Epilog

545 109 9
                                    

Gadis itu menatap langit sendu, berharap seseorang akan kembali lagi padanya nanti. Dadanya terasa sesak ketika memikirkan Dia , gadis itu benar-benar rindu. Ia menggengam erat cup kopi hangat yang ia minum.

Gadis itu bagai kehilangan cahayanya, ia terlihat lesu. Orang-orang terdekatnya sudah berusaha menanyakan apa yang terjadi padanya tetapi ia tidak memberikan jawaban sama sekali.

Tuk.

Ia melempar cup tadi ke bak sampah, lalu meninggalkan lokasi tersebut.

Tap...tap...tap

Langkah kakinya membawa sang gadis ketempat pertama kali ia bertemu dengannya, gadis itu menggigit bibir bawahnya. Tanpa sadar ia malah menangis, gadis itu duduk dan mulai mengusap air matanya.

"Uh...apa yang kupikirkan sih!" Dirinya masih saja menepis rasa kehilangan, tetapi tetap saja ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

.
.
.
.

Pintu dibuka gadis itu berseru, "Tadaima..." dengan nada datar. Ia meletakkan mantel dan syal lalu beranjak pergi kekamarnya.

Ia merebahkan dirinya ke kasur, memejamkan mata kembali mengingat memori yang ditinggalkan oleh dia. Sang gadis sudah berusaha untuk melepaskan kepergiannya tetapi malah kebalikannya ia malah tak rela, mencoba untuk tidak menangis? Itu hal mustahil.

"Sudah cukup! Aku tidak tahan lagi!" Membuka laci, mengambil sebuah cutter berniat melukai dirinya sendiri. "Kalau begini...pasti bisa'kan...?" Mengarahkan cutter pada lehernya ia ingin menghujam lehernya sendiri.

Kriet...

"Kak....KAKAK!" Adiknya, Kohta langsung berlari dan menahan lengannya. "Apa yang kakak lakukan?!"

"Lepaskan aku, Kohta." Menatap adiknya dingin, ia tak suka aksinya dihalangi.

"Okaa-san!!!"

Ibu mereka berdua menyadari ada keributan dan mendatangi kamar (Name).

"Okaa-san!"

Terkejut, sang ibu langsung merampas cutter tersebut dan memeluk erat anaknya. (Name) akhirnya hanya bisa terisak.

"Okaa-san...hiks..." (Name) menangis sejadi-jadinya dipelukan ibunya. "(Name), jangan mengambil langkah seperti itu...jika ada masalah ceritakan saja pada Okaa-san..."

(Name) melepaskan pelukannya, ia mengusap air matanya dan menatap ibunya lekat-lekat. (Name) menghela nafas ia mulai menceritakan semua nya kepada sang ibu.

"(Name)...kamu itu gadis yang kuat." Sang ibu menepuk pundaknya berusaha menguatkan (Name).

***

(Name) menghela nafas, ia membereskan buku-buku tak terpakai dikamarnya.

Tak.

(Name) mengambil buku yang terjatuh itu dan meletakkannya kedalam kardus.

Ya, ia harus belajar merelakan kepergian seseorang ia tak mau terus-terusan bersedih lagi pula ia harus fokus pada sekolahnya. (Name) mengangkat kardus tersebut dan membawanya keluar.

"Sudah selesai?" Tanya ibunya, (Name) mengangguk meletakkan kardus itu dilantai.

"(Name) mau ikut liburan akhir tahun?"

"Ha?"

(Name) tampak menimbang-nimbang keputusannya, setelah yakin ia menjawab "Tidak, Okaa-san. Ada banyak yang harus kulakukan sebelum libur."

Ibunya mengerti anak itu memang terbilang agak sibuk akhir-akhir ini.

.
.
.
.

Aku baru saja mengantarkan buku-buku yang tidak terpakai itu, aku berharap buku itu bisa digunakan oleh anak-anak yang tidak mampu membeli buku pelajaran.

Syal ku tata ulang, udara cukup dingin. Ya, kamu benar musim dingin dengan salju pertama telah turun. Aku berjalan menyusuri jalan yang tertutup salju, yah....aku tidak tau harus berbuat apa lagi.

Aku berusaha untuk tidak fokus ke tempat-tempat yang ada roh kutukan, aku tidak mau hal itu terulang lagi. Bagaimana aku yang ketakutan ketika dihadapkan dengan roh terkutuk, dan hanya bisa berlari menjauh. Aku sadar, aku cuma gadis normal yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Saat berjalan aku berpapasan dengan gadis bersurai biru langit waktu itu.

"Ano, sumimasen..."

Gadis itu melongo "Ha'i ?"

Mulutnya terbuka menampakkan gigi taring yang tajam, errr...sedikit menakutkan.

"Kamu...apa kamu tau orang yang berada disana? Waktu itu kamu berlari kesana'kan?" Aku memberanikan diri bertanya pada si pemilik surai biru.

"Oh? Maaf..., sekilas aku memang melihat sesuatu tapi aku langsung menyusul temanku." Jelasnya, gadis itu menggaruk tengkuknya, "Jaa, aku pergi dulu. Guru ku bisa ngambek kalau aku tidak tepat waktu."

"Un..."

Aku menunduk, membiarkan gadis itu pergi. Nihil, aku tidak mendapat informasi apa pun...yasudahlah.

***

Salju kembali turun, aku mengulas senyum sendu dan menatap langit.

"Aku tidak tau kamu berada dimana..."

"Aku juga tidak tau kamu masih hidup atau tidak..."

"Tapi..."

"Kita pasti akan bertemu lagi dalam waktu yang dekat atau lama..."

"Iya'kan..., Junpei?"

.
.
.
.

END

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

END

Thank you for reading, vote and comment.

.
.
.

Aaaaaa---akhirnya selesai juga, setelah dikebut berhari-hari. Makasih lho buat kalian yang udah mau baca dan vote yaa...meskipun banyak siders sih tapi gak apa-apalah ya. Ya aku tau kok kalian pasti kesel karena kukasih sad ending'kan? Aowkwkwkwk...ya maaf atuh kalian jangan ngamuk dulu ntar kukasih bonus chapter deh!

(All fanart ©: Pinterest.)

.
.
.
.

15 Desember - 21 Desember.

.
.
.
.

AruWriters135.

✔ Goodbye [Yoshino Junpei x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang