Aku menatap sebuah ruangan yang bertulisan Ruang ICU 05. Ibu bilang bahwa ia di rawat diruang ini. Dengan bantuan alat kursi roda ibu membantuku menuju ruang dimana Zaki ditempatkan.
Aku masih tak percaya dengan semua ini, rasanya seperti mimpi. Aku merasa tidak sanggup jika harus menerima kenyataan ini, jujur aku senang bisa bertemu dengannya namun aku juga sedih jika harus bertemu dengannya dalam kondisi yang seperti ini.
Aku tak berani memasuki ruangan itu, namun diri ini sangat penasaran, apakah itu benar-benar Zaki? Laki-laki yang ku rindukan selama 2 tahun silam.
Mau tak mau aku harus memasuki ruangan tersebut. Detak jantungku rasanya sudah tak bisa terkontrol lagi, nafasku sangat sulit ku hembuskan jujur saja aku sangat takut, takut jika benar ialah yang berada di dalam.
Ceklek, perlahan tapi pasti.
Aku berhasil memasukinya, ku lihat seorang laki-laki sedang berbaring pasrah dengan mata yang terpejam, beberapa selang infus memenuhi tubuhnya, kakinya yang terperban berhasil membuat dadaku sesak. Air mataku mengalir tanpa jeda.Aku mencoba mendekatinya namun ibu menahannya, aku menatap wajah ibu dengan teduh "Aku mohon, aku akan baik-baik saja" ucapku. Setalah meyakinkan ibu, kami mendekat kearah laki-laki itu. Benar, itu adalah Zaki, rasanya sangat hancur melihatnya tak berdaya seperti ini.
"Hai" ucapku berusaha tersenyum meski air mata sudah tak bisa ku tahan, ibu mengusap punggungku lembut. "Aku Sea, apakah dirimu sudah ingat padaku" sulit sekali rasanya menerima ini semua. Aku tidak masalah jika dia sudah melupakanku akibat amnesia yang menimpahnya 2 tahun yang lalu, yang membuat hubungan kami harus berakhir dengan tidak semestinya, namun melihatnya terbaring lemah seperti ini, hatiku benar-benar sangat sakit.
"Aku mohon buka matamu, aku ingin melihatmu membuka mata, tak apa jika kau akan marah padaku seperti terakhir kita berjumpa, tak apa, asal kau membuka matamu" isak tangisku benar-benar tak bisa ku tahan lagi, aku meraih tangannya yang kini terpasang selang infus. Dingin itu yang ku rasakan saat menggenggamnya
"Zaki, jangan membuatku semakin terluka, tolong buka matamu, aku mohon, tak apa jika aku harus melihatmu dari kejauhan, aku mohon buka matamu"
"Sudah Sea, ayo biarkan dia istirahat, kita doakan saja semoga tuhan memberikan kesembuhan untuknya" Aku mengangguk mengerti, sebelum meninggalkan ruangan ini, aku mencium lembut jemarinya. Aku benar-benar rindu pada sosokmu Zaki.
Setelah 2 tahun lamanya aku sudah tidak lagi menatapnya sedekat ini, benar-benar aku sangat merindukannya.
"Ayo Sea" Aku melepaskan tautan antara ku dan Zaki, ketika hendak memutar arah kursi rodaku, kami mendengar suara Zaki yang bergumam menyebut nama yang ia berikan untukku. Entah keajaiban apa aku benar-benar senang, ia masih mengingat panggilan itu.
"Gem-bul"
Tanpa aku sadari buliran air berhasil mentes dari mataku, dengan cepat ibuku menekan tombol darurat, tak lama pun dokter dan perawat datang.
"Silahkan tunggu di luar, kami akan memeriksa pasien" ucap salah satu perawat dan kamipun menunggu di depan pintu. Aku tak berhenti berdoa untuk kesadarannya, semoga tuhan memberikan kesembuhan padanya.