Happy reading!
Alvis menepuk-nepuk pipi Malvin, dia berharap saudaranya itu lekas sadar. Akan tetapi, dia juga berharap, Malvin menemukan kilasan memori yang jelas. Sedang kilasan memori yang sempurna membuat kita terhanyak tidur dalam tiga sampai empat jam.
"Sebenarnya dia sakit apa?" tanya Sherin dengan duduk di bibir kasur tempat Malvin berbaring.
Alvis meraup wajahnya, dia menoleh ke arah sherin. "Dia cuma kecapekan," jawab Alvis.
Sherin mengerutkan keningnya, Sherin tahu bahwa Alvis sedang berkata dusta. Malvin bukan orang yang terlihat sakit-sakitan atau sedang sakit. Dia terlihat sehat, bahkan wajahnya selalu segar.
"Jangan berbohong ke gue, Alvis," ucap Sherin.
Matanya terlihat tak seperti biasanya, ada yang berbeda di sana. Iya, lensa matanya berubah menjadi hijau. Ada apa dengannya?
Alvis menatap Sherin dengan tampang yang jelas diliputi tanda tanya serta keraguan. Bagaimana bisa, mata yang semulanya hitam kecoklatan berubah menjadi hijau.
"Sherin, m--mata lo?"
Sherin menarik ujung bibirnya, dia tersenyum ke arah Alvis.
"Gue paling jeli. Iya, mata gue berubah hijau karena ...."
"Arggh ... argh!"
"Malvin!"
Ucapan sherin terpotong oleh geraman Malvin, begitu pula arah fokus mereka. Padahal, Sherin akan membeberkan rahasia besar dari dirinya. Sherin yakin, jikalau Malvin dan Alvis termasuk orang-orang sepertinya. Bukan aneh, tapi seseorang yang terberkati dan memiliki anugerah cukup langka serta tersembunyi.
"Malvin, hei! Lo melihat apa?!" tanya Alvis dengan menggoyang kasar bahu Malvin yang terbaring.
Malvin terus-terusan menggeram, kalau begini dia bisa sampai mimisan. Terakhir kali dia seperti ini sekitar lima tahun yang lalu, saat mereka masih berada di sekolah dasar.
"Alvis, apa perlu gue panggilkan pihak guru?" tanya Sherin tak kalah khawatir melihat Malvin.
Napas Alvin tersengal-sengal, bahunya naik turun karena rasa khawatir serta takut yang besar sedang menggema di hatinya.
"Jika kita panggil guru, urusan ini akan semakin panjang. Tenang ...."
"Lo yang harus tenang, Alvis. Lihat diri lo, air mata yang tertahan, keringat yang membasahi pelipis, dan nafas yang memburu, apa itu disebut tenang? Saudaramu sedang kesakitan, gue akan tetep nekat panggilin pihak guru," kata Sherin dengan berbalik akan meninggalkan Malvin dan Alvis di ruangan itu.
Dengan sigap, Alvis berhasil menarik tangan Sherin. Dunia seakan berhenti, Alvin menyentuh pergelangan sherin yang terdapat gelang kaca di sana. Guratan hitam putih muncul di benaknya. Hitam putih yang masih semu dan tak jelas.
Hanya bayangan lima seorang pemuda, Malvin, Alvis, Sherin, Mark, dan ... Jo.
"Lepasin tangan gue!" bentak Sherin dengan berlari meninggalkan ruang UKS.
Alvis membatu di tempatnya, dia dibuat termenung oleh guratan hitam putih pada gelang Sherin. Guratan yang tidak jelas dan membingungkan itu terjadi waktu kapan. Karena Alvis tahu, Sherin, Mark, dan Jo adalah anggota kelompok kemarin. Apa sekarang Alvis bisa melihat masa lalu? Atau ... barusan adalah kilasan masa depan?
"Argggghh!"
Eraman Malvin membubarkan isi pikiran Alvis, Malvin harus bangun sebelum ada Sherin yang datang bersama pihak guru. Susah payah Alvis menyuruh penjaga UKS untuk istirahat di kantin dan sekarang Sherin malah mendatangkan orang-orang berisiko.
"Gue harus apa? Gue harus apa?" gumam Alvis.
Suara sepatu yang dipergunakan berlari terdengar jelas di telinga Alvis, ketakutannya malah semakin bertambah. Jika saudaranya ini dibawa ke rumah sakit, mungkin dia akan dianggap aneh. Karena pasti, hasilnya akan baik-baik saja. Atau dia akan dianggap mempunyai ganguan jiwa.
Brakk
"Mark?!"
Mark terengah-engah bersandar di pintu UKS, napasnya naik turun, dan keringat mengalir di pelipisnya. Tersirat ekspresi khawatir yang sangat kentara di wajahnya.
