Chapter 3 {Mimpi}

6 2 0
                                    

Happy Reading
____________________

Alan Franky Sanjaya

Semalaman aku tidak bisa tidur, setelah aku bermimpi dan terbangun tepat tengah malam. Dalam mimpiku, aku melihat seorang anak perempuan yang sedang terbaring tidak berdaya dengan selang infus.

Aku berpikir, mengapa aku bermimpi seperti itu? Apa maksudnya? Apakah aku harus menolongnya? Bukan kali pertama aku bermimpi seperti itu, namun mimpi yang satu ini sungguhlah berbeda dari mimpi-mimpiku yang sebelumnya.

Biasanya aku tidak terlalu memikirkan mimpiku, karena setiap mimpiku itu pasti akan terjadi sesuatu seperti biasanya, yaitu semua mimpiku akan menjadi kenyataan dan akan terjadi hal yang tidak bisa disangka-sangka, dan aku tidak bisa mencegahnya karena semua itu sudah takdir yang tidak bisa aku ikut campuri.

Tapi mimpi ini berbeda, karena aku hanya melihatnya dari jauh, diam tidak melakukan apapun dan diriku merasa sedih, ingin sekali aku memeluknya hangat. Entah kenapa aku merasakan hal itu, sungguh aku bingung dibuatnya dan sepertinya anak perempuan itu baru berusia lima tahun hanya berbeda empat tahun denganku.

Kini aku sedang termenung di dekat jendela kamarku, aku melihat pemandangan langit di pagi hari ini. Cerah sekali hari ini, langitnya begitu biru dengan sedikit awan putih yang menghiasinya.

"Alan ...." Sebuah suara membuyarkan lamunanku dan aku langsung mengalihkan pandanganku pada suara yang memanggil namaku itu.

Ternyata suara itu berasal dari bundaku. Aku tersenyum dan menghampirinya. "Iya ada apa, Bunda?"

"Ayo turun, sarapannya sudah siap. Kita sarapan bersama." Ajaknya padaku untuk sarapan pagi.

Aku hanya mengangguk dan mengikuti bunda dari belakang menuju meja makan yang berada dilantai bawah, sedangkan kamarku berada dilantai atas.

Saat aku menuruni anak tangga, bayang-bayang mimpiku semalam itu terlintas di kepalaku yang membuatku semakin berpikir, apa maksud dari semua itu?

Sampai akhirnya aku sudah berada didekat meja makan, disana sudah ada ayah yang menunggu kita untuk sarapan pagi bersama.

Aku dan bunda duduk bersebrangan, sedangkan ayah duduk di sebelah ujung kiri meja makan dari sisiku. Di atas meja makan sudah siap sepotong roti tawar yang telah diolesi selai strawberry yang sudah disiapkan oleh bunda.

Kita pun sarapan bersama pagi ini, sungguh senang rasanya bisa berkumpul bersama keluarga seperti ini. Walau ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya, tapi dia selalu meluangkan waktunya untuk menemaniku jalan-jalan maupun bermain bersama.

Bunda selalu ada di rumah, karena ayah melarangnya untuk bekerja di luar seperti yang pernah dia inginkan. Bunda tidak marah, karena sebagai istri dia harus mematuhi semua apa kata suaminya.

Disaat aku sedang fokus makan, bayang-bayang mimpi itupun kembali hadir. Tidak seperti biasanya sampai segitunya aku kepikiran terus dengan mimpiku semalam.

Suasana hati kecilku yang awalnya senang pun kini menjadi sedih seketika, sungguh aku bingung dengan apa yang terjadi pada diriku saat ini.

"Alan." Panggil ibu mengejutkanku yang membuatku tersadar dari lamunanku dan langsung menatapnya.

"Ah iya, ada apa bunda?" Tanyaku.

"Sedari tadi bunda perhatikan, kenapa kamu hanya diam saja? Bukannya dihabiskan itu makanannya, Al."

Takdir AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang