Bara bersidekap melihat interaksi asing di sofa. Ada tubuh mungil putranya yang sedang terduduk dan fokus ke arah layar LCD besar yang memperlihatkan acara kartun kesayangannya. Sedangkan di sebelah putranya ada Ratna yang terlihat cekatan menyuapi putranya.
Terkadang gadis itu akan mengajak Arsya bicara ketika kepala mungil itu menggeleng menolak suapan.
"Arsya harus makan bayam yang banyak biar bisa kayak popi."
Balita usia 3 tahun itu terlihat menatap Ratna dengan heran.
"Popi itu apa Mba Latna?"
"Popi itu kartun yang sedang Den Arsya tonton. Popii."
Ratna mengangkat sebelah tangannya dan memperlihatkan otot krempeng tangannya. Sontak membuat bocah menggemaskan itu terlihat tertawa.
"Mba latna lucu. Itu bukan popi tapi popay mba."
Anak jaman sekarang lebih pintar dari anak jaman dulu. Ratna tidak percaya bahwa ingatan balita ini lebih pintar darinya. Dari aksen bicara saja seusia Arsya sudah sangat bisa di pahami. Ratna kira popay itu di bacanya popi seperti bahasa inggris yang suka ia dengar saat anak tetangganya ulang tahun. Hepi bertdey tuyul.
Kan tulisan yang asli happy bukan hepi, jadi Ratna pikir Popay di bacanya popi. Kan kartun itu buatan luar negeri. Tetapi ternyata dia salah toh.
Ratna nyengir kuda, merasa malu dengan ucapannya sendiri. "Hehe maksud Mba Ratna juga itu. Popay, lidah mba keseleo tadi," kilah Ratna tidak mau terlihat memalukan.
Bara yang melihat interaksi itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Apa keputusannya benar dengan memperkerjakan Ratna di sini? Apa itu tidak akan berimbas pada mental anaknya. Bara takut jika anaknya akan tertular virus bodoh gadis seperti Ratna.
Bara berjalan Perlahan menghampiri putranya. Dan duduk di sebelah Arsya. Kini Arsya di apit tubuh Ratna dan juga Bara.
"Lagi nonton apa Boy?"
Arsya langsung melirik Bara. Terlihat antusias menjelaskan tontonannya.
"Nonton popay Pah. Tapi Mba Latna panggil popay itu popi."
Bara mengusap kepala Arsya sayang. "Jangan didengar ya. Mba Ratna hanya salah sebut."
"Iya Den Mba hanya salah sebut tadi."
Bara kini melirik Ratna dan mangkuk yang ada ditangan gadis itu terlihat kosong.
"Makanan Arsya sudah habis?"
"Sudah Tuan tanpa sisa."
Bara mengangguk puas.
"Bagus. Sekarang tolong buatkan aku kopi."
Ratna segera bangkit dari sofa. Berniat langsung membuat minuman yang di pesan Bara.
"Baik Tuan. Akan saya buatkan," ucap Ratna semangat.
"Gulanya 2 sendok teh."
Ratna terdiam, lagi-lagi suara Bara terdengar menginterupsi, detik kemudian Ratna mengangguk dengan senyuman. "Baik Tuan."
Bara menatap punggung kecil itu yang terlihat berjalan tergesa ke arah dapur. Sudah semingu ini Ratna kembali bekerja dan semua pekerjaannya terlihat lebih baik dari sebelumnya. Gadis itu terlihat sangat tekun bahkan di setiap ruangan ia tidak menemukan debu sedikit pun yang menempel. Dan Arsya juga terlihat cocok dengan Ratna. Balita itu tidak rewel seperti biasa ketika ia mengenalkan pada orang asing.
Dan itu Bagus.
Ada kemajuan besar untuk Ratna setelah seminggu bekerja lagi di sini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)
Roman d'amourHasrat yang dulunya mati kini bangkit kembali setelah kedatangan gadis belia berusia 18 tahun itu. Gadis yang sedang membantu perekonomian keluarga dengan bekerja sebagai pembantu di rumah seorang duda tampan dan dijadikan pelampiasan hasrat terpend...