Mobil yang aku lajukan sudah cukup jauh dari lokasi kecelakaan, namun di dalam relung hatiku yang paling dalam, aku merasa sangat bersalah, dan aku merasa bahwa hal yang sedang aku lakukan saat ini bukanlah hal yang benar.
Segera kuputar balik mobilku ke tempat kecelakaan tadi dengan kecepatan sedang karena aku tidak mau melakukan kesalahan lagi.
Tanganku kini juga tidak tinggal diam. Kuraih ponsel yang sedang tergeletak di atas dashboard mobil merah ini.
Aku mulai menekan tombol angka 112 dan melakukan panggilan telepon darurat, setelah beberapa saat, panggilan teleponku diangkat oleh petugas yang sedang berjaga.
Aku segera meminta mereka agar mengirimkan mobil ambulans dan petugas para medis untuk mengevakuasi para korban yang tadi aku tabrak.
Kini mobil yang aku kendarai sudah sampai kembali ke tempat kejadian perkara.
Aku segera keluar dari dalam mobilku, dan kedua kakiku mulai melangkah mendekati para korban yang masih terkapar di atas jalanan aspal hutan ini.
Cahaya lampu dari mobilku membuat aku bisa melihat dengan jelas darah korban yang menggenang di sekitar tubuh mereka.
Aku segera menghentikan langkah kakiku dan kupalingkan wajahku ke arah lain karena aku tidak kuasa melihat cairan kental berwarna merah itu.
Aku sangat takut terhadap hal-hal yang berbau dengan luka dan darah.
Tidak lama kemudian datanglah mobil ambulans dari arah belakang mobilku dan diikuti oleh mobil polisi yang memang pasti akan datang bersamaan dengan mobil ambulans itu.
Para petugas medis mulai turun dari mobil mereka sambil membawa brankar dan mengevakuasi para korban yang saat ini sedang tidak sadarkan diri.
Entah itu tidak sadarkan diri karena pingsan atau mungkin tidak sadarkan diri karena telah menghembuskan napas terakhirnya.
Ya Tuhan, aku mohon! Selamatkan mereka, harapku di dalam hati.
Semoga saja kedua korban itu masih bisa diselamatkan dan tidak mengalami cidera yang parah.
Jika kedua korban dibawa ke rumah sakit, maka lain halnya denganku yang malah dibawa ke kantor polisi untuk memberikan keterangan, atau mungkin akan langsung ditahan di dalam sel penjara.
Anggota polisi yang lain mulai menaikkan kendaraan bermotor yang tergeletak itu ke atas bak mobil polisi bagian belakang.
Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh anggota polisi lain yang memilih tinggal di tempat kejadian, sepertinya mereka sedang mencatat dengan detail semua hal yang perlu dicacat dan kunci mobilku pun ada pada mereka yang tertinggal. Kemungkinan mobilku juga akan diamankan untuk dijadikan barang bukti.
Di kantor polisi, aku tidak menjawab semua pertanyaan mereka, namun aku meminta ijin untuk memanggil pengacaraku saja yang nantinya akan mewakiliku dalam menjawab semua pertanyaan dari pak polisi di kantor ini.
Beruntung pengacaraku datang tepat waktu ke kantor polisi ini.
Dengan kepiawaiannya dalam bernegosiasi dengan aparat penegak hukum, aku mendapatkan keringanan, dan untuk sementara waktu aku bisa bebas meski masih dalam pemantauan.
Aku yang sudah bisa keluar dari kantor polisi ini segera meluncur bersama dengan pengacaraku ke rumah sakit terdekat yang di mana para korban yang aku tabrak dilarikan ke sana.
"Mas Jagad, jika nanti Anda melihat ada Pak Heru selaku managermu jangan kaget ya! Tadi aku memintanya untuk datang ke rumah sakit tempat korban ditangani," ucap Pengacaraku yang bernama Huda.
"Apa?!" kataku terkaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Istriku Bukan Adikku
Fiksi UmumJadad sengaja merahasiakan identitas aslinya yang merupakan suami dari Aruna karena suatu alasan. Aruna yang tidak punya sanak saudara lagi akhirnya ikut tinggal bersama dengan Jadag di rumah lelaki itu. Aruna tidak curiga sedikit pun akan identitas...