Jihoon sudah dipindahkan. Ruang perawatan yang sedikit membuatnya nyaman tanpa kaca tembus pandang.
Malah kini kaca berpindah menjadi pemandangan taman rumah sakit sedikit sudut. Tidak terlalu besar film yang ditampilkan kaca, tapi cukup membuatnya menatap kehidupan alam diluar sana. Daniel yang bersikeras untuk ini.
Jihoon duduk dengan tenang ditepian kasur rumah sakitnya. Ibunya baru saja menjenguk bersamaan ayahnya dengan sekeranjang buah, kini keduanya sudah beranjak keluar setelah mencium wajahnya beberapa kali.
Setidaknya ia tidak dicerahami karena merahasiakan ini, ibunya pasti menahan kecewa padanya.
Mereka akan kembali nanti malam kesini, Jihoon tidak masalah. Ia tidak terlalu menuntut untuk ditemani, tapi ibunya selalu saja tidak ingin pisah darinya untung saja Daniel membujuk.
Yap, Daniel.
Hyungnya.
Kakak tirinya.
Tepat ibunya bersikeras meminta ingin tinggal, tubuh tingginya sudah berdiri diambang pintu. Masih dibalutkan seragam sekolah.
Berjalan menghampiri, menautkan alis saat melihat Daniel mengunci pintu saat kedua orangtua mereka pergi.
Sedikit penasaran, Jihoon tidak bisa menahan senyumnya. Merekah sangat lebar. Daniel berdiri dihadapannya membuatnya sedikit mendongak.
"bagaimana terapi hari ini?" ujar Daniel lembut, tangan lebarnya sedikit menata kupluk yang dikenakan Jihoon. Merasa sudah rapi, ia membungkuk, menyamakan tubuh atasnya.
Jihoon menggeleng tidak yakin, pemuda itu menghela nafasnya perlahan.
"sudah minum obat?" Jihoon mengangguk, lengkungan bibirnya masih betah bersarang.
Daniel duduk sedikit tengah dari tempat tidur, menepuk beberapa kali sela diantara kakinya.
"kemarilah," gumam Daniel. Tanpa membantah, tanpa mengeluh Jihoon berdiri, dan kini duduk diantara kaki Daniel hingga ia merasakan tangan besar Daniel melingkar disisi tubuh.
Jihoon sedikit terkejut.
Kepalanya menoleh, mengerjap beberapa kali. "hy-hyung?"
"hm?"
Bibirnya berlahan terkatup kembali. Lebih memilih menyandarkan tubuhnya di dada bidang dalam khayalanya kini dapat ia rasakan. Pandangan keduanya terpaku pada taman rumah sakit. Ada beberapa pasien terlihat dari sini.
Lama mereka diam. Selama itu Jihoon hanya terfokus pada detak jantung dibelakang tubuhnya.
Jangan lupakan genggaman tangan mereka taut sangat erat seiring waktu oleh Daniel.
"jangan pergi," lirih Daniel.
Jihoon tidak mengharapkan yang satu ini. Jelas ia tidak mau melihat Daniel mengemis padanya.
Ini bukan Daniel yang ia kenal dulu.
Pemuda itu mengeratkan lingkaran tangannya seraya kepala ia tumpuk dibahu sempit Jihoon.
Deru nafasnya sedikit memberat.
Daniel sensitive 2 minggu belakangan ini.
Malam, Daniel tidak pernah absen untuk berjaga. Lihatlah kantung matanya yang sangat menghitam dan tampak jelas. Sering menangis tengah malam tanpa tahu Jihoon terbangun karenanya.
Sering menangis dalam diam melihat Jihoon mengerang kesakitan selama sesi kemoterapinya.
Menangis kala Jihoon menatap kosong pada sekitarnya dalam beberapa waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothin' Without You (NIELWINK/PANWINK)√
Random(COMPLETED) Aku yang dulu membencinya kini berubah menjadi sebaliknya. Mengetahui akhir yang begitu menyedihkan, aku menyesalinya, sungguh. ahh benar kata orang-orang, penyesalan akan datang di akhir kisah itu sendiri. Aku hanya bisa berharap. Berha...