Dihukum

30 9 4
                                    

Krek

Bara melirik Alea tajam, suara botol yang terinjak nyaring terdengar di antara keduanya. Alea yang menyadari situasi ini hanya menyengir kuda

"Nggak sengaja"

Keduanya sekarang sedang berada di pagar belakang sekolah bersembunyi di bawah pohon mangga rindang menghindari kejaran satpam yang akan membawanya pada hukuman. Bara terus mengawasi sekitaran saat mulai aman dia melirik Alea yang sedang menengok kesana kemari.

"Naik"

"Naik ke sana? Nggak ada tangga susah pagarnya tinggi" Ucap Alea memelankan nada suaranya.

Bara menunjuk salah satu dahan yang dekat dengan pagar lalu berjongkok dan menepukkan tangannya di bahu "naik" ucapnya lagi.

"Nanti kalau jatoh gimana? Aku kan berat"

"Gue bilang naik ya naik" Bara memutar bola matanya malas, kalau saja tidak ada segerombolan laki-laki yang berada di warung belakang sudah Bara tinggal kan saja Alea. Tapi dari tadi segerombolan itu terus melirik ke arah rok Alea.

"Okey, aku naik tapi jangan ngintip!" Peringat Alea.

"Iya gak usah bacot!"

Alea dengan cepat naik memanjat kepada satu dahan dan dengan segera ia melompat kebawah dengan sempurna. "Aku udah di bawah"

Bara dengan segera mungkin memanjat dan turun tapi sayangnya dia tidak mendarat dengan sempurna.

Krek

Sekarang terbalik Bara yang menginjak salah satu botol yang suaranya nyaring, Alea melototkan matanya dan beralih menatap Bara kesal.

"HEH KALIAN!"

Damn! Suara satpam kini memergoki keduanya Bara segera  menarik lengan Alea, Alea yang sadar hanya bisa membeku hatinya menghangat seketika Alea berharap genggaman ini bertahan lama. Dan sekali lagi bolehkah Alea berharap?

Bara, cowok itu membelokkan tubuhnya di sebuah tikungan dan menyembuhkan tubuhnya di belakang tong sampah besar begitu juga dengan Alea. Tangan Bara masih belum lepas dari Alea yang membuat jantung gadis itu dari tadi terus berdegup dengan kencang.

"Haduh haduh cepet banget tuh anak-anak cape saya ngejarnya" Ujar pak satpam ngos-ngosan, ia kembali berlari ke arah depan.

Bara menghela nafas lega, matanya beralih menatap tangannya yang masih menggenggam tangan Alea dengan segera ia melepaskannya lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Alea.

Deru nafas Bara kini sangat dekat dengan Alea membuat gadis itu semakin membeku, "k-kenapa?"

Bara tidak menjawab ia semakin mendekat, membuat Alea memejamkan matanya

"Lo jelek banget"

Setelah mengatakan itu Bara segera bangkit, sedangkan Alea gadis itu hanya diam dia kira Bara akan mengatakan sesuatu yang sudah lama ia dengar ternyata dia hanya mengatakan apa yang selalu saja ia katakan pada dirinya.

"Kalian lagi ngapain?" Terdengar suara wanita paruh baya pelan tapi sangat berefek bagi keduanya. Guru piket.

"Kalau telatmah telat aja, ikut saya!" Perintahnya.

Gagal sudah usaha keduanya. Keduanya berjalan mengekor di belakang Ibu Kinan, Alea sudah menduganya tempat yang tertuju adalah lapangan.

"Hormat sampai jam ke 3"

"Lama" desis Alea pelan.

"Oh yaudah habis pulang jangan lupa bersihkan wc juga" Tambah bu Kinan dan pergi begitu saja.

Bara segera melihat wajah Alea dengan kesal, dasar gadis bodoh merepotkan orang saja!

"Minggir, jangan deket-deket!" Bara mendorong tubuh Alea agar jauh darinya yang membuat Alea kehilangan keseimbangan tapi seseorang berhasil menangkap tubuh Alea.

"Lo bisa lembut dikit gak si sama cewe?!" Ujarnya emosi.

Bara hanya diam berjalan meninggalkan keduanya, tidak perduli apapun yang akan di katakan Ardan. Ardan Siregar cowok yang umurnya lebih tua satu tahun dari Alea dan Bara, Ardan memang kerap sekali mendekati Alea yang memang menyukai gadis itu. Bahkan dimata Ardan tidak ada yang menarik selain Alea.

"Aku gapapa ko Kak, makasih ya" Alea tersenyum, yang dibalas tatapan sendu oleh Ardan.

"Iya. Kalau dia nyakitin lo bilang aja ke gue, gue bakal hajar dia sampe tau yang namanya batasan".

Alea mengangguk canggung "Kalo gitu gue duluan ya Kak"

Ardan mengangguk membiarkan tubuh kecil Alea menjauh darinya mendekat ke arah Bara yang sudah berdiri dengan sangat tegap menghadap tiang bendera, Alea mensejajarkan barisnya dengan Bara hanya saja ia memberi jarak satu langkah akan teringat apa yang Bara bilang tadi.

Tiga puluh menit berlalu tubuh keduanya masih berdiri di bawah sinar matahari yang mulai terik, tapi sekarang Alea mulai merasakan pening keringat bercucuran di kepalanya dengan perut yang kesakitan karena ia tidak sarapan tadi pagi.

"Bara, ini boleh ke UKS nggak ya?" Tanyanya dengan suara rendah.

"Bara?"

"Kepala aku pusing Bar"

"Bara?"

Tidak ada dari Bara jawaban selama lima menit, Alea yang sudah tidak bisa lagi menopang tubuhnya akhirnya ambruk begitu saja. Bara yang sadar akan hal itu hanya diam tidak bergerak sama sekali ia membiarkan Alea tergeletak di lantai lapangan begitu saja, mau dia kesakitan dan apapun itu Bara tetap tidak perduli.

"ALEA" teriak lelaki yang memakai kacamata, dia berlari ke arah Alea dengan cepat.

"Brengsek" Umpatnya pada Bara.

"Lea bangun"

****

Cahaya mulai masuk ke indra penglihatan Alea, bau wewangian obat mulai menyengat di hidung gadis itu dan yang pertama kali ia lihat adalah roti coklat dengan sebotol air putih di nakas.

"Kamu udah sadar?" Tanya cowok yang sedang terduduk di samping menunggu Alea terbangun.

Bukannya menjawab Alea malah berbalik bertanya "Itu dari lo Tha?"

Artha Gevran cowok kelahiran Bogor 19 Febuari, Artha sudah mengenal Alea dari mereka duduk di bangku SMA Artha itu orang yang sangat baik menurut Alea.

"Iya"

"Lo juga yang bawa gue kesini?"

Artha hanya bisa mengangguk.

"Makasih"

Alea sangat berharap bahwa saat membuka matanya yang pertama kali ia lihat adalah sosok seseorang Elbara, tapi naasnya itu hanya sebuah harapan yang menyakiti dirinya sendiri.










TBC..






terimakasih sudah membaca cerita saya ❤️
Jangan lupa untuk vote komen and share yaaa makasii


***

Alea dan tawanya.

Alea dan tawanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang