Prolog

88 10 12
                                    

Budayakan vote dan komen setelah membaca
Baca sampai bawah ya…
Bantu temukan typo🙏



****


[Syawinka Ardiwijoyo]

KULIAH. Hal yang sebelumnya mustahil buat aku. Tapi kenyataannya Tuhan membukakan jalan untukku melangkah. Dulu aku selalu berpikir, "kayaknya nggak mungkin kalau aku kuliah". Bukan tanpa alasan aku berpikir seperti itu. Jangan kalian kira aku tidak memiliki mimpi. Tentu aku punya mimpi menyentuh bintang-bintang. Hanya saja aku bukan dari kalangan keluarga berada, Bapak dan Ibu hanya seorang petani yang menggarap sawah atau kebun milik orang. Sementara itu mereka masih memiliki tanggungan lain yaitu, adikku Adiba yang akan masuk Sekolah Menengah Pertama tahun sekarang, semakin membuatku mengubur kenginan untuk kuliah.

Tapi siapa yang tahu rencana Tuhan. Saat itu Bapak dan Ibu baru pulang dari kebun, kebetulan aku sedang berada di teras rumah membaca ulang pelajaran disekolah, maklum sudah kelas XII saatnya menabung untuk persiapan ujian nanti. Setelah mereka mencuci tangan dan kaki langsung saja aku hampiri mencium tangan yang kasar nan kering sebab mereka telah bekerja keras mencari nafkah.

"Ambilkan Bapak dan Ibu teh hangat." Ucap Ibu yang langsung ku turuti.

Aku ikut duduk dilantai teras rumah dan memberikan air teh yang telah kubawa dari dapur.

"Udah ada rencana mau kuliah dimana?"

Pertanyaan Bapak membuat aku tertegun  dan bertanya dalam hati apa maksudnya Bapak bertanya seperti itu.

"Sekolah 12 tahun sudah cukup bagi Syawinka." Padahal dalam hati aku menyebutkan satu nama kampus impianku.

"Lah kamu gak mau kuliah?" Giliran Ibu yang bertanya.

"Bukan begitu, kuliah kan nggak cukup biaya sedikit bu, lama juga 4 sampai 5 tahun."

Bapak menepuk pundakku, "Masalah biaya nggak usah kamu pikirkan itu biar menjadi urusan orang tua. Bapak dan Ibu sudah menyiapkan tabungan masa depan untuk kamu Syawinka, tugas kamu hanya mencari tahu soal info-info pendaftaran kampus, karena kami tidak mengerti dengan urusan begituan." Bapak menyeruput teh.

"Nggak usah lah pak, uangnya mending dipake untuk Adiba masuk SMP saja."

Bapak dan Ibu tertawa. Apa yang salah dengan ucapanku?

"Tabungan untuk Adiba juga sudah kami persiapkan. Kami ingin kalian berdua terus menambah ilmu sampai jenjang perguruan tinggi." Ibu menatapku.

"Bapak dan Ibu nggak bisa berbuat lebih, hanya bisa bantu lewat sokongan materi dan doa. Bapak ingin kamu dan Adiba bisa jadi sarjana tidak seperti Bapak dan ibu SD saja tidak lulus. Suatu hari kamu dan Adiba yang akan mengangkat harkat martabat orang tuamu dengan ilmu yang didapat." Tambah Bapak.

Ucapan mereka membuat hatiku tersentuh. Terbayang saat tangan mereka yang ringkih bekerja keras dibawah terik matahari hanya untuk menyiapkan tabungan masa depan aku dan Adiba. Impian yang telah terkubur kini kembali mecuat ke permukaan, bahkan aku berjanji akan mewujudkan impian Bapak dan Ibu menjadi sarjana.

"Sekali lagi Bapak tanya, rencananya kamu mau kuliah dimana?"

"IPB Bogor." Jawabku yakin.

EUREKAWhere stories live. Discover now