Happy reading💜
Pencarian dilanjutkan pagi hari, Gita bahkan tak memakan sarapan yang telah dihidangkan walau hanya sesuap. Dia langsung mendesak untuk cepat-cepat pergi ke lokasi di mana kecelakaan Allea terjadi.
“Ayok cepetan Pah,” desak Gita sambil berjalan cepat keluar rumah.
“Mah, apa nggak sebaiknya Mamah istirahat dulu. Semalaman Mamah nangis terus, bahkan nggak tidur sampai pagi.”
“Papah nggak pernah tau rasanya jadi seorang Ibu yang kehilangan anaknya. Mamah takut Lea nggak bisa ditemuin Pah, tolong ngerti hiks.”
Tubuhnya langsung direngkuh erat oleh Danu. Menangis kencang sambil meremas lengan suaminya melampiaskan kesedihannya yang tak bisa ia tahan lagi.
“Ya udah, kita ke sana sekarang, ya? Yumna! Papah mau berangkat,” teriaknya memanggil Yumna.
Tak lama Yumna turun sambil membawa dua buah boneka beruang miliknya dan milik Allea dulu. Dia ingat betul kakaknya pernah bilang ‘Peluk boneka ini ya dek kalau kakak lagi jauh dari kamu, kakak pasti bisa rasain pelukan kamu walau hanya dengan perantara boneka ini.’
“Yumna, ayok.” Yumna membalas dengan anggukan lalu mulai melangkahkan kakinya menuju ke halaman rumah.
***
Seva kini mengurung dirinya di kamar tanpa ada seorang pun yang ia biarkan untuk masuk. Bisa dibilang dia trauma akan kejadian kemarin sekaligus merasa bersalah akan kejadian yang menimpa Allea.
“Seva! Seva buka pintunya, ini gue Qila. Lo mau ikut cari Lea, nggak?” teriak Aqila dari luar kamar Seva.
Tatapannya masih setia ke arah balkon yang ceria karena terpancar sinar fajar. Cuaca hari ini memang cerah, namun berbeda dengan cuaca hati Seva yang bahkan tak ingin tersenyum walau hanya sedikit.
“Seva!”
Kepalanya ia torehkan ke arah pintu, tatapannya perlahan terisi. Seva mulai bangkit dari duduknya dan membukakan pintu untuk Aqila.
Ceklek!
“Seva, dari mana aja sih lo. Lo nggak boleh kayak gini, ini semua udah tertulis dalam takdir Lea.”
“Tapi semua ini gara-gara gue, kan?” lirih Seva meneteskan air matanya.
Aqila menggeleng, memegang bahu Seva seolah dia sedang menyalurkan kekuatan agar Seva berhenti untuk menyalahkan dirinya sendiri.
“Gue udah bilang berapa kali Sev, semua ini bukan salah lo.”
“Nggak Qil, semua ini salah gue.”
Aqila menghela napas pasrah, tak lama setelah itu Seva berbalik melangkahkan kakinya menggapai sebuah pigura yang terletak di atas nakasnya. Ia terduduk di bibir ranjang diikuti oleh Aqila.
“Lo liat foto ini, kan? Di sini kita keliatan bahagia banget. Lihat senyum Lea, dia tertawa lepas. Kini? Gara-gara gue, kita nggak bisa lagi liat senyum Lea. Semua hancur! HANCUR!”
Prang!
Pigura tadi terlempar hingga kaca bingkainya pecah, Seva mengacak rambutnya kasar. Dengan sigap Aqila langsung mendekap tubuh Seva, kini mereka berdua menangis. Terlebih lagi Seva, dia bertingkah seperti dialah yang telah mencelakai Allea.
“Lo nggak boleh gitu, Lea kita pasti selamat. Sekarang lo mau ikut gue?” tanya Qila.
“Ke mana?”
“Ke tempat di mana Allea sedang dicari.”
Seva terdiam sejenak, ingatannya kembali berputar. Haruskah dia ikut dengan Aqila untuk mencari Allea? Tapi dirinya bahkan tak sanggup melihat jembatan yang kemarin dilalui dengan canda tawa, tetapi kini menjadi sebuah ketakutan untuk Seva sendiri. Kalau pun dia tak ikut, sahabat macam apa dia. Akhirnya Seva pun mengiyakan tawaran Aqila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You L!
Teen FictionIni kisah hidupku, yang harus dihadapkan dengan sebuah pengorbanan. Di mana aku dipertemukan dengan seseorang yang datang seperti pangeran di cerita dongeng. "Terima kasih L!" Napasku hingga detik ini adalah karena kehendak Tuhan dengan dia sebag...