Saat ini Lauren terlihat tengah melamun, sudah hampir seminggu ia dirawat di rumah sakit. Teman-temannya juga terkadang berdatangan memberikan semangat padanya. Ia juga tidak menghadiri acara from night yang diadakan dua hari lalu, karena tidak diperbolehkan oleh Largas.
"Ren," panggil Anggi yang baru saja memasuki ruangan. Ditangannya terdapat berbagai macam makanan.
Mata Lauren langsung berbinar senang, menyuruh Anggi segera menghampirinya.
"Kapan balik?" tanya Anggi.
"Nggak tau," jawab Lauren yang sudah sibuk dengan makanannya.
"Posesif banget si Largas, padahal lo udah dibolehin pulang sama dokternya kemarin."
"Jangan macam-macam lagi, nanti keguguran bahaya Ren."
"Iya-iya, cerewet banget sih!" ketusnya.
"Jangan iya-iya aja. Eh Largas ke mana? Kok lo sendirian, sih?" heran Anggi menatap ruangan Lauren yang terlihat begitu sepi.
Lauren mengangkat kedua bahunya acuh, kembali fokus dengan makanannya.
"Gue berasa ngomong sendiri, anjir."
"Nih, makan!" Lauren menyuapkan nasi goreng pedas yang dibawakan oleh Anggi tadi. Karena ia yang memesannya. Anggi membuka mulutnya, menerima suapan dari sang sahabat.
"Woi gila, pedas banget!" jerit Anggi. Tangannya sibuk mencari-cari air minum. Setelah mendapat apa yang ia inginkan. Tatapannya beralih pada Lauren yang terlihat santai.
"Ini kurang pedas tau! Oh iya, tuangin baksonya dong ke mangkuk. Habis ini mau makan itu," perintah Lauren.
Anggi menuruti perintah Lauren, setelah selesai ia mengambil salah satu bungkus keripik lalu membukanya. Melihat Lauren yang begitu lahap makan, membuat Anggi terkekeh.
"Kok cepat banget sih lo hamilnya? Bukannya kalian nggak pernah 'itu' lagi?"
Spontan Lauren menghentikan kunyahannya, menatap Anggi dengan wajah yang seketika berubah menjadi murung.
"Gue ... juga takut ka--"
"Lo nyembunyiin apa dari gue?!" Anggi duduk di atas ranjang Lauren menatap sahabatnya itu dengan wajah serius. "Ceritain!"
"Sebenarnya ...."
Anggi mendengarkan dengan jelas saat Lauren menceritakan kejadian beberapa minggu sebelum UN. Kejadian yang sangat membekas diingatannya. .
Air mata Lauren kembali menetes, mengingat peristiwa itu. Namun, bagaimana juga sekarang semuanya sudah berbeda. Lauren juga tidak dapat terus-terusan marah pada orang yang bahkan sekarang sudah tiada.
Anggi tak dapat menahan keterkejutannya saat mendengar itu semua.
"Malamnya Largas lembut sama gue, dia ngelakuinnya beda. Dia nggak kasar lagi, katanya mau ngehilangin bekas Zeon. Tapi gue tetap takut, kalo ini bukan an--"
"Sstt ... udah jangan dianjutin lagi, lo harus yakin kalo ini emang anaknya Largas, Ren." Anggi memeluk tubuh Lauren yang terlihat bergetar menahan tangis.
"Tapi, kalo ini buk--"
"Berhenti ngomong aneh Ren, lo harus nerima anak ini." Lauren hanya mengangguk dan menatap ke arah Anggi yang menggusap air matanya.
"Maaf ya, udah buat lo ngingat kejadian yang seharusnya udah lo lupain."
"Gak papa, Ngi. Seharusnya gue yang minta maaf nyembunyiin ini dari lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho But Love? [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Sudah Revisi✔ Warning ⚠ Cerita ini mengandung romance, bahasa kasar, kekerasan, humor dan baper. ••• Laurenia Mikaela, tidak menyangka apabila pertemuan yang begitu singkat malah membuatnya terjebak dalam kehidupan seorang...