Kicauan burung yang mengiringi langkah lelaki bermata pekat itu menuju perpustakaan di pojokan kota begitu menggema dan menenangkan. Benar-benar terasa menyejukkan. Bahkan ia terasa begitu dekat dengan alam saat ini. Memang dengan waktu sepagi ini begitu menyenangkan. Mungkin beberapa jam lagi juga sudah kembali seperti semula, panasnya sengatan matahari dengan tambahan polusi sana sini. Fyiuh, ingin tinggal di desa saja rasanya, pasti akan senantiasa menghirup udara segar seperti ini.
Lelaki itu memutuskan pergi ke perpustakaan sebelum pergi ke kampus untuk dua matkulnya hari ini. Mumpung masih pagi, ia bisa bermanja-manja dengan rentetan kalimat panjang di buku-buku yang ia baca. Apalagi dengan suasana sunyi yang memenangkan benar-benar membuatnya betah berlama-lama ditempat yang di kelilingi rak-rak besar berisi berbagai macam jenis buku.
Ting!
Lelaki itu menyernyitkan keningnya lalu berhenti sejenak, yang kebetulan di taman kota. Memilih duduk sebentar sambil melihat notifikasi ponsel. Ternyata pesan dari sang ibu, beliau menitip terigu untuk membuat kue nanti sore katanya. Ia pun mengangguk meski ibunya tidak bisa melihat. Mungkin saja pesanan kue , gumamnya. Ia berdecak kagum dalam hatinya, ibunya memang sangat pekerja keras. Sambil menjadi ibu rumah tangga, juga yang membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ia pun berdiri tegak dan melanjutkan jalannya, kurang sedikit saja. Bangunan kuno dipojokan kota itu sudah terlihat bagian atapnya yang lumayan lusuh. Meskipun begitu, perpustakaan itu selalu ramai dikunjungi banyak insan. Walau tidak setiap hari, setidaknya di weekend biasanya ramai. Entah tua, muda, bahkan bocah sekalipun senang berkunjung ke perpustakaan. Suasana hening dan menenangkan begitu menjadi candu.
"detak!"
Lelaki itu segera menoleh dan mendapati teman se-perbaristaan di kedai kopi tempatnya biasa bekerja. Ya, detak bekerja setengah hari alias shift malam di kedai kopi dekat kediamannya. Untuk mengusir suntuk dan bosan adalah jawabannya.
"hai ka, mau kemana?" sahutnya ramah.
"ini lagi mau jalan ke kedai, emang sendirinya mau kemana juga ?" ujar barista itu seraya menyamakan langkahnya dengan detak.
"biasa lah, perpus" jawab detak seadanya yang dibalas anggukan singkat. Barista itu sudah hapal betul jika lelaki disampingnya ini pecinta buku tebal dan berbagai sajak ilustrasi yang penuh hiperbola.
"yaudah ati-ati ya, jangan telat ya nanti!" barista tersebut terkekeh dan berbelok kearah bangunan dengan plang kotak bertuliskan "de coffea" serta melambaikan tangannya kearah detak singkat.
Berista itu bernama raka, lumayan dekat dengan detak. Karena ia tipe orang yang sukar bergaul, bertemu raka si bawel dan banyak tingkah lama kelamaan membuat keduanya dekat. Ia bertemu raka di waktu bekerja sedikit memberikan efek dekat dengan barista berwajah karismatik itu. Terkadang pun mereka juga bertukar cerita.
Detak pun kembali meneruskan perjalanan menuju perpustakaan yang tinggal beberapa langkah lagi. Terlihat dua pintu besar berhadapan yang sedikit terbuka. Memang penjaga perpustakaan itu tergolong rajin, di jam pagi seperti ini pun telah buka.
Dibukanya pelan-pelan pintu perpustakaan, yang mendapati seorang wanita paruh baya dengan kacamata tebal yang membingkai wajah manisnya meskipun telah berumur.
"selamat pagi bu retno" sapanya disertai senyuman singkat.
"iya nak detak, selamat pagi" yang dibalas senyuman juga oleh bu retno. "mau baca buku apa hari ini?" lanjutnya.
"belum tau bu, nggak ada rencana dari rumah. Mau milih-milih disini aja sekalian" yang ditanggapi bu retno dengan anggukan singkat dan detak segera berlalu menuju tumpuk demi tumpuk buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom
Poesia"terimakasih untuk hitam dan putih dalam serat hidup sebaya yang kini kutempuh, memilih henti untuk membuka hati yang telah lumpuh" - detak prawijisana Mari singgah untuk sungguh, menepi radian penuh peluh. sejenak terasa menikmati goresan penuh...