Ketua

365 49 52
                                    

Orang berjaket hitam dengan helm fullface itu menaikkan kecepatan motornya, menyalip setiap kendaraan yang ada di depannya dan menerobos lampu merah, menghindari kejaran polisi di belakangnya.

Matanya melebar saat seorang gadis menyebrang secara tiba tiba.

BRAKK

Atlan menjatuhkan motornya untuk menghindari tabrakan dengan gadis itu, walaupun begitu gadis itu tetap terjatuh karena terkejut.

Terlihat percikan api karena gesekan aspal dengan motor besar itu.

"Ssh cewek sialan."

Sirine polisi semakin terdengar jelas. Atlan bangkit, berniat kabur dengan celana yang robek dan kaki yang pincang.

"Jangan bergerak!"

Atlan terdiam, kedua tangannya otomatis terangkat secara perlahan disertai sorotan cahaya yang keluar dari lampu mobil polisi itu.

"Berbalik secara perlahan!"

Atlan melakukan perintah yang dilontarkan polisi itu,

Salah seorang polisi yang sepertinya adalah komandannya itu terlihat memberi kode pada anggota di sebelahnya untuk menangkap remaja nakal itu.

"Siap!"

Polisi tadi mengeluarkan borgol dari saku celananya, memborgol tangan Atlan dengan kasar.

"Aish pelan-pelan dong pak!" keluh Atlan.

"Jangan banyak bicara!" bentak polisi itu, Atlan memutar bola matanya.

Ni polisi gabisa nyelo apa

Tiba tiba sebuah ide tak masuk akal muncul di otak mungilnya itu.

"Saya anak konglomerat loh pak." Ujar Atlan tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.

"Terus saya harus ngapain?"

"Nanti bapak saya kasih uang teh." Atlan menyeringai, sepertinya idenya akan berhasil.

"Berisik! sudah ikut saja ke kantor polisi!"

Atlan memanyunkan bibirnya, dia gagal.

"Ck iya iya marah marah mulu kek cewe pms." Atlan misuh misuh sendiri.

"Apa kamu bilang?"

"Eh engga pa- PAK CEWENYA ANJIR!"

Ctak

"Adaw," Atlan menatap polisi itu dengan alis berkerut dan bibir mengerucut.

"Jaga bicara kamu."

Atlan membuang mukanya malas, netranya melihat gadis yang baru saja di tabraknya, sedang berdiri dibantu oleh polisi yang lain.

"Lututnya-" barusaja kakinya melangkah, polisi itu menarik jaket bagian belakang remaja itu,

"Lihat keadaan kamu baru pikirkan orang lain, ayo jalan."

Atlan berjalan sedikit pincang dengan polisi yang memegang lengan dan pundaknya di sebelah kanan.

Matanya tak lepas dari seorang gadis berseragam SMA itu, Netra mereka beradu,

"SMA Darganta." Eja Atlan.

Atlan masuk kedalam mobil polisi itu, alisnya mengernyit seperti memikirkan sesuatu,

Matanya melebar, kepalanya kembali muncul keluar mobil melihat kearah gadis itu.

'Lah sma Darganta? Satu sekolah sama gue dong?'

"Ngapain lagi kamu? Udah cepat masuk!"

Atlan kembali masuk ke dalam mobil itu, masih dengan pikiran yang sama.

'Tapi kok gue gak pernah liat dia sih?'

'Oiya gue kan ga pernah sekolah.'

Atlan ngangguk ngangguk sendiri, polisi yang melihatnya dari kaca depan mobil hanya bergidik,

"Kedinginan pak?"

Polisi tadi menggelengkan kepalanya cepat, Atlan mengedikkan bahunya, menatap jalanan malam yang sepi itu.

------

"Mana temen kamu yang lain?"

"Saya sendiri pak."

Polisi tadi mendengus kesal, pasalnya sejak tadi Atlan tidak mau mengakui keberadaan teman-temannya atau sekedar memberi tau letak markas mereka.

"Nggak mungkin kamu kebut kebutan sendirian, buat resah warga tanpa alesan, pasti untuk seneng seneng sama temen temen kamu kan?"

"Kita ga bernah buat resah warga pak!" Jawab Atlan tak terima, apa apaan? ini pemfitnahan!

"Kita?" Polisi tadi memiringkan wajahnya, ekspresinya seakan mengatakan "i win." dengan smirknya.

Atlan mengutuk mulutnya yang tidak pernah bisa diajak kompromi, matanya liar kesana kemari menghindari tatapan polisi tadi yang menunggu jawabannya.

Netranya menangkap Willy yang muncul dari pintu masuk ruangan besar itu, bola matanya membesar, kakinya tak bisa berhenti bergerak.

Atlan berdiri, berbalik berniat menghampiri Willy.

"Mau kemana kamu?" Polisi tadi ikut berdiri.

"Ck aduh pak kebelet nih, bentar aja pak, daripada saya ngompol disini, saya ogah loh pak disuruh bersihin." Ujar Atlan tergesa.

"Halah yaudah sana, jangan berani berani kabur kamu."

Atlan buru-buru meninggalkan tempat itu, berjalan kearah Willy kemudian menariknya tanpa berkata apapun, Willy yang ditarik mengerutkan alisnya bingung.

"Wih dah kelar? mantep juga lo lan." Ujar Willy dengan wajah sumringahnya sambil menepuk nepuk pundak Atlan Bangga.

"Iya udah kelar, lo ngapain sih disini? yang laen gimana? aman?" Tanya Atlan.

"Wih kalem bro, semua aman," Atlan membuang napasnya lega, ternyata cuma dia yang tertangkap.

"Tapi, lo beneran ga kenapa napa?" Tanya Willy sambil memeriksa keadaan Atlan dari atas kepala sampai ujung kaki,

"Kaki lo anjir!" Willy panik sendiri, Atlan segera menutup mulut Willy yang besar itu, takut polisi itu mendengar mereka.

"Ssh udah gak papa, lo pulang sono, ada yang mau gue urus."

Willy menatap wajah Atlan yang terlihat gelisah.

"Gue tau lo bohong lan,"

Atlan mengangkat sebelah alisnya, menatap Willy dengan wajah bertanya,

"Maksud lo?" Tanya Atlan bingung.

"Lo selalu mikirin orang tanpa ngasih celah orang untuk mikirin elo,"

Atlan hanya diam, masih memikirkan kata kata yang keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Urusan lo sama polisi itu belom kelar kan? biarin gue bantu lo kali ini aja lan, yang salah itu bukan lo doang, jangan nanggung semua sendiri," Atlan masih diam, tidak tau harus mengatakan apa.

"Jangan bilang lo ngaku sama polisi itu lo yang ngelakuin semua itu sendiri?" Willy mengerutkan alisnya. Atlan mengangguk ragu.

Willy mengusak rambutnya frustasi, sahabatnya itu tidak pernah berubah.

"Lo nganggep kita semua ini apa sih lan? anak ayam? udah ayo." Willy menarik tangan Atlan.

"Tunggu," Tahan Atlan,

"Sekarang bukan saatnya lo bantu gue," Atlan menatap sahabatnya itu dalam, Willy membuang wajahnya, dia sudah muak.

"Kenapa lagi? gue punya uang, itu bisa bantu lo."

"Bukan masalah uang, polisi ga sebodoh yang lo kira," Ujar Atlan.

"Dan kalo lo ngaku, bukan cuma gue yang kena tapi semua anggota bakal kebawa." Lanjutnya.

"Ini udah tugas gue, sebagai ketua."

                        🍂🍂🍂🍂


















- Lee -

ATLANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang