09. sebuah penjelasan

3.4K 387 388
                                    

"Angkat Almara.. " gerutu Raka frustasi, dengub jantung cowo itu berdetak tak karuan serta rasa takut yang melingkupi nya saat ini.

"Please.. Almara.. " gumam Raka serak, ia mulai gelisah dan terus saja mendial nomer pacar nya itu. Hingga di dering ke tiga telpon dari dirinya terjawab.

"Hallo. Dimana?" tanya Raka cepat namun tidak ada jawaban hingga 5 detik lama nya. ia mengheryit dan menjauhkan layar handpone dari terlingga nya untuk sekedar melihat panggilan tersebut masih tersambung atau tidak, Panggilan itu masih tersambung namun Almara sama sekali tak bersuara.

"Sayang...

Bip

Belum sempat melanjutkan kata-kata nya panggilan telpon itu terputus sepihak,Raka mengengam erat ponselnya gigi nya bergelatuk. "Sial! " geram Raka.

Ia menatap pantulan diri nya di balik kaca mobil kemudian mengacak-acak rambut nya. Ia jelas binggung harus bagaimana.. Di satu sisi kedua orang tua nya begitu memaksakan kehendak mereka dan di sisi lain Almara.

Membayangkan Almara pergi dari dirinya membuat Raka gelisah tak karuan. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi tidak akan pernah. satu hal yang harus ia lakukan sekarang adalah menemui Almara di rumah nya, memohon maaf pada cewek itu dan menjelaskan semua nya jika perlu.

Raka langsung berlari ke arah salah satu mobil milik nya namun sedikit tertahan oleh dua bodyguard Mama nya. "Lepas!" geram Raka dingin, kedua bodyguard itu tetap kukuh menahan kedua lengan nya sambil menunduk. "Maaf tuan muda ini sudah perintah dari nyonya besar" ucap salah satu bodyguard yang menahan nya.

Raka berdecih kemudian menyentak kasar lengan nya hingga terlepas dari cengkraman kedua laki- laki berbadan besar itu. "Tolong pengertian nya Tuan muda" pinta bodyguard itu lagi, Raka menghela nafas gusar kemudian mengurungkan niat nya untuk menemui Almara.

Dengan perasaan campur aduk ia berjalan masuk ke dalam rumah nya, tanpa sengaja mata menemukan papan bungga bertuliskan nama dirinya dan Nabila membuat nya naik pitam dan menendang benda itu hingga terjatuh.

"Raka" instrupsi seseorang, Raka mendongak dengan tatapan tak bersahabat. "Apa seperti itu cara kamu menatap Mama mu sendiri ha?"   Raka tetap bungkam dengan kedua tangan terkepal yang tentu saja mengundang decakan oleh sang Mama.

Laras selaku Mama dari Raka pun berjalan menghampiri putra tunggal nya yang tengah tersulut emosi, jari lentik nya terangkat mengusap bahu anak nya yang langsung di tepis oleh Raka.

"Aku mau pergi Ma. Ada urusan." permintaan Raka seakan perintah yang tak ingin di tolak namun bukan Laras nama nya jika ia langsung setuju dengan permintaan putra nya.

"Iya tapi setelah acara selesai"

"Sekara----

"Ya atau tidak sama sekali!"

"Ma..."

"Gak ada negoisasi Raka... Masuk kedalam gak enak sama tamu yang datang"

"I don't care"

"Jangan membantah ucapan Mama. Masuk atau Mama buat gadis miskin itu jauh dari kamu" ancam Laras, Raka tertegun dengan ancaman Mama nya. Apa sebegitu penting kah kehormatan dari pada kebahagiaan anak sendiri.

"Raka.." geram Laras mulai jengah, Raka menunduk sebentar ia berusaha menetralisir kan emosi di dalam dirnya. Raka kembali melangkah masuk ke dalam tanpa membalas lagi ucapan Mama nya.

"Nak.." Langkah nya mendadak terhenti saat Papa nya berdiri di hadapan nya dengan senyuman tipis nya. "Kamu mau pergi?" tanya Papa nya, Raka mengangguk kemudian melirik sang Mama yang melotot ke arah mereka berdua.

"Raka masuk!" desak Laras, Revan menatap istri nya beberapa detik kemudian memfokuskan etensi nya kepada Raka.

"Pergi lah.."

"Pah!" protes Laras, tangan Revan terangkat seolah mengatakan jika ia tak ingin di bantah. Tangan Revan terulur merogoh kantung celana nya dan menyerahkan kunci mobil kepada Raka.

"Temui dia" suruh Revan, Raka tertegun beberapa saat kemudian mengambil kunci mobil itu dengan cepat, kemudian berlari pergi tak peduli dengan panggilan Mama nya yang meminta nya kembali.

Satu hal yang dapat Raka simpulkan adalah... Papa nya mendukung dirinya.

***

Almara meremas kuat selimut tebal yang membungkus tubuh nya yang tengah bergetar menahan Isak tangis, kamar nya sama sekali tidak kedap suara hal itu membuat dirinya sekuat mungkin menahan isakan tangis agar Ayah dan Bunda nya tidak tahu keadaan nya yang tengah kacau.

Raka bertunangan...

Dalam hati ia bertanya-tanya, apa arti dirinya bagi cowok itu? Kenapa Raka tega mengambil keputusan sebesar itu? Mereka masih pacaran kan? Lalu kenapa Raka tega membohongi nya?

"Kenapa?" Isak Almara pelan mata nya menerawang ke atas langit-langit kamar nya, apakah ia harus berhenti sampai disini saja? Atau ia tetap kukuh pada posisi nya dan menerima hal menyakitkan ini? Akan tetapi ia sangat kalah posisi dengan Nabila-- mantan Raka.

Iris mata milik Almara mulai tertutup karena kelelahan menangis, mungkin tidur lebih baik untuk merilekskan pikiran nya saat ini. Baru saja ia hendak menuju alam mimpi suara bising dari luar pintu kamar nya membuat dirinya membuka paksa mata nya.

"Alma.." itu suara Bunda nya, Almara segera bangkit dari tempat tidur nya dan berdiri di hadapan cermin, ia meringis kala melihat bentuk wajah nya bak Monster karena make up yang belum ia hapus serta mata sembab yang ketara.

"Alma?kamu udah tidur sayang?" Panggil Bunda nya lagi, Almara segera mengalami tisu basah dan mulai menghapus sisa eyeliner yang lumayan berantakan karena menangis tadi.

"Tunggu sebentar Bun..." sahut dirinya kala gedoran pintu mulai membesar. Almara mengigit bibir nya kuat saat usaha nya untuk menghapus eyeliner yang berantakan di area mata nya gagal ternyata eyeliner yang ia pakai waterproof dan susah di hilangkan.

Almara mengeram sambil mengacak-acak rambut nya frustasi, sesaat mata nya melirik masker wajah yang dulu di berikan oleh Tania teman nya, secepat kilat ia mengambil masker wajah itu dan mengoleskan nya secara cepat di wajah nya.

Saat di rasa sudah cukup ia langsung membuka pintu kamar nya dan tersenyum ke arah bunda nya. "Hehe, maaf Bun... Alma tadi maskeran hehe" alibi dirinya.

"Tumben kamu maskeran" cibir Bunda nya lalu menarik tangan nya ke arah ruang tamu, Almara yang belum siap sampai terpongoh-pongoh mengikuti langkah Bunda nya.

"Bunda.. Bunda mau kema---"

"Almara..." mulut Almara terkatup dengan mata membulat terkejut, rasa sakit di hati nya kembali merayap membuat nya sesak saat iris mata nya bertubrukan dengan seseorang yang ia tangisi.

"Raka"













TBC!

I'm back!

Gamau bacot nanti di serang......

Hua maaf ya lama update silahkan baca:)

Spam next nanti double up😘

TsundereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang