Part #17: Menang [END]

134 21 3
                                    

Kejahatan tidak akan abadi
Takdir pahit pun tak akan lama terjadi
Cukup sabar untuk hadapi
Karena itu ujian di dunia ini

-Natasya Asica

Satria, Karina dan pihak kepolisian sudah sampai di rumah tempat tinggal Baroto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satria, Karina dan pihak kepolisian sudah sampai di rumah tempat tinggal Baroto. Tempat itu dikepung dari semua penjuru, membuat Baroto yang saat itu ada di rumah, tidak bisa ke mana-mana lagi. Ia pun ke luar dan menemui mereka.

"Selamat siang, Pak. Anda kami tangkap atas tuduhan kasus jual-beli manusia," ucap salah seorang polisi.

"Saya tidak tahu apa-apa, Pak," sangkal Baroto.

"Silahkan jelaskan semuanya di kantor!"

Baroto dengan wajah kesal, menatap tajam Satria dan Karina. Ia mungkin telah sadar kalau yang melaporkannya adalah mereka berdua. Sesampainya mereka di kantor, Baroto dikejutkan oleh kehadiran anak-anak yang telah ia culik. Walaupun Baroto sangat jarang pergi untuk mengawasi mereka secara langsung, setidaknya anak-anak itu pernah melihatnya sesekali di tempat penculikan. Hal itu bisa menjadi bukti yang kuat untuk menahan Baroto, ditambah lagi para preman bawahannya pun sudah mengaku.

Baroto tidak bisa membela diri lagi, semua bukti atas tindak kejahatannya sudah terungkap. Pengacara pribadinya pun menolak membantu karena yang dilakukannya kali ini sudah melewati batas. Baroto kini dikenakan hukum pidana sesuai dengan undang-undang republik Indonesia nomor dua puluh satu tahun dua ribu tujuh pasal dua ayat satu tentang tindak pidana perdagangan orang.

Tidak lama setelah itu, Natasya yang dimintai kesaksiannya pun datang ke kantor polisi. Tanpa sengaja ia melihat adanya Satria dan Karina di sana. Ia lalu menghampirinya terlebih dahulu. Tukar sapa dan cerita mereka lakukan. Karina dan Satria syok saat tau kalau Benny sedang di rumah sakit dan dalam keadaan kritis. Mereka pun berencana pergi bersama untuk menjenguk Benny setelah urusannya di kantor polisi selesai.

Natasya meminta bantuan salah satu petugas untuk diantar ke tempat kesaksian. Sesampainya di sana, ia pun dipersilahkan duduk dan menyampaikan kesaksiannya. Dengan sigap, Natasya menyampaikan semuanya tanpa terkecuali, termasuk ciri-ciri Rendy. Dengan peralatan yang sudah terbilang canggih, mencari orang tidaklah sulit lagi bagi anggota kepolisian. Mereka hanya tinggal melacak nomor ponselnya saja.

Rendy saat itu sedang berbincang di sebuah restoran dengan si pelaku tabrak lari. Ia benar-benar senang karena berhasil membuat keadaan Benny menjadi kritis. Sayangnya kesenangan Rendy tidak berlangsung lama. Polisi yang tadi sudah berhasil melacak nomor ponselnya, kini mendatanginya. Dengan wajah gugup, Rendy mengalihkan pandangannya seraya membaca menu makan dengan terbalik. Ia panik dan akan berpura-pura tidak menghiraukan polisi tersebut.

"Selamat sore. Saudara Rendy, Anda kami tahan atas tuduhan pembunuhan berencana," ucap salah seorang polisi yang menunjukkan surat penangkapan.

"Sa---saya tidak melakukan apa-apa. Dia pelakunya," tunjuk Rendy pada orang suruhannya. Ia cukup panik dan mencari kambing hitam atas apa yang telah ia lakukan.

"Dia yang menyuruh saya melakukan itu, Pak. Saya sebenarnya tidak ada niatan, tetapi saya dipaksa melakukan itu karena dijanjikan upah yang besar. Upah itu ingin saya gunakan untuk membiayai ibu saya yang sedang di rawat di rumah sakit, Pak. Tolong jangan tangkap saya," pintanya memegang kaki polisi.

Namun, Polisi itu membawa mereka berdua. Sebenarnya ia kasihan, tetapi setiap kejahatan harus mendapatkan hukuman. Polisi itu pun menguatkan hatinya dan kembali menjalankan tugasnya.

"Jelaskan saja semuanya di kantor!" tegas polisi itu menyeret mereka ke luar dan membawa ke kantor polisi menggunakan mobil.

Sesampainya di sana, ia melihat Natasya dan teman-temannya yang sudah sedari tadi menunggunya. Senyum simpul ditunjukkan Natasya karena merasa beban berat yang menimpanya akan segera hilang.

"Awas lo, Natasya! Gue bakal bayar tebusan biar gue bisa bebas. Abis itu, gue bakal bikin hidup lo sengsara lagi!" ancam Rendy dengan wajah yang dipenuhi amarah.

"Utututu. Kacian ada yang ngamuk," ledek Karina.

"Anda tidak tau apa-apa tentang dunia hukum. Jadi, diam saja dan jangan membual!" tegas balik Satria pada Rendy.

Rendy segera diproses oleh pihak kepolisian dan sudah ditetapkan hukumannya. Untuk pertama kalinya ia tidak bisa melawan. Kondisi mentalnya hancur, tetapi semakin hancur saat melihat ayahnya ada di penjara juga. Pupus sudah harapan Rendy untuk bisa bebas dalam rentan waktu singkat, ia dan Baroto kini menjalankan hari-harinya sebagai narapidana.

 Pupus sudah harapan Rendy untuk bisa bebas dalam rentan waktu singkat, ia dan Baroto kini menjalankan hari-harinya sebagai narapidana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jangan lupa tinggalkan jejak. Salam dari author.

Prioritas Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang