-agapi-
Suara ledakan beserta gemuruh ricuh mengundang perhatian rakyat di sekitar Kerajaan Hierscht. Asap tebal mulai mengepul bersama api yang terus membara di bagian Barat. Jeritan-jeritan mengalun, menusuk telinga. Langkah kaki terdengar begitu terburu, berlari guna menyelamatkan diri dari kobaran api yang semakin lama semakin membesar melalap bangunan kokoh yang sudah ada beratus-ratus tahun.
Di dalam sana, ketika semua orang sudah berhasil menyelamatkan diri, seorang gadis dengan gaun khas bangsawan masih mengedarkan pandangan, mencari seorang pria bersurai perak yang keadaannya sangat ia khawatirkan sekarang. Sesekali terbatuk, namun tetap tak peduli kala kobaran api mulai mendekatinya, menyisakan hawa panas yang dapat membuat dirinya terbakar hangus jika salah melangkah. Ia berusaha mengeluarkan sihirnya yang berakhir gagal karena ia sudah menggunakan seluruh mana yang ia miliki untuk membantu orang-orang keluar dari bangunan itu.
Berdecak kesal, semua emosi dalam dirinya yang sudah ia tahan sejak tadi membuncah ketika melihat sekilas sosok yang ia cari tengah diseret dalam keadaan tak sadarkan diri oleh dua orang pria berbadan cukup besar berjubah hitam. Ia berlari cepat, berusaha mengejar, namun terhambat ketika bangunan tersebut mulai rubuh dan nyaris menimpanya.
"Yang Mulia!" teriaknya frustasi, air matanya mulai bercucuran.
Puluhan panah mulai meluncur masuk ke dalam istana, salah satunya berhasil menggores lengannya. Namun ia tetap melangkah, tak peduli pada keadaan dirinya sendiri. Satu hal yang ia pikirkan adalah menyelamatkan seseorang yang berharga untuknya. Menyelamatkan seseorang yang sangat ia cintai. Ia sudah berjanji, dan janji yang ia buat harus ia tepati. Apapun yang terjadi.
Bau daging hangus mulai menusuk indra penciumannya. Matanya dapat melihat beberapa pengawal istana yang tak sempat melarikan diri sudah meregang nyawa, mati, hangus terbakar dilalap api yang entah datang dari mana. Di sini ia sama saja dengan mereka, seolah mengorbannya nyawa. Intuisinya berbisik, meyakinkannya untuk tetap maju melawan para penyusup itu.
"Duke dan Duchess ada di dalam!"
Mengabaikan teriakan di luar sana, ia berusaha menghindari api, mencari jalan yang akan membawanya keluar untuk menemukan pria yang ia lihat beberapa saat lalu. Tapi yang ia lakukan sekarang berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya, kakinya melangkah membawanya ke depan sebuah ruangan dengan pintu kayu tinggi yang sudah terbakar setengahnya. Entah mengapa, ia merasakan ada sesuatu atau mungkin seseorang di dalam sana. Mencoba mendorongnya perlahan, ia meringis ketika bahunya tertimpa potongan kayu yang terbakar, meninggalkan luka yang cukup besar hingga bahunya memerah dan terasa sangat panas.
"Sial, ini terkunci."
Ia menendang pintu itu dengan keras, berlari ke dalam dengan napas terengah. Mengedarkan pandanganm, mencari sosok berambut perak yang ia cari sedari tadi. Matanya membulat lebar. Tidak. Ia tak menemukannya. Yang ia temukan adalah seorang laki-laki tinggi berambut cokelat pekat yang sangat ia kenali, terbaring tak sadarkan diri dengan keadaan bahu bersimbah darah.
"Bagaimana bisa kau ada di sini?" tanyanya sambil berusaha mengangkat tubuh laki-laki itu. Matanya masih mencari keberadaan pria berambut perak yang ia cari, namun ia tak menemukan sedikitpun tanda di mana pria itu berada.
Melangkah dengan susah payah, mengalungkan lengan laki-laki yang ia selamatkan pada bahunya, dan berjalan terseok-seok, ia sedikit meringis ketika mengenai lukanya yang terkena potongan kayu tadi. Bangunan itu sudah mulai rubuh, dadanya mulai sesak karena terus-menerus menghirup asap.
"Bangunlah," katanya pelan sambil sesekali menepuk pipi laki-laki dalam rangkulannya.
Tak ada jawaban. Akhirnya, ia memutuskan untuk membawa laki-laki itu keluar terlebih dahulu. Meyakini dirinya sendiri bahwa mungkin ia masih bisa menyelamatkan pria pemilik rambut perak itu setelah memastikan laki-laki yang ditolongnya berada di tempat yang aman. Karena biar bagaimana pun, keduanya sangat penting baginya.
Sebuah kayu ambruk begitu saja tepat di depannya. Gadis itu menghela napas, merasa bersyukur ia sempat berhenti. Jika tidak, mungkin nyawanya sudah melayang bersama seseorang yang ia tolong sekarang.
Masih cukup jauh untuk keluar dari bangunan ini. Api semakin membesar dan menghalangi jalannya hingga ia harus memutar dan mencari jalan lain dengan keadaan membawa beban yang cukup berat. Kepalanya sudah berat, dadanya terasa sakit dan sesak. Sudah tak bisa dihitung berapa kali ia terbatuk hingga menarik napas pun rasanya sangat berat.
Tinggal beberapa langkah lagi untuk keluar dari istana, namun kakinya sudah tak lagi bertenaga. Sempat melihat sosok yang ia cari ada di depannya, dengan sebuah pedang di yang menempel di lehernya, gadis itu berteriak memanggil namanya berulang kali, sebelum ia terjatuh dan kehilangan kesadaran tepat saat pedang itu memenggal leher pria yang ia cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Snowdrops [REVISI]
Ficción histórica"Apakah cinta bisa berubah, Jake?" -Eira Wynter "Cinta itu sebuah janji sehidup semati. Kau mengatakannya ketika hidup dan merasakannya sampai mati." -Jake Garnet "Ibu, apa mencintainya adalah sebuah kesalahan?" -Sylvester Xheímonas Berbeda. Keduany...