"Hmm, cuma dapet lima ribu, nih," ujar Serena.
"Agak dikit ya hari ini," ucap Vanda dengan sedikit sedih.
"Iya, yaudah gapapa, deh, tetap semangat kawan!" balas Haris dengan optimis.
"Sip-sip, oiya, Trisha, kamu dapet berapa hari ini?" tanya Serena.
"Alhamdulillah, laku dua bungkus jadi sepuluh ribu," balas Trisha dengan senang.
"Oh, okey," ucap Serena.
"Banyak banget sih, dia dapetnya hari ini," gumam Serena, Vanda, dan Haris.
Keesokan harinya, seperti biasa Trisha kembali menjual dagangannya di lampu merah jalan raya. Saat sesampainya di sana. Ia melihat seorang anak laki-laki yang usianya sepertinya sepantaran dengan Trisha, hanya saja anak tersebut sedikit lebih tinggi daripada ia.
"Hey, kamu!" ujar anak laki-laki tersebut.
"Aku? Apa aku tidak salah dengar?" gumam Trisha.
"Ya? Siapa kamu?" tanya Trisha.
"Perkenalkan, namaku Ardya," ucap anak laki-laki tersebut.
"Namaku Trisha," balas Trisha sembari berjabat tangan.
"Ngomong-ngomong, apa kamu mau berjualan sini?" tanya Ardya.
"Iya, aku mau jualin keripik singkong buatan pamanku," jawab Trisha.
"Oh, begitu," ucap Ardya.
"Kalau kamu sendiri?" tanya Trisha dengan penasaran.
"Aku? Aku hanya bisa mengemis. Kedua orang tuaku telah tiada dan hanya aku seorang. Aku tidak memiliki uang," ucap Ardya dengan menutupi kesedihannya.
"Aku paham, tapi lebih baik kamu mencari uang dengan berjualan, nih, aku ada uang lebih buat kamu. Kamu bisa menjual koran, atau sebagainya," ujar Trisha sembari menyodorkan sejumlah uang.
"Wah? Beneran?" tanya Ardya tidak percaya.
"Iya beneran, gunakan uang itu dengan sebaik-baiknya, yaa," ucap Trisha dengan tersenyum.
"Terima kasih banyak, Trisha," kata Ardya dengan sangat senang.
"Sama-sama," balas Trisha.
Hari demi hari selalu dilewati Trisha dengan penuh ketulusan. Terkadang saat ia memiliki uang lebih, ia sisihkan untuk orang yang membutuhkan. Ia juga merasakan bagaimana rasanya hidup tanpa ditemani dengan kedua orang tua. Tetapi ia tetap bersyukur karena masih ada pamannya yang menemaninya.
Keesokan harinya,
"Halo, Trisha!" seru Ardya sembari melambaikan tangan.
"Hai, Ardya!" balas Trisha dengan bersemangat.
"Wah! Lihat, kamu mulai berjualan koran!" seru Trisha.
"Hihi, iya, berkat kamu aku bisa mulai berjualan, nih," ujar Ardya.
"Sip, yuklah, udah lampu merah, nih!" seru Trisha sembari turun ke jalanan.
Tetes demi tetes keringat berjatuhan demi bertahan hidup bagi mereka. Tak terasa hari sudah sore dan sudah saatnya waktu untuk beristirahat. Namun, teman Trisha yang ngamen itu sepertinya mulai iri terhadap Ardya dan Trisha.
YOU ARE READING
Titik Tumpu Trisha - [COMPLETED]
Short StoryMengisahkan tentang dua insan yang bertemu dengan tujuan dan latar belakang yang sama. Namun, mereka dihadapi dengan masalah yang harus membawa kata "merelakan" Apakah mereka akan bersama lagi?