Untuk, istriku.
Gaia Shatara Bayuni.Ya, apa kabar?
Sudah lama sejak terakhir kali aku berkirim surat padamu. Tadinya aku ingin menceritakan mengenai rasa makanan yang aku coba pada kelana itu. Tetapi aku urungkan, sebab tiba-tiba aku dihantam berbagai kesibukan.Saking terlalu sibuknya, aku bahkan tidak mampu untuk menikmati hembusan napasku sendiri. Aku seperti tengah dikejar-kejar oleh sesuatu, yang tak ku mengerti. Banyak yang bilang kesibukan ini baik untukku, Ya. Katanya, aku menjadi tidak punya waktu untuk terus-terusan tenggelam dalam rasa sedih dan dukaku. Namun, ini juga membuatku lelah, Ya. Hatiku masih terlampau lemah kala ditempa secara tiba-tiba begini.
Aku juga meminta maaf karena sudah lama tidak mengunjungi makam kamu. Tetapi syukurnya ada Pak Maman, yang setia mengirim foto makam kamu setiap Jumat pagi. Aku lega sekali, Ya, menerima banyak pertolongan dan kebaikan dari manusia lain. Itu sangat membantu meringankan apa yang aku rasa berat belakangan ini.
Aku menulis surat ini di dalam ruangan jaga, bersama beberapa rekanku yang tengah melakukan panggilan video dengan orang terkasih mereka. Sudah sekitar satu bulan lamanya kami semua memilih untuk tidak pulang. Berjaga di tempat ini, menghadapi sebuah pandemi. Iya, Ya, pandemi tengah menyelimuti bumi.
Makanya tadi aku bilang, aku merasa sangat lelah sekali. Bukan hanya ragaku yang kelelahan, tetapi juga pikiran serta hati. Sudah satu bulan lebih aku berjibaku di rumah sakit tempatku bekerja, mencoba memberikan yang terbaik dari usahaku, tetapi kematian demi kematian yang justru menjadi balasannya.
Sekalipun aku ini seorang dokter, kematian manusia lain tidak pernah menjadi hal yang dapat diwajarkan atau dibiasakan. Bagiku memang mereka hanya pasien, tetapi bagi yang terkasih, pasien itu serupa pelita kehidupan. Figur dunianya mereka yang tak akan pernah dapat dilengserkan kedudukannya. Ditambah lagi, luka hati akibat kehilangan saat harus terpisah oleh maut meski sudah terpatri dalam suratan takdir kehidupan, nyatanya tetap sukar disembuhkan. Refleksi kemalangan yang menimpa diriku, rasanya kembali setiap waktu.
Berbagai kisah silih berganti memberi tambahan warna dalam bencana ini. Yang paling mengkhawatirkan adalah, kelangkaan APD. Kami semua berlakon seperti pahlawan yang kehilangan kostum terbaiknya. Meski dengan berbagai resiko berskala tinggi yang mengikuti derap langkah kami, semuanya tetap harus berjalan di jalurnya, mencoba memenuhi setiap janji yang pernah diikrarkan.
Harapan silih berganti dirapalkan, air mata tak selalu dapat dialihkan, kelelahan dan kantuk tak selamanya berhak untuk ditahan. Sedih dan pedih menyapa silih berganti, setiap harinya. Pujian keagungan pada Pencipta seolah menjadi satu-satunya buku harian guna salurkan segala rupa perasaan. Namun, Ya, kami memilih jalan yang sama, melanjutkan perjuangan. Mencoba mencari kepingan bahagia dalam gerahnya APD, merayakan tiap-tiap perasaan pemantik sukacita, agar tercipta sebuah suasana yang tak melulu nestapa. Kami diminta bahagia, meski tidak. Sebarkan semangat, meski sukar. Pijarkan cahaya kehidupan mereka yang hampir padam, meski diri sendiri meringkih setiap malam.
Pasien silih berganti terbaring di ranjang UGD. Dokter yang kelelahan tetap dengan sigap tangani tiap-tiap raga yang kesakitan. Petugas rumah sakit yang lain juga turut kewalahan, sebagian ada yang mencoba untuk menjaga agar kondisi tetap steril. Kami semua saling menjaga, seolah saling menguatkan dalam pejar kilatan mata, berbagi semangat yang ala kadarnya.
Dengan kilatan mata yang pancarkan sinyal pengharapan, setiap pasien yang kami tangani ingin dapat kembali pulang ke rumahnya, kembali bertemu dengan keluarga mereka. Kami juga sama, ingin merayakan perasaan yang sudah membukit membentuk suatu fenomena yang sukar untuk diumumkan, kerinduan ini menjelma suatu palung lumayan dalam yang nampak ingin segera disayembarakan. Perjumpaan dengan keluarga dalam keadaan sehat ibarat sebuah hadiah yang tak henti-hentinya untuk didoakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT INI TANPA ALAMAT
Krótkie OpowiadaniaJika kamu temukan surat ini mengawang di antara awan-awan, tersenyumlah. Surat cinta ini ternyata tidak salah tempat. Pengirimnya, Gaharu. Start: 8-12-2020 Finish: 8-01-2021