Chapter 5

2 1 0
                                    

Sejak kejadian uang kas dan lollipop itu, kini Eline dan Jerry menjadi semakin dekat. Jerry yang tadinya datang ke sekolah dengan dandanan seperti preman pasar, kini bersih dan rapi. Beberapa hari yang lalu Eline memang pergi dengan Jerry, membantu Jerry untuk membeli perlengkapan sekolah Jerry yang entah saling hilang ke mana.

“Lin, lo hati-hati deh sama Jerry. Lo kan tahu penampilannya aja udah melebihi preman yang biasa di depan sekolah. Oh atau mungkin Jer-“

“Icha! Lo apa-apaan, sih? Gue yang lebih kenal sama Jerry, dan dia nggak seburuk itu kali.”

Mereka berdua memang sedarah dan juga kembar, tapi sering kali terjadi perdebatan di antara keduanya. Pikiran keduanya tak pernah sejalan dan sepemikiran. Perdebatan itu membuat telinga Eline yang duduk di antara Acha dan Icha serasa terbakar.

“Udah, ya, gue pergi dulu. Kalian lanjut aja debatnya.”

Dari pada telinga Eline berasap, lebih baik ia pergi meninggalkan si kembar tersebut. Ia pergi ke taman dan membaca sebuah novel bergenre horror. Tapi tiba-tiba Acha datang menghampirinya.

“Lin…”

“Cha, lo kan udah kenal lama sama Jerry nih. Menurut lo Jerry gimana, sih?”

“Kenapa? Lo heran ya lihat dia?”

Acha menceritakan mengapa Jerry berpenampilan seperti bukan anak sekolah. Memakai tindik, rambut gondrong, merokok, dan sering membolos. Jerry hanya tinggal sendirian di rumah lamanya sejak perceraian kedua orang tuanya, ya bisa dibilang ia broken home. Ia berusaha menutupi kesedihannya dengan bersikpa lawak di depan teman-temannya.

Acha tahu hal itu bukan karena Jerry yang bercerita, tapi karena ia tak sengaja mendengar obrloan Jerry dan Bu Kartika; guru bimbingan konseling di sekolah. Jerry sering ditegur dengan masalah yang itu-itu saja. Bahkan ia pernah ketahuan membolos bersama teman-temannya untuk menonton film dewasa.

Sebenarnya tidak banyak yang dibutuhkan oleh Jerry saat ini, Jerry hanya butuh perhatian khusus. Tapi tak satu pun dapat meluluhkan hatinya yang mengeras seperti batu. Tapi beruntunglah kini Jerry sedikit berubah sejak kenal dengan Eline.

Saat Acha dan Eline tengah asyik mengobrol, tiba-tiba Ray datang menghampiri mereka. Ray mengatakan bahwa Acha harus pulang duluan, karena mamanya sakit. Mau tak mau Acha harus segera pergi menyusul Icha yang sudah menunggunya di parkiran.

“Gue ke kelas dulu, ya?”

“Lin, emang gue salah apa, sih, sama lo? Tiap kali kita ketemu lo selalu nge-hindar.”

“Bukan urusan lo dan berhenti ngikutin gue!” Jawab Eline ketus.

Eline pergi meninggalkan Ray. Sepanjang perjalanan menuju kelas ia terus menggerutu tentang Ray yang tak pernah berhenti membuntutinya.

Sesampainya di kelas, Eline mendengar dari teman-temannya bahwa jam terakhir kali ini jamkos alias jam kosong. Karena para guru sedang sibuk rapat untuk ujian kelas 12, maka guru-guru mengosongkan jam mata pelajaran terakhir.

Kelas pun ramai dengan suara yang saling bersahutan, tak lupa pula di pojok belakang selalu ada Jerry dan anggota gengnya. Mbak Rina, Kakak perempuan Budi, pun ikut jadi bahan gosip. Pengantin baru, sedang hangat-hangatnya.

“Bud, Mbak Rina udah bunting belum nih?”

“Mana gue tahu.”

“Tapi waktu bikin lo tahu kan?”

“Tahu, sih. Tapi gue cuma lihat dikit, ngintip doang.”

Eline terheran-heran melihat kelakuan Jerry dan gengnya. Kali ini Jerry lebih memilih untuk menghampiri Eline dan mengajaknya mengobrol. Eline dan Jerry adalah sama-sama sosok pendengar yang baik. Tak heran jika keduanya sering bertukar cerita.

“Jer, gue seneng deh sekarang lo udah lebih baik.”

“Semua berkat lo, Lin.”

“Nggak, itu kan kemauan lo sendiri buat berubah.”

Sejak kali pertama Jerry melihat Eline, ia merasa ada sesuatu yang menariknya. Terbukti saat hari pertama Eline pindah ke SMA Tridarma, Jerry mengajak Eline bertukar nomor handphone. Padahal selama ini Jerry terkenal tidak pernah menyukai atau dekat dengan wanita, siapa pun itu.

Begitu mudahnya Eline memberikan nomor handphone-nya pada Jerry. Di sisi lain, Ray yang bersusah payah mengejar Eline hanya sekedar untuk berteman pun, Eline selalu menghindar. Dunia kadang memang tidak adil, hanya berpihak pada satu sisi saja.

DIMENSI RUANG DAN WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang