Happy Reading
____________________Alena Kya Wijaya
"Lepaskan aku ayah! Lepaskan!" Teriakku menolaknya yang akan membawaku pergi entah kemana.
"Jangan membantah! Ayo ikut! Ada tugas yang harus kau selesaikan sekarang!" Bentaknya kepadaku yang terus menarik tanganku agar ikut dengannya.
"Ayah penjahat! Aku tidak mau ikut dengan ayah!"
Plak
Ayah menamparku hingga aku tersungkur ke lantai. "Dasar anak tak tau di untung! Sudah beruntung kau saya adopsi dan tetap hidup dengan segala kecukupan. Kalau tidak ... Kau pasti akan terus sakit-sakitan sampai mati di keluarga kau yang miskin itu."
Aku hanya terdiam dilantai dengan memegang pipiku yang mungkin saat ini memerah karena tamparan keras dari ayah, dengan air mata yang terus mengalir keluar.
Sakit? Tentu sakit, tapi bukan karena tamparannya melainkan karena perkataannya yang mengungkit asal usulku dan menghina keluarga kandungku.
Ya, dia hanya ayah tiriku yang mengadopsiku sedari aku masih berusia lima tahun, dan selama ini dia begitu baik tidak sejahat atau sekasar ini, tapi setelah aku mengetahui rahasia besarnya yang seharusnya tidak aku ketahui, dia jadi berubah seperti ini.
Kalau saja aku tidak nekad untuk masuk keruangannya, melihat data-data komputernya dan tertangkap basah olehnya, semua ini mungkin tidak akan pernah terjadi.
Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Semua ini sudah terjadi dan aku tidak bisa memutar waktu untuk mengulang kembali agar semua ini tidak terjadi.
Aku masih terdiam dilantai dengan isakan tangis yang membuat dadaku terasa semakin sesak, dan aku meringis ketika tangan ayah mencengkram kuat rahangku yang dipaksa untuk menatap matanya.
"Dengar baik-baik! Sebelum kesabaran saya habis, lebih baik kau menurut saja apa kata saya. Kalau tidak ... Kau tau sendiri apa akibatnya."
Aku hanya menggelengkan kepalaku menolaknya, aku benar-benar tidak mau ikut dengannya dan aku tidak mau menuruti keinginan ataupun perintahnya lagi, karena semua itu salah.
"Kau tidak mau menurut juga? Hm? Baiklah, jika memang itu yang kau inginkan." Ayah melepaskan cengkraman tangannya di rahangku, lalu dia merogoh kantong celana hitamnya entah apa yang akan dikeluarkannya dari dalam sana.
Aku begitu takut, takut kalau ayah akan membunuhku. Tidak! Aku belum siap untuk mati sekarang, karena aku masih banyak tugas yang belum aku selesaikan di dunia ini.
Aku langsung berdiri dan ingin berlari keluar, dengan langkah yang tertatih sedikit demi sedikit aku mulai menjauh darinya, namun sebelum aku sampai pintu depan tanganku kembali di cengkram olehnya yang membuatku kembali meringis karena cengkraman itu.
"Mau pergi kemana? Hm? Kau tidak bisa kabur dari sini begitu saja." Lalu dia mengeluarkan benda didalam kantungnya, aku begitu ketakutan saat melihat benda itu.
"Lepaskan aku ayah! Ayah penjahaaat! Aku mau pergi dari sini!" Aku terus memberontak berusaha melepaskan cengkraman tangannya.
"Tunggu sayang, kau tidak akan bisa pergi dari sini. Kau masih banyak tugas disini dan saya masih membutuhkan kelebihanmu itu." Senyuman sinis terukir di wajahnya.
Aku akui aku memang masih banyak tugas, tapi bukan tugas kejahatan yang dilakukan ayah, aku tidak mau melakukan hal itu.
"Aku tidak mau melakukan apa yang ayah perintahkan. Ayah penjahat! Ayah penjahaaat!" Teriakku keras menolaknya.
Ayah langsung menarikku sehingga kini aku berada di dekapannya, dengan tiba-tiba ayah langsung menusukkan jarum suntik yang digenggamnya itu padaku.
"Akhhh ...." Aku meringis, lalu tubuhku lemas dan jatuh kembali kelantai.
