terutama untuk ukuran seorang wanita yang segala sesuatunya selalu dilayani orang lain. Hal itulah yang dirasakan oleh Mentari. Diusianya yang masih sangat belia, dia sudah menjadi ibu rumah tangga. Mempelajari banyak hal yang dia sama sekali belum pernah melakukannya. Mulai dari bangun pagi untuk menyiapkan sarapan hingga menyiapkan pakain kerja untuk Alvian semuanya dia lakukan dengan usaha yang keras.

Berkomitmen untuk selalu membagi suka duka mereka dan tidak ingin ada rahasia apa pun, Mentari dan Alvian menjalani kehidupan baru mereka dengan sedikit keras. Bukan hanya Alvian yang menerima penolakan dari keluarga Mentari, terutama mamanya Mentari. Tetapi, penolakan juga datang dari lingkungan baru Mentari. Di tempat tinggalnya bersama Alvian, Mentari merasa semua orang tidak menyukainya. Beberapa orang secara terang-terangan membicarakannya tanpa peduli pada perasaannya.

"Kenapa?" Alvian duduk di sebelah Mentari yang sejak bangun tadi terus menggenggam ponselnya. Mendongak, Mentari memberikan ponselnya kepada Alvian.

"Pesan dari Mama?"

"Iya," jawab Mentari dengan lesu.

Alvian menahan napasnya saat membaca pesan dari ibu mertuanya, ini pertama kalinya sang ibu mertua mengirimkan pesan untuk Mentari setelah pernikahan mereka.

Mama

Datanglah ke rumah nanti malam. Om Yuda akan menggelar syukuran untuk kehamilan Tante Intan. Kamu aja, nggak  usah ngajak suamimu.


"Gimana, Kak?" Mentari menatap Alvian dengan sendu. Bagaimanapun Mentari tidak bisa memutuskan hal ini tanpa persetujuan dari Alvian. Apa pun keputusan Alvian, Mentari menghormatinya.

Alvian meletakkan ponsel Mentari di sampingnya, lalu menatap Mentari yang sudah berkaca-kaca begitu tatapan mereka bertemu. Alvian tahu Mentari merasa tidak enak dengannya.

"Kenapa menangis?" tanya Alvian lembut sembari mengusap air mata sang istri.

"Mama, Mama nggak ngundang Kakak  ke rumah," ujar Mentari dengan terisak.

"Nggak apa-apa, Sayang. Tapi kamu harus tetap datang, ya. Mama pasti ingin ketemu kamu."

Mentari menggeleng. "Nggak mau datang kalau nggak sama Kakak. Mentari nggak mau sendiri."

Tidak mudah bagi Alvian untuk meluluhkan hati sang ibu mertua, dan sekarang pun secara terang-terangan dia tidak mendapat kesempatan untuk bisa ikut berkumpul dengan keluarga besar sang istri. 

"Sayang, Mama pasti rindu pengen ketemu sama kamu--"

"Tapi nggak mau sendiri," potong Mentari.

Memeluk Mentari, Alvian berusaha memberikan pengertian untuk Mentari. Jauh di dasar hatinya dia juga merasa sakit karena tidak mendapat tempat di keluarga istrinya meski hanya sebentar. Sepertinya luka dan kekecewaan yang dirasakan sang ibu mertua terhadapnya benar-benar dalam sehingga sulit untuk menerima Alvian.

"Mau sama Kakak perginya."

Alvian akhirnya pasrah, dia mungkin akan mengambil resiko untuk datang. Mengorbankan perasaannya sendiri, menebalkan muka demi menemani Mentari. Sejauh itu untuk membuat Mentari bahagia, Alvian rela melakukan apa pun. Sekalipun dia harus menerima semua kebencian keluarga Mentari lebih khusus sang ibu mertua yang tidak akan pernah bisa menerima dirinya.

"Ya udah, besok kita pergi, ya. Jangan menangis lagi, kasian dia," kata Alvian. Telapak tangannya mengusap lembut perut Mentari. Senyum terbit di bibir Mentari, inilah yang selalu membuatnya merasa nyaman berada di dekat Alvian. Pria itu selalu mengutamakannya, melakukan apa pun untuknya tanpa mengeluh.

Alvian rasanya seperti memeluk setiap rasa sakit dari luka yang menderanya dari setiap hubungannya bersama Mentari. Alasan Alvian tidak mengeluhkannya karena takut rasa sakit yang akan dia bagi bersama Mentari akan berdampak buruk bagi kehamilan Mentari. Lebih baik semua rasa sakitnya dia yang menanggung, dia rela.

Melihat senyummu, sudah lebih dari cukup untuk membuat Kakak kuat menghadapi kenyataan yang begitu menyakitkan ini, batin Alvian.

Kenyataan menyakitkan itu berasal dari orang yang begitu berarti dan sangat-sangat berharga bagi sang istri. Dan Alvian sadar, sampai kapanpun posisinya tidak akan setara.















10 Januari 2021

Pacar Rahasia [Terbit/Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang