Tidak Ada Jalan Untuk Mundur

20 3 10
                                    

"Pembimbing Ron wajah apa yang akan diperlihatkan oleh kepala sekolah setelah mengetahui kejadian itu?"

Ron melipat bibir sambil menutup mata. "Yah, pak tua itu bakal jadi aneh seperti biasa."

Pintu berukir pahatan tinggi lima meter dengan lambang Akademi terbuka dengan sendirinya, Guru Guren bersama Kepala pembimbing Asrama Carveno masuk ke dalam.

"Wah-wah apa yang membawa kalian berdua kemari." Pria berwajah muda dengan kuas di tangan duduk pada meja titel kepala sekolah.

Orang itu memang terlihat muda tapi nyatanya dia sudah hidup selama seratus tahun lebih. Dia adalah pendiri Akademi Imprar salah satu saint legendaris, Celos Avanza namanya.

"Pak tua, semakin lama kau semakin muda, bikin insecure deh," ejek Ron.

"Hei bocah durhaka apa kau masih ingat bagaimana kau menangis minta jadi muridku seperti bayi minta dipakein popok."

HAHAHAHAHA. Mereka saling tertawa.

"Kau tak pernah berubah Guru." Ron memberi salam hormat. "Lama tidak berjumpa guru dan terima kasih atas segalanya."

"Sudah-sudah tak perlu basa-basi, langsung saja, kalian kemari pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan bukan?"

Beberapa saat kemudian.

"Buset!" Kepala sekolah terkejut sekaligus senang, ia tertawa sambil mencengkram sebahagian wajah dengan tangan kanan.

"Akhirnya ..." sahutnya pelan misterius.

Ron dan Guren hanya terpaku diam melihat tingkah kepala sekolah yang aneh.

Kepala sekolah Celos menunjuk. "Berikan dia pelatihan yang baik di Akademi! Tapi untuk melihat potensi yang dia miliki aku setuju dengan Guren, biarlah seperti yang sudah kau putuskan."

Gedung kepala sekolah diisi dengan suara tawanya kepenjuru ruangan. Bikin kang piket bersih-bersih merinding. "Aduh, Seram kampret."


~***~


Seorang kakak kelas dari Asrama Carveno suruhan kepala pembimbing Ron sedang mendampingi Ace menuju tempat tinggal sementaranya.

"Hei kau murid tidak resmi, sebaiknya kau menyerah saja."

Ace mendengarkan apa yang dikatakannya itu tapi dia diam dan abai.

"Kau mendengarkan tidak!"

Sekali lagi Ace diam dan acuh.

"Huh dasar anak kampung,.."

"Tidak, saya tidak akan menyerah."

Telinga senior itu membengkak. "Kau ini memang bodoh kan."

Ace diam dan tidak menghiraukan. Lama-kelamaan senior yang jengkel itu hanya mengumpat sendirian selama perjalanan.

Sesaat telah sampai di pedalaman wilayah akademi mereka menemukan sebuah bangunan kecil.

"Itu tempat tinggalmu di Akademi bocah miskin, gubuk yang lapuk dan tidak bersih, jauh dibandingkan fasilitas yang kami miliki, apa? Kau berubah pikiran dan menyerah? Haha manusia yang tidak berguna memang cepat menyerah," bual senior itu berbicara sendiri.

"Tidak, ini lebih dari cukup buatku, terima kasih senior sudah mau menunjukkan jalan untukku."

Senior itu terdiam, dia mulai merasa aneh diperlakukan sebaliknya oleh Ace. Dan rasa kasihan terhadap junior tumbuh di hati nuraninya.

The Greatest KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang