Mentari telah menampakkan dirinya di ufuk timur. Suara-suara ayam berkokok pun mulai bersahutan. Diiringi kicauan burung-burung nan merdu.
Terbangunlah Trisha dari bunga tidurnya. Ia pun beranjak dari kasur dan bersiap-siap untuk pergi berjualan di lampu merah jalan.
Trisha tinggal di rumah bersama pamannya karena kedua orang tuanya telah meninggal saat ia masih kecil. Pamannya bekerja serabutan dengan membuat dan menjual keripik singkong. Tetapi, Trisha tidak ingin pamannya letih bekerja, maka dari itu ia berinisiatif untuk menjualkan keripik tersebut di lampu merah jalan.
"Paman, Trisha berangkat dulu, ya," ujar Trisha sembari mencium tangan pamannya.
"Iya, Nak, hati-hati di jalan, ya," ucap Paman Trisha.
Trisha pun berangkat dengan berjalan kaki dengan penuh semangat. Ia berpikir pasti senang rasanya membahagiakan paman, seperti halnya membahagiakan kedua orang tuanya dulu. Tak terasa lima menit berlalu, akhirnya ia sampai di lampu merah jalan raya.
Di pinggir jalan tersebut, sudah ada tiga temannya yang juga mencari rezeki. Mereka adalah Vanda, Serena, dan Haris yang setiap harinya memainkan gitar dan juga membawa sebuah kaleng kosong bekas makanan.
"Wah, temen-temen udah pada datang duluan," sapa Trisha.
"Hihi, iya dong, kan kita semangat banget buat ngamen. Dapet uang bisa buat makan deh," balas ketiga temannya tersebut.
"Okeey, yuklah, udah lampu merah nih!" ujar Trisha.
Trisha dan temannya pun bergegas turun ke jalanan. Vanda, Serena, dan Haris yang tak lelah menyanyikan lagu-lagu lama disertai alunan gitar. Dan juga Trisha yang bersemangat menawarkan barang dagangan keripik singkong buatan pamannya. Ini merupakan kegiatan yang menyenangkan baginya. Ia dapat mencari rezeki sekaligus mendapatkan teman.
"Keripik singkong...keripik singkong...murah-murah!" ujar Trisha menawarkan.
"Nak, keripiknya dua bungkus, ya," kata bapak-bapak yang ingin membelinya.
"Wah, jarang-jarang, nih, yang beli sekaligus dua bungkus," gumam Trisha.
"Baik, Pak. Ini keripiknya," ucap Trisha sembari menyodorkan dagangannya.
"Okey, ini uangnya ya," balas bapak itu.
"Oya, terima kasih, Pak. Sebentar kembaliannya berarti –"
"Tidak usah, Nak. Kembaliannya buat kamu tabung saja," ujar bapak itu dengan penuh keikhlasan.
"Wah, terima kasih banyak, Pak. Doa yang terbaik buat Bapak," balas Aurum dengan penuh kegembiraan.
Tak terasa, lampu merah pun telah berganti menjadi hijau. Bapak itu pun tersenyum sembari menutup kaca mobilnya. Ia lantas kembali bergegas ke pinggir jalan sebelum kendaraan-kendaraan melintas. Mungkin hari ini adalah hari paling bahagia bagi Trisha. Ia kembali berjualan taatkala lampu sudah merah lagi, begitu pula juga dengan temannya. Mereka mencari rezeki sampai sore hari.
"Hey, gak terasa udah sore aja, ya?" ujar Trisha ke teman-temannya.
"Iya, nih, perasaan baru aja ngamen, deh," balas Vanda.
"Hahaha, oiya Serena, duit hari ini ada berapa, nih? tanya Haris.
YOU ARE READING
Titik Tumpu Trisha - [COMPLETED]
Short StoryMengisahkan tentang dua insan yang bertemu dengan tujuan dan latar belakang yang sama. Namun, mereka dihadapi dengan masalah yang harus membawa kata "merelakan" Apakah mereka akan bersama lagi?