Marco-Masalah

3.5K 317 51
                                    

Motor classic yang dikendarai Marco membelah jalanan ibu kota dengan kecepatan sedang. Jika saja dirinya sendirian, jarum speedometer bisa berada di angka hampir seratus kilo meter per jam. Ada ibu hamil yang harus dia jaga keamanannya. Yah, Yolan berada tepat dibelakang. Memeluk erat tubuh Marco setelah dipaksa. Dagunya berada pada pundak Marco yang sesekali melirik wajah ceria Yolan dari spion. Belum pernah mereka seperti ini, berkendara menggunakan motor menyusuri kota Jakarta. Lebih tepatnya Yolan yang tidak pernah mau menerima ajakan Marco untuk sekedar berkeliling dengan motor kesayangannya.

"Kamu bilang apa ke mama?" Tanya Marco saat mereka berhenti di lampu merah, sambil kedua tangannya tak bisa diam. Entah sekedar mengelus lutut Yolan, atau meremas pelan kaki wanitanya.

"Aku bilang pergi sebentar ke rumah sakit antar undangan." Jawab Yolan, semakin merapatkan duduknya.

"Terus?" Lanjut Marco penasaran.

"Ya udah langsung pergi. Apa lagi?"

"Mama nggak tanya kamu pergi sama siapa?" Marco masih belum puas.

"Palingan juga udah tahu aku pergi sama siapa." Marco mengangguk, mengambil tangan Yolan dan menggengamnya sambil menunggu lampu berubah hijau. Tiba-tiba ide jahil melintas di kepalanya. Perlahan tangan Yolan diarahkan ke area vital Marco. Refleks, Yolan menarik cepat tangannya dan mencubit keras perut prianya. Bukannya meringis kesakitan, Marco malah tertawa terbahak-bahak hingga beberapa pengendara menoleh pada mereka berdua.

Begitu lampu hijau, Marco kembali memacu kendaraannya menuju rumah sakit tempat dia bekerja bersama Yolan dulu. Rencananya, mereka akan memberikan undangan pada direktur serta Saga dan Marly. Sebenarnya bisa saja mereka mengambil sendiri, atau lewat undangan digital. Dasarnya Yolan saja yang mencari alasan agar bisa bersama Marco.

Memasuki parkiran rumah sakit, keduanya segera turun dari atas motor. Marco terlebih dahulu membantu melepaskan helm Yolan, baru kemudian miliknya. Keduanya berjalan sambil Yolan memeluk sebelah lengan Marco.

Seketika memori Marco kembali ke beberapa bulan silam. Berjalan berduaan saja Yolan enggan, apalagi bergandengan seperti ini dan dilihat banyak pasang mata? Sungguh hidupnya berubah begitu cepat. Dan, dia bahagia lebih dari sebelumnya. Diliriknya Yolan yang terlihat antusias. Hampir sebulan dia belum memginjakkan kaki di rumah sakit ini, tempatnya pertama kali bekerja. Semua rekan kerjanya sudah menjadi keluarganya selama ini.

Marco tersenyum dan mengacak lembut rambut Yolan yang sudah tidak sabar bertemu teman-temannya. Benar saja, begitu bertemu rekan kerjanya dulu-terutama asisten Yolan-, suara-suara tinggi memekakkan telinga segera terdengar. Marco bahkan harus menutup telinganya.

Selesai melepas rindu, Yolan dan Marco menuju ruang direktur, dokter Sondang. Meski belum percaya jika kedua nya akan menikah meski sudah melihat undang, namun tetap memberikan sebuah nasehat tentang menjalani sebuah pernikahan.

"Pernikahan bukan akhir dari hidup bahagia. Masih cukup panjang waktunya, dan, buatlah setiap hari kebahagian kalian sendiri." Ucap dokter dan diangguki keduanya.
***
"Lan, aku ke toilet bentar." Ucap Marco begitu dalam lift.

"Aku tunggu di ruangan Saga." Jawab Yolan dan direspon Marco dengan sebuah anggukan tanda setuju. Lift berhenti di lantai satu. Bersamaan dengan pintu yang terbuka, Marco mencuri sebuah ciuman di bibir Yolan. Belum sempat Yolan protes, Marco berlari duluan ketika pintu lift terbuka lebar. Untung hanya mereka berdua yang ada di dalam lift. Sambil menggerutu, wanita itu berjalan ke ruangan Saga.

"Kosong?" Gumamnya tak mendapati keberadaan sahabatnya. Yolan mengambil ponsel dan menekan speed dial nomor tiga. Nomor Saga.

"Lo di mana?" Tanya Yolan begitu Saga menjawab panggilannya.

Side Story of Are We Getting Married Yet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang