special chapter ー suna

9.6K 895 110
                                    

Special for kagie09

~~~

Sepasang manik tajamnya menatap bagai membekukan objek apapun disana, surai coklat yang berantakan kala diterpa angin saat kakinya berlari, serta bahu lebar yang sekiranya dapat memberi nyaman bagi siapapun yang bersandar disana. Pelipisnya dihiasi titik-titik keringat dan napasnya terengah-engah setelah sudah berapa lama dirinya beraktivitas di lapangan yang terbagi dua dengan sebuah net ditengahnya. Sosoknya menawan, sangat dekat namun tak bisa kuraih.

Jika harus kukatakan, mengaguminya tidaklah mudah. Kami telah bersama dalam waktu yang lama. Dan semakin lama, rasanya semakin sesak hingga menerima seulas senyum saja jantungku rasanya jatuh ke lambung. Dia, Suna Rintarou tidak pernah gagal membuatku jatuh berkali-kali. Tujuh tahun aku mengenalnya dan baru kusadari ketika netra kami saling beradu dalam kehampaan, bahwa aku telah kalah.

Aku jatuh lebih dulu, sedang Rintarou, diksi kalah memang tak cocok untuknya.

Binar mataku mungkin dapat terlihat dengan jelas ketika Rintarou melayangkan senyumnya sembari melambai kearahku. Yah, memang kalau dibandingkan, Miya bersaudara mungkin jauh lebih mudah menarik perhatian pada gadis dengan senyuman mereka. Namun bagiku, tidak ada yang lebih menawan dari senyuman tipis putra sulung Suna itu.

Aku membalas senyum, berharap dirinya akan mengerti tentang rumitnya memendam perasaan terhadap teman masa kecilku sendiri suatu hari nanti.

~~~

"(Name)!"

Aku tersentak menoleh kearah suara serak yang menyebut namaku itu. Rintarou. Sekolah hari ini sudah berakhir lalu kenapa ia disini dan bukannya pergi ke gymnasium?

Seakan bisa membaca pikiranku, lelaki ini segera berujar, "latihan ditiadakan hari ini."

Aku hanya membalas dengan 'oh' singkat, kemudian meletakkan sepatu di loker dan menguncinya. Loker milik Rintarou berjarak satu langkah dariku dan jarang sekali kami dapat berdiri bersebelahan seperti saat ini. Wajahku terangkat sedikit karena, demi Tuhan, manusia satu ini tinggi sekali! Aku tidak mengerti sejak kapan dia bertumbuh menjadi setinggi ini padahal dulu kami berdua sepantaran.

Ada sesuatu yang Rintarou ambil dari loker itu sebelum menutupnya. Sebuah... amplop? Tapi apa isinya? Jangan-jangan... foto untuk blackmail?!

"Hm? Masih disini?" Rintarou memasukkan benda itu ke sakunya. Sepertinya ia tidak sadar aku menatapnya sejak tadi.

Aku berdeham guna menjernihkan tenggorokan. "Kalau kau tidak ada rencana, mau pulang bareng?" Tanyaku yang berusaha untuk tidak merasa canggung.

"Ok."

Berikutnya, ia mengacak puncak kepalaku membuatku kebingungan. "Cepet jalannya kalau gamau kutinggal," katanya mengejek.

Kesal, aku menepis tangannya dan malah mendapat kekehan gemas darinya. "Kakimu aja yang kepanjangan!" Balasku geram.

Mau bagaimana pun, Suna Rintarou tetaplah pemuda bermulut tajam dimana pun dirinya berada. Ah, dahiku jadi berkerut gara-gara dia. "Aku ingin menonjok wajahmu sekali saja," tuturku yang masih sebal setelah kami berdua meninggalkan gedung sekolah.

"Hmm."

Angin pergi membawa kelopak sakura dan sinar mentari yang hangat menyelimuti rumah-rumah yang kokoh. Cuacanya tidak pernah sebagus hari ini dimana aku tidak perlu khawatir akan hujan yang turun tiba-tiba atau angin kencang yang meruntuhkan pepohonan. Juga, dalam cuaca ini aku mendapat kesempatan untuk berjalan beriringan dengan Rintarou.

Haikyuu Boyfriends!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang