Fenomena likuifaksi di Palu telah mengakibatkan ratusan korban jiwa dan kerusakan bangunan yang sangat parah.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, bahwa ada sekitar 744 unit rumah di yang tertimbun lumpur akibat gempa bumi.
Begitu banyak resiko yang diakibatkan likuifaksi ini.
Namun rupanya masih banyak yang belum mengerti mengenai fenomena ini.
Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB menghadirkan media yang membuat kita dengan mudah memahami likuifaksi yang kemarin dipamerkan di Indonesia Science Expo 2018 di ICE Tangerang Selatan.
Simulasi Likuifaksi
Dalam ISE 2018, BNPB juga menghadirkan simulasi terjadinya likuifaksi.Likuifaksi (soil liquefaction) merupakan fenomena yang terjadi ketika tanah yang kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan.
Misalkan pada daerah di Palu ini, likuifaksi diakibatkan oleh adanya gempa bumi, tanah yang berubah menjadi lumpur dan kehilangan kekuatan.
Secara singkat berikut simulasinya
Pertama-tama, isi wadah berisi pasir.
Kemudian tambahkan ornamen seperti rumah mobil dan ornamen lain
Isi wadah tersebut dengan air
Kemudian goyang-goyangkan wadah tersebut
Memberikan goncangan pada wadah, kita ibaratkan memberikan suatu gempa terhadap daerah tersebut.Lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada video berikut
Kondisi dalam simulasi tersebut mengambarkan keadaan awal kondisi permukaan dan tanah dari suatu daerah.
Akibat goncangan yang kita berikan, air akan masuk ke pasir dan tanah dan akan mengakibatkan tanah dan pasir di atasnya akan seolah-olah menjadi lumpur sehingga menelan bagunan dan properti yang ada di atasnya.
Demikian juga yang terjadi pada kasus likuifaksi di Palu.
Kondisi tanah setelah likuifaksi
Likuifaksi tersebut menyebabkan perubahan karakter material padat (solid) menjadi seperti cairan (liquid) sebagai akibat dari adanya guncangan besar (dalam hal ini gempa bumi).Guncangan berkekuatan tinggi yang terjadi secara tiba-tiba di tanah dengan dominasi pasir yang sudah mengalami jenuh air, atau tidak lagi bisa menampung air. Ini menyebabkan tekanan air pori naik, melebihi kekuatan gesekan tanah yang ada.
Kondisi Sebelum Likuifaksi
Kondisi Setelah Likuifaksi
Apabila posisi tanah terletak di lahan miring, tanah dapat bergerak menuju bagian bawah karena tertarik gaya gravitasi. Pergerakan inilah yang menjadikan tanah seolah-olah terlihat “berjalan”, berpindah dari tempat semula ke tempat yang baru.
Pergerakan ini membawa serta segala benda dan bangunan yang ada di atasnya, misalnya rumah, pohon, tiang listrik, dan sebagainya.
Namun, apabila kekuatan tekanan air pori tidak melampaui kekuatan gesek tanah, efek dari likuefaksi hanya sebatas retakan-retakan yang memunculkan air dengan membawa material pasir.
Kerusakan akibat likuifaksi dapat dihindari
Dalam konsep manajemen bencana (disaster management), tindakan pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction) harus dijadikan sebagai pengarus utamanya guna mengurangi dampak dari bencana tersebut.Salah satu caranya adalah dengan membuat zonasi wilayah bahaya atau resiko bencana.
Untuk bencana gempa bumi, zonasi wilayah bahaya gempa bumi biasanya didasarkan pada pekerjaan mikrozonasi (microzonation) terhadap percepatan seismik permukaan tanah atau lapisan batuan.
Hal ini dimaksudkan karena proses likuifasi yang mempunyai dampak yang besar berada pada zona rawan gempa bumi.
Namun demikian, dalam perspektif geoteknik, peristiwa likuifaksi lebih dikenal luas untuk mengevaluasi potensi kerusakan infrastruktur.
------
Referensi
(PDF) Studi Parametrik Potensi Likuifaksi dan Penurunan Permukaan Tanah Berdasarkan Uji Sondir
Kerusakan Akibat Likuifasi Palu
Ahli Geologi ITB Jelaskan Sebab Terjadinya Fenomena Likuefaksi
KAMU SEDANG MEMBACA
Science Education
Non-FictionMemuat berbagai konten edukasi sains yang menarik dan bermanfaat!