Seperti tidak ada tenaga tubuhku begitu lemas terutama di bagian kakiku, aku tidak bisa menggerakkannya. Kenapa? Apa yang sudah terjadi pada diriku? Kenapa aku tidak bisa menggerakkan kakiku? Apa yang sudah ayah suntikan padaku sehingga tiba-tiba saja aku merasa lemas sepeti ini? Apakah aku lumpuh? Apakah ini akhir hidupku di dunia ini?
Aku terus saja memikirkannya dengan isak tangis yang belum juga reda, aku begitu ketakutan tapi apa daya kini aku hanya bisa diam tak bisa bergerak, seperti orang lumpuh.
"A-apa yang sudah ayah lakukan? Kenapa aku tidak bisa menggerakkan kakiku sendiri ... Hiks."
"Tenang sayang, kakimu itu hanya lumpuh sementara, agar kau tidak bisa pergi dari sini dan membocorkan semua rahasia yang selama ini saya jaga. Saya juga masih membutuhkanmu, dengan kelebihanmu itu kau bisa membantu pekerjaan saya terselesaikan lebih mudah dan cepat." Ayah mengelus pipiku lembut, aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku mengusir tangan kotor itu dari wajahku.
Aku tidak ingin wajahku di sentuh oleh tangan kotor seorang penjahat dalam julukan ayah ini.
Dengan tiba-tiba ayah menggendongku dan membawaku ke lantai atas yang dimana di sana letak kamarku. Sesampainya, ayah langsung menendang pintu kamarku dengan keras dan menidurkanku keatas tempat tidur.
Aku hanya diam namun masih dengan isak tangis, tapi tidak separah tadi. "Kau baik-baik ya disini, jangan nakal ataupun berusaha untuk kabur dari sini, karena semua itu akan sia-sia saja. Kau tidak akan bisa kabur dari rumah ini, itu semua akibat dari kau sendiri yang sudah terlalu banyak tau yang seharusnya tak kau ketahui."
Setelah itu ayah langsung pergi keluar kamar, menutup pintu kamar, dan aku mendengar pintu kamar dikunci oleh ayah, aku hanya bisa menatap pintu itu dengan tatapan mata yang penuh dengan air mata.
Aku mengalihkan pandangan menatap langit-langit kamarku, aku melihat merekapun ikut bersedih kala melihatku seperti ini. Seakan-akan mereka bisa merasakan apa yang sekarang sedang aku rasakan.
"Kenapa kalian masih disini? Bukankah aku sudah mengusir kalian agar pergi dari sini?"
Orang lain yang melihatku saat ini yang berbicara sendiri pasti menganggap aku aneh atau gila, tapi aku tidaklah berbicara sendiri melainkan ada beberapa arwah penasaran yang tersesat di kamarku.
Aku tidak terlalu suka dengan kelebihanku ini, karena semua orang menganggapku aneh, sering berbicara sendiri hingga aku dijauhi bahkan diasingkan, tidak ada yang mau berteman denganku di dunia nyata ini.
"Kenapa kalian tidak menjawab? Hiks ... Kenapa kalian masih saja di sini? Aku tidak mau melihat kalian semuaaa!" Teriakku dalam isakan.
Aku kembali pada isakan tangis karena terlalu sesak dadaku untuk menerima semua kenyataan yang pahit ini, ingin rasanya aku pergi saja dari dunia ini.
Tiba-tiba saja kepalaku terasa begitu sakit. Aku terus memegangi kepalaku yang terus merasakan rasa sakit yang begitu dahsyatnya, hingga akhirnya aku sudah tidak bisa menahannya lagi, perlahan-lahan aku tidak bisa melihat apapun dan tidak ingat apapun lagi. Kini hanya ada kegelapan yang menyelimuti ku.
~♡~
.
.
.Note:
Ingin mencari tahu tentang suatu hal boleh-boleh saja, tapi kita harus tahu dulu batasannya dan apakah semua itu mencampuri urusan orang lain atau tidak. Jika keingintahuan kita itu melewati batas dan malah mencampuri urusan orang lain itu tidaklah baik, karena bisa saja semua itu menjadi malapetaka yang tidak bisa kita duga sebelumnya.
~{Indahws_04}~
____________________
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Alena
Random"Kau baik-baik ya disini, jangan nakal ataupun berusaha untuk kabur dari sini, karena semua itu akan sia-sia saja. Kau tidak akan bisa kabur dari rumah ini, itu semua akibat dari kau sendiri yang sudah terlalu banyak tau yang seharusnya tak kau keta...