"Alvis, tampar Malvin sekarang," ucap Mark dengan nafas tersengal-sengal.
Alvis yang masih bingung dengan kedatangan Mark hanya bisa mengerutkan alis seakan bertanya tentang maksud dari perkataan Mark.
"Tampar Malvin sekarang! Pihak guru bakal dateng dan Malvin bakal dapet masalah yang jauh lebih besar. Lo gak perlu gue tau dari mana, yang jelas tampar Malvin sekarang! Tampar!" pekik Mark.
Wajahnya terlihat sangat serius, tidak ada aura bercanda di sana.
Tangan kanan Alvis terangkat ke atas, ia memandang tangannya dan menatap Malvin yang kondisinya tetap mengeram sedari tadi.
Mark menoleh ke arah pintu luar, dilihatnya seorang guru dan Sherin tergopoh-gopoh berjalan menuju ruangan UKS.
"Tampar sekarang! Ada guru di depan, tampar!" bentak Mark pada Alvis.
Dengan mata terpejam.
Plaakkk
"Aaaaaaaa!" Malvin berteriak keras dan bangun dari tidurnya.
Mark dibuat lega dengan sadarnya Malvin, sedang Alvis dibuat kaget dengan apa yang sudah ia lakukan baru saja.
Malvin yang baru sadar sedang meraup wajahnya, keringat membasahi seluruh tubuhnya, bahkan, baju yang ia kenakan seakan basah disiram air.
Seorang guru dan Sherin masuk ke ruang UKS, keduanya mematung di depan pintu.
Kok, lhoh. Tadi 'kan Malvin? Arghh.
"Kamu? Kamu sudah sadar? Syukurlah, kata Sherin tadi kamu mengeram kuat," ucap si guru dengan melirik Sherin yang di sampingnya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya guru itu dengan melangkah masuk ke dalam ruangan.
Sherin menatap Mark dan Alvis bergantian, sorot matanya seakan ingin mendapat penjelasan tentang semua. Lensa matanya juga tak lagi hijau namun, hitam kecoklat-coklatan.
"S-saya baik-baik saja, Bu. Hanya sedikit pusing," jawab Malvin. Suaranya agak serak dan terbata-bata.
Terlihat sekali, bahwa tenggorokannya kini tengah kering. Dia butuh air minum yang dapat mengguyur rasa pahit dalam tenggorakan.
"Sukurlah kalau begitu, yasudah, kamu istirahat dulu, ya. Atau ... periksa ke rumah sakit?"
"Iya, Bu. Malvin butuh ke rumah sakit," jawab Sherin mendahului Alvis dan Malvin.
"Tidak, Bu. Dari kemarin Malvin memang sedang kurang enak badan. Mungkin karena itu hari ini dia pusing," sarkas Alvis.
Mark berjalan ke samping Sherin dan terlihat sedang membisikkan sesuatu, yang jelas setelah Mark membisikkan itu, wajah Sherin tiba-tiba bersemu. Sebuah senyuman yang kelihatanya sedikit ditahan untuk terlihat malah terlihat jelas di wajahnya.
"Ohh, baiklah kalau begitu. Silakan istirahat, ya, Malvin. Saya permisi telebih dahulu." Guru itu keluar dari ruang UKS, Alvis dan Mark serentak menghembuskan napas lega.
"Lo istirahat dulu aja," kata Alvis yang diberi anggukan oleh Malvin.
Sedang Mark kini tengah menggeret tangan Sherin untuk menjauh dari ruang UKS. Alvis masih dibuat bingung dengan kedatangan Mark yang tiba-tiba dan sangat mengejutkan, seakan-akan, Mark tahu tentang kebenaran Alvis dan Malvin. Alvis juga dibuat bingung dengan Sherin, entah kemampuan apa yang dimiliki gadis itu.
"Ayo, dong, Cantik. Abang jajannin, deh. Gratis kalau buat Eneng Sherin, mah," rayu Mark yang masih terdengar di telinga Alvis.
Memang, Mark, ya, tetap Mark. Si gila pecicilan nan pakboy.
––––––––––––––––––––––––––––––––––––
TBC
Jangan lupa bintangin kalau suka!
Kalau mau follow juga boleh, apalagi komen, boleh banget!!Tetep stay dicerita ini ya!
Awas aja kalau sampai pindah lapak. Hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi Waktu
Mystery / ThrillerMoon Red Senior High School adalah sekolah yang terkenal akan prestasinya di mata negara, bahkan di mata dunia. Tetapi anehnya, setiap tahun ada saja siswa yang hilang entah kemana. Polisi selalu mengsut kasus ini, tapi kasus ini selalu hilang bak...