Fatih tiba-tiba terbangun dari tidurnya, "huft! Cuman mimpi ternyata," kata Fatih sembari mengusap keningnya seakan-akan ada keringat yang bercucuran.
Akad yang dilaksanakannya tadi, ternyata hanya sebuah mimpi belaka.
Fatih bangkitkan tubuhnya lalu duduk di atas tempat tidur, bola matanya bergerak mengarah pada jam yang terpasang di dinding. Ternyata, jam masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Setelah melihat jam yang ternyata masih pukul tiga, Fatih beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil wudhu dan melaksanakan salat tahajud. Fatih memang sudah terbiasa melaksanakan salat tahajud. Baginya saat-saat seperti ini lah ia bisa berkomunikasi dengan tuhannya dengan tenang, karena keheningan.
Ia kini sudah selesai mengambil wudhu, nampak sangat jelas wajah Fatih yang terkena air wudhu terlihat lebih tampan, terlebih lagi melihat rambutnya yang basah. Aduh! mungkin kalau ada wanita yang melihatnya, akan terbius. Langkahnya kini membawa ia kembali menuju kamarnya untuk kemudian mulai melaksanakan salat tahajud. Ke-khusyuk an sangat terasa ketika Fatih mulai salat, bibirnya dengan fasih membaca bacaan demi bacaan salat.
Fatih telah selesai melaksanakan salat, dan inilah momen dimana ia berbincang dan meminta kepada tuhannya. Keheningan kala itu sangat mendukung Fatih untuk mencurahkan semua yang ada dibenaknya.
***
Kegiatan dini hari itu telah selesai Fatih lakukan, dan jam masih menunjukkan pukul 03.30 daripada ia kembali terlelap di pulau kapuk, ia lebih memilih untuk belajar karena hari ini adalah hari pertamanya ia melaksanakan ujian kenaikan kelas.
Fatih Alkaisar, atau yang kita panggil Fatih, ia masih duduk dikelas sepuluh di SMA Gemilang, salahsatu sekolah ter-wah, iurannya pun sangat fantastis, dan Fatih bukanlah anak yang berasal dari keluarga yang serba mampu, ia bisa sekolah di sana berkat otaknya yang pintar. Ya! Dia adalah murid beasiswa di sana.
***
Tepat waktu Fatih pagi itu sampai di sekolah dengan diantarkan sang ayah memggunakan sepeda motor tua yang mungkin sudah layak diganti, tak sedikit murid yang memperhatikan Fatih kala itu, namun Fatih tak menggubrisnya. Ia sangat bersyukur masih bisa diantar sekolah oleh sang ayah.
"Kamu yang semangat ujiannya! Jangan nyontek!" ucap sang ayah, sembari merapikan dasi Fatih.
"Mana mungkin Fatih nyontek yah," balas Fatih sembari melepas helm.
Sebelum meninggalkan Fatih, sang ayah memberi lambaian tangan isyarat perpisahan.
***
Suasana SMA Gemilang pagi itu sangat ramai, banyak murid yang sibuk mencari ruang ujian sesuai yang telah ditentukan. Ada yang bahagia karena satu ruang dengan sang teman, dan ada pula yang menggerutu karena tak ada satupun dalam ruangan itu yang mereka kenal. Namun, remaja 16 tahun ini nampak berjalan santai di koridor sekolah menuju ruangannya sembari kedua lengannya masuk dalam saku celananya.
Beberapa meter di depan, terlihat dua murid yang menganggukan pergelangan tangannya seakan-akan menyuruh Fatih untuk cepat sampai pada mereka. Galih dan Luna, mereka lah dua murid itu, bisa dikatakan mereka berdua adalah teman dekat Fatih, mereka sudah dekat sejak masa perkenalan sekolah beberapa bulan lalu.
Fatih sedikit mempercepat langkah kakinya agar bisa cepat sampai pada mereka.
"Ada apa?" tanya Fatih sembari menatap keduanya secara bergantian.
"Gue sama Galih satu ruangan!" jawab antusias Luna si cantik dengan balutan hijabnya. Dan Galih hanya mengangguk sembari tersenyum kepada Fatih.
Wajah Fatih sedikit terkejut, "oh wow! Sangat impresif ya," balas Fatih.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Love From Fatih
Novela JuvenilIni bukan sekedar cerita seorang pria yang berusaha mendapatkan hati sang wanita. Ini lebih daripada itu! Ketika banyak masalah yang terjadi pada keluarganya, ketulusan cinta Fatih terhadap keluarganya sangat diuji, terlebih lagi sang ayah yang har...