Sosok Yang Sama

43 5 1
                                    

Cahaya terang benderang sang rembulan bersinar menerangi langit malam,aku berjalan mengikutinya ditengah kegelapan malam. Cahaya yang ia pancarkan menuntunku berjalan menuju sebuah kediaman yang ada ditengah-tengah pedesaan.

Tubuhku menginjakan kedua kakinya pada suatu perkarangan rumah berdindingkan bebatuan dengan pintu rumah bertuliskan angka 22. Aku terdiam sejenak,memperhatikan sekeliling area kediaman itu.

"Rumah siapa ini?"

Seekor kunang-kunang terbang melintas kehadapanku. Kedua mataku dibuat terpana oleh keindahan dari setiap kerlipan cahaya yang ada pada tubuhnya,tubuhku dibuat berjalan mengikuti cahaya lembutnya yang telah memasuki rumah yang ada tepat dihapanku.

Tanganku mulai meraih daun pintu dan membukanya. Lalu,seketika itu terdengar sebuah suara oleh telingaku.
Suara yang mampu membuatku sedikit terkejut kala mendengarnya.

"Ternyata ini,"

Rupanya rumah itu menyambut kedatanganku dengan suara engsel besi dari pintu yang telah menua.

Aku mulai melangkahkan kakiku kembali untuk memasukinya. Mataku melihat suatu pemandangan yang cukup mengerikan dalam rumah yang kini tengah ku kunjungi.
Sarang laba-laba saling bergelantungan disetiap sudut langit-langitnya, lembaran kain putih juga terlihat menyelimuti beberapa benda didalamnya,serta butiran debu tebal bertebaran dimana-mana memenuhi rumah itu.

Ada sebuah jendela disisi kiri pada bagian rumah itu,yang disampingnya terdapat sebuah perapian kecil. Dikeduasisi perapian itu terletak sepasang kursi tua saling berhadapan menghadap perapian itu sendiri.

Aku melanjutkan langkahku,berjalan menelusuri setiap ruang yang ada dalam rumah sederhana itu. Ketika itu,terdengar suara dentingan piano oleh kedua telingaku. Wajahku memalingkan pandangannya,entah mengapa.... Kedua mata cokelatku tertarik pada salah satu ruangan yang ada dilantai dua rumah itu.

"Suara itu... Mungkinkah... Itu berasal dari ruangan yang ada disana?"

Sembari memperhatikan setiap ornamen dalam rumah ini,aku perlahan menaiki satu persatu anak buah tangga yang hampir rapuh dimakan waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari memperhatikan setiap ornamen dalam rumah ini,aku perlahan menaiki satu persatu anak buah tangga yang hampir rapuh dimakan waktu. Melody indah yang terdengar semakin membuatku ingin lebih cepat mendekati sumber dimana melody itu terdengar. Tepat disaat tubuhku akan menginjakan kakinya pada salah satu kamar dilantai itu,sebuah bingkai foto tiba-tiba terjatuh kebawah dari atas perapian.

"Apa itu?!"

Sontak aku menghentikan langkah kakiku. Mengurungkan niat sejenak serta kembali turun untuk melihat apa yang terjadi dibawah sana.

Sesampainya disana,aku membungkukkan tubuhku kehadapan sebuah bingkai foto yang telah terjatuh.
Kedua tanganku meraih bingkai foto itu. Kaca retaknya sudah tampak usang serta dipenuhi oleh butiran debu yang telah melekat lama. Sehingga,tak terlihat begitu jelas siapa yang ada pada foto itu. Sekilas aku melihatnya seperti seorang anak perempuan. Ia memiliki rambut berwarna jingga bak daun maple dimusim gugur dengan sebuah pita kecil terpasang rapih dirambut bergelombangnya.

EpochTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang