18. Jidi's (FIN)

404 35 3
                                    

Malam, bulan, sunyi telah bersahabat dengan kebencian dan para Dewa Dewi hanya bisa diam tak berkutik dan sosok ini hanya menunggu waktu agar alam semesta dapat memberinya senyuman.

Mata menatap kosong. Ada sebuah buku ditangan. Mengabaikan panggilan dari luar kamar. Hingga tubuh besarnya yang lesu tidak bergerak walau angin malam nyeruak hingga ketulang.

Inilah penyesalanku.

Rasa ingin bertemu dirimu sudah memberontak
Dan secara tidak sengaja rembulan datang dan itu membuat setitik air menggenang.

Penuh akan drama. Kalimat yang terlontar penuh akan puitis. Ditinggalkan oleh seseorang yang sangat berarti membuatnya berubah tragis dan penuh tangis.

"hyung, aku mencintaimu."

"aku juga..mencintamu." gumamnya mengalahkan suara binatang penunggu gelap.

"Hyung! Astaga Hyung! Keluarlah, ayah memanggilmu!"

"siapa yang kau panggil ayah?"

"ah maksudku, paman. Ayahmu, aish!"

"keluar."

"hyung.."

"aku bilang keluar Guanlin!!!"

"kau tidak bisa begini terus! Apa kau akan terus mengurung dirimu dikamar ha?!! Cobalah keluar dan tatap dunia yang ada didepan mata!! Kau tidak akan mugkin terus memenjarakanmu dipenyesalan ini!! Dia sudah tenang, oke?! Jangan kekanakan! Sialan!"

Dan hantaman pintu jadi penutup. Dia memejamkan mata.

"kekanakan?" sendunya.

Benar, semesta alam kadang memang suka bercanda dan membingungkan. Kadang ekspetasi dan keinginanku terbang terlalu tinggi,
hingga akhirnya kenyataan sebenarnya memaksaku jatuh. Hingga aku lama lama terbungkam dengan fakta fakta kejam.

Mata terpejam batinlah yang terluka,
Tubuh terkunci jiwalah yang bergerak
Idealisme terkurung remuk itulah kehidupan yang di dapatkan.

Daniel terpaku. Kenangan itu menjeratnya dalam kelabu.

Terhitung sudah 4 purnama terlewatkan.

Kini Daniel merasakan apa itu hampa. Waktu terus berlalu. Dirinya terkunci akan kenangan. Penyesalan terus mengejarnya.

Derai air mata kembali meluruh sepenuhnya. Mengabaikan kembali panggilan dari sang ibu tiri.

Dengan kasar ia berdiri, mengusap wajahnya agar kering. Ketukan itu kembali datang.

"Daniel.." wanita cantik diusianya yang bertambah itu kentara wajah lelah, Daniel tersenyum meyakinkan. Ia baik-baik saja.

"nak, mau sampai kapan kau akan mengurung diri hm?" tanyanya lembut.

Mengusap pipi tegas Daniel yang dibasahi akan air mata. Daniel terkejut. Dia menangis tanpa sadar.

"i-ibu.."

"tak apa. Keluarlah dari kamar besok ya? Tidak perlu merasakan kehilangan. Ibu sudah ikhlas, kenapa kau tidak nak? Ada baiknya kita melepaskannya dan belajar akan sesuatu untuk kedepannya hm?"

Belajar?

Ah benar.

Perihal senja.
Senja mengajarkanku terhadap satu hal.
Bahwa sesuatu yang indah dapat datang dan pergi semaunya.

Daniel tersenyum sendu, menatap punggung sempit itu melangkah jauh. Meninggalkanya dengan segala pemikiran yang buruk.

Tak ada bedanya, hari ini atau esok.
Segenggam kesenduan masihlah mendera,
refleksi belum mampu untuk melepaskanmu
yang teramat pekat di hati.

Juga kakinya tanpa perintah menuju kamar sebelah. Dipenuhi akan aroma yang ia rindukan berlahan menghilang.

Seperti bulan,
kau kembali berkala.

Namamu, bau tubuhmu, kenanganmu.
Selalu saja pulang menjadi ingatanku .

FIN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
FIN

FIN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nothin' Without You (NIELWINK/PANWINK)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang