Melarikan Diri Atau Pergi?

706 81 30
                                    

Bukankah semua yang ada di dunia ini hampir diciptakan berpasangan? Dua kaki dan dua tangan, api dan air, jantan dan betina, hingga lelaki dan perempuan.

Maka sudah kodratnya pula ada cinta dan luka. Tangis dan bahagia. Memulai dan mengakhiri. Bertemu dan berpisah. Semua itu tercipta dengan sepasang, yang tak bisa untuk dilepaskan.

Lalu untuk apa hati diciptakan jika untuk dipatahkan? Terpatahkan oleh tangis, luka, dan perpisahan?

Itu juga masih tertinggal dalam benak Soo Hyun yang kembali melihat wajah Yea Ji maka akan semakin menyiksa dirinya. Tidak, Perasaannya tak benar-benar mati pada perempuan itu, hanya terkubur lalu bangkit kembali.

Yea Ji susah menelan salivanya sendiri mendengarkan tuntutan Soo Hyun yang meminta dirinya dan Do Hwan bergabung dalam makan malam Soo Hyun dan wanita yang Yea Ji tebak kekasihnya.

"Apa?" Tanya Ji Hyun lagi memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.

"Hehe... entah mengapa aku ingin makan dengan suasana sedikit ramai kali ini. Mungkin kita bisa saling mengobrol malam ini, siapa tahu... kedepannya kita bisa berteman bukan?" Soo Hyun memberikan alasannya yang membuat Ji Hyun berusaha memahami Soo Hyun.

"Boleh juga, aku dan kekasihku tidak pernah makan berpasang-pasangan dengan yang lain. Kukira jika kita mencobanya kita akan berhubungan baik seterusnya. Agar kalian juga menjadikan toko ini langganan kalian. Haha.." Yea Ji dan Do Hwan saling melempar pandangan, berusaha berkomunikasi lewat isyarat mata.

"Baiklah, jika itu mau kalian. Tidak ada salahnya memulai pertemanan bukan?" Do Hwan melempar pertanyaan pada Yea Ji yang kecewa dengan jawaban Do Hwan untuk ajakan mereka.

"I-iya."

Malam itu kedua mobil melaju membela heningnya malam. Do Hwan mengendarai mobil mengikuti Soo Hyun. Di samping Do Hwan, Yea Ji bimbang sendiri. Tak tahu mengapa Soo Hyun harus merencanakan ini.

Mereka berhenti di depan tempat makan Subway yang mulai sepi pengunjung. Soo Hyun tidak memilih restoran mahal karena ia harus merendah pada mereka. Tak ingin dilihat pribadi yang kaya raya. Ji Hyun memahami Soo Hyun yang memang sering melakukan itu.

Mereka masuk dan duduk berpasangan saling berhadapan. Membiarkan Ji Hyun memesan di tempat order. Ketiganya diam tak tahu harus berbincang pasal apa.

"Yea Ji, bukankah besok kau harus berangkat pagi?" Tanya Do Hwan yang dibalas anggukan oleh Yea Ji, "kalau begitu kau tidak usah memasak sarapan, kita membungkus makanan untuk besok kita hangatkan saja, Ya?"

"Ti-tidak apa."

"Kau tunggu saja disini, aku akan menambah pesanan." Do Hwan pun berdiri membiarkan Yea Ji yang awalnya menahan Do Hwan pergi, namun Do Hwan tak menghiraukan.

Kini benar-benar hanya dia dan Soo Hyun yang duduk di meja. Soo Hyun sibuk memandangi segala interior ruangan, sedangkan Yea Ji menunduk dalam tak ingin membuat matanya bertemu dengan mata milik Soo Hyun.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Soo Hyun tiba-tiba tanpa menatap Yea Ji, seolah bukan Yea Ji yang diajak bicara.

"Baik." Jawab Yea Ji meski ragu, "kau?"

"Entahlah, rasanya aku lupa bagaimana merasakan perasaanku sendiri." Jawab Soo Hyun yang tertawa renyah di akhir kalimatnya.

"Apa maumu?"

"Mauku?" Soo Hyun berhenti sejenak, "aku tidak mau apa-apa."

"Kenapa kau melakukan ini?"

"Lalu kenapa kau melakukannya?" Soo Hyun kembali bertanya dengan cepat, pertanyaan yang merujuk akan keputusan Yea Ji terhadap hubungan mereka.

I'M not YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang