Pria dibelakang Five menodongkan senapannya, terlihat sangat dekat dengan kepalanya.
"Oke. Mari semua profesional, ya? Berdiri dan ikut dengan kami. Mereka ingin bicara." Katanya.
"Tak ada yang ingin kubicarakan," Five menatap cangkir kopinya dengan santai.
"Tak harus seperti ini. Berpikir ingin menembak anak kecil? Pulanglah dengan kata hatiku." Aku tau, apapun yang sedang terjadi, Five tidak akan menyerah begitu saja.
"Aku takkan khawatir tentang itu," Five menoleh kearah pria yang ia ajak bicara. "Kau takkan pulang."
Aku meminum habis susuku, tepat setelah dentingan gelas ku dan permukan meja, Five melompat dan mengangkat ku kebalik meja bar. "Tunggu disini," Lalu suara tembakkan langsung terdengar.
Lampu-lampu mulai redup, menyala seolah lampu diskotik yang menyala lalu mati, kemudian melakukan hal yang sama.
Aku melirik sedikit keatas meja, Five tidur miring diatas meja didepanku, "Hei, assholes!" Lalu tembakan mulai terdengar lagi, menghancurkan apapun yang ada di hadapan mereka.
Five kini membawaku keluar toko, "diam, jangan kemana-mana atau berusaha masuk kesana lagi." Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, ia sudah pergi menghilang dari hadapanku.
Aku mendengus kesal dan menghentakkan kakiku dengan keras, berjalan mendekati toko donat itu. Aku membuka pintu, terkejut dengan apa yang terjadi, tak ada 1 menit kurasa, sekelompok pria tadi telah tumbang dan darah berceceran dimana-mana.
Five menoleh kearahku, "sudah kubilang tunggu diluar bodoh." Dia berjalan dan kembali duduk ditempat semula, mengambil pisau dan menusukkannya pada lengan kanannya. Aku meringis ngeri melihat itu, "apa yang kau lakukan?!"
Ia tak menjawab, justru mengorek lengannya yang telah dirobek mencapai daging, ia mengeluarkan sebuah kapsul kecil berlampu hijau kedip-kedip.
"Apa itu?" Ia belum berniat menjawabku sama sekali.
Five menarik tanganku, "ayo kita pergi dari sini."
***
Five mengajakku ke sebuah apartemen. Ia menggandengku lalu melakukan loncatan spasialnya, seketika kami berada disebuah ruangan.
"Wow, Five. Kau tau memasuki apartemen seseorang tanpa izin itu ilegal 'kan?" Dia justru duduk santai diatas sofa.
Aku berkeliling mencari kotak P3K, mengingat luka dilengan kanan Five yang disebabkan dirinya sendiri. Aku hanya menemukan laci berisi obat-obatan di kamar mandi.
"Kau tau mengambil barang orang lain tanpa izin itu ilegal 'kan?" Katanya seolah meniruku tadi.
Aku menghiraukannya, bertepatan dengan Vanya yang telah duduk diatas sofa. Aku kembali dengan kapas, alkohol kain kasa dan juga perban ditanganku. "Oh! Vanya, maaf aku mengambilnya tanpa...seizinmu, Five membutuhkannya," kataku sambil memperlihatkan barang yang kuambil. Vanya mengangguk.
Aku berlutut dihadapannya, "kemarikan tanganmu." Tanpa basa-basi ia melakukan hal yang kukatakan.
Aku menggulung keatas lengan bajunya, membuka kain putih yang melilit, menampakkan luka yang cukup dalam. Aku membersihkan darah kering yang ada.
"Kenapa kau kemari?" Kata Vanya, aku masih membersihkan darah kering Five.
"Aku berpikir kau satu-satunya yang dapat kupercaya." Aku mendongak menatap Five.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [Five x Reader]
Fanfiction[DISCONTINUED] 44 bayi lahir secara minterius, dan 8 diantaranya diadopsi oleh milyuner eksentrik, Reginal Hagreeves. Masing-masing bayi mempunyai kekuatan tersendiri, termasuk (Name). (Name) Hagreeves adalah anak kedelapan yang diadopsi. Suatu kej...