Chapter 4

2 1 0
                                    

Kebetulan bendahara di kelas 12-C baru saja pindah sekolah, jadi mereka harus menentukan lagi siapa yang akan jadi bendahara menggantikan Billa. Mereka berdiskusi untuk melengkapi struktur pengurus kelas yang kosong. Tapi, tak satu pun di antara mereka yang bersedia menggantikan posisi Billa.

“Anak baru, lo ya yang jadi bendahara?” tanya Jerry.

“Nggak deh, kan masih banyak yang lain.”

Eline terus menolak dengan mengandalkan statusnya sebagai siswi baru yang masih belum mengerti apa-apa tentang sekolah barunya. Tetapi, Jerry terus memaksa. Icha, teman dekatnya di kelas ikut mendukung Eline untuk menjadi bendahara kelas. Eline menarik napasnya dalam-dalam, dengan berat hati ia mengiyakan perkataan Jerry.

Keesokan harinya, Eline memulai tugas barunya untuk menagih uang kas anak-anak 12-C. Di SMA Tridarma, setiap Hari Jumat memang membebaskan siswa-siswinya untuk menikmati semua fasilitas olahraga yang tersedia di sekolah. Hari Jumat juga hari di mana siswa-siswi kelas 12-C harus membayar uang kas kelas sebesar Rp.5.000,00 per orangnya.

“Ini nih alasan kenapa gue nggak mau jadi bendahara.” Gerutu Eline.

“Ya udah deh gue bayar nih, udahlah gak usah marah-marah.” Ucap Icha sembari mengeluarkan uang dari sakunya.

“Lo udah nunggak 3 minggu, Cha.”

“Iya-iya besok gue lunasin kok.”

“Apa lagi si Jerry, Fadlan, Ucup, Oji, sama Riki, satu geng nggak pernah bayar uang kas.” Eline beranjak pergi dari tempat duduknya.

“Lin, lo mau ke mana?”

“Cari duit.” Jawabnya singkat.

Eline pergi mencari Jerry dan gengnya. Jerry yang menjabat sebagai ketua kelas harusnya memberi contoh yang baik dengan cara membayar uang kas tepat waktu, tapi kenyataannya justru dialah yang jarang sekali membayar uang kas. Eline mendatangi Jerry yang tengah bermain basket di tengah lapangan dengan membawa senjatanya, yaitu buku dan pulpen.

Eline dengan santainya memasuki lapangan basket itu. Tidak satu pun hal yang dapat menghentikan langkahnya untuk memarahi Jerry. Eline menarik-narik kaos Jerry tanpa henti dan memaksa Jerry