8. Listrik padam

143 30 5
                                    


Gabin membuka pintu kamarnya, menuruni tangga dengan senter handphone sebagai penerangan, dia berjalan cepat menuju kamar Safa, dibukanya pelan pintu kamar, hingga cahaya menyorot Safa yang tengah duduk di atas kasur.

"Lo nangis?".
Gabin mendekat, duduk di pinggir kasur setelah menaruh hpnya dimeja dengan posisi kebalik, agar cahaya senter memantul dilangit langit kamar.

Safa merangkak mendekat, Gabin bisa melihat lewat cahaya remang remang ini, hingga sepasang tangan memeluk lehernya, jantung Gabin seolah berhenti berdetak.

Safa memeluk gabin, mensandarkan kepala pada pundak Gabin.

"Ma makasih". Ujar Safa parau, Gabin masih diam, hingga saat Safa melepaskan pelukannya, Gabin malah memeluk Safa, menenggelamkan kepala Safa pada dada bidangnya, di elusnya rambut bersurai hitam itu.

"Kenapa?, Lo takut?".

Safa tidak menjawabnya, tapi Gabin bisa merasakan kalau Safa mengangguk.

Gabin melepaskan pelukannya, menangkup wajah Safa, menatap lekat mata yang sembab itu.

"Lo gak sendirian". Gabin mengusap air mata Safa. "Ada gue, disini".

Mereka diam, masih saling berhadapan, yang terdengar hanyalah detakan jam.

"Gabin. A aku boleh peluk kamu lagi?".

Detakan jam, dan detakan jantung Gabin, jam yang berdetak setiap 1 detik, dan jantung gabin berdetak dua kali setiap 1 detik.

Orang normal memiliki kisaran detak jantung 60-100 per menit, mari kita hitung detak jantung Gabin.

Dalam 1detik detak jantung Gabin dua kali 60 detik untuk 1 menit = 2×60 diperoleh 120 detakan.
Jadi Gabin sedang tidak berada disisi normalnya, seolah dia habis lari, padahal hanya mendengar perkataan Safa, tapi efeknya, hmm.

"Gabin?". Panggil Safa lagi karena tak kunjung mendengar jawaban.

"Kalau nggak_".

"Kita keluar aja ya".

Safa mengerjapkan matanya. "M maksud gue diluar jangan disini". Ujar Gabin gugup.

Soalnya Gabin takut, mereka lagi di kamar dan tidak ada siapa siapa dirumah, nanti kalau ada 'setan' lewat kan bahaya.

Gabin berdiri membuat Safa langsung menarik kaos belakang Gabin. "Jangan tinggalin_".

"Iya".

Digenggamnya tangan Safa yang tadi menarik kausnya, menuntunnya hingga sampai keruang tengah, disofa depan tv.

"Tunggu sini, gue mau cari lilin".
Safa menggeleng "nggak mau". Kok gemesin.

Gabin memalingkan wajah kemudian berjalan ke dapur dengan tangan masih menggenggam Safa.

Untungnya lilinnya masih ada walau tinggal satu, Gabin segera menghidupkannya sebelum itu melepas tangan Safa terlebih dahulu.

Gabin menatap tangannya yang penuh, lalu menatap Safa, tapi Safa segera meraih kaos belakang Gabin, menariknya mengekor seperti anak ayam di belakang Gabin.

Gabin menaruhnya di meja kecil depan sofa, dia langsung duduk, tapi setelah itu deg degan.

"Aku boleh peluk?".

Gabin mengangguk kecil tapi setelahnya tubuhnya seolah kaku setelah sepasang tangan melingkar dipinggangnya. Dan kepala Safa yang bersandar di dada bidang Gabin.

"Gabin. Kamu deg degan".

Shit. Wajah Gabin memerah untung tidak kelihatan soalnya remang remang, gemes, malu, campur aduk pokoknya, Gabin menunduk membisikkan sesuatu dengan nada rendah.

Semut & Gulanya [Soolia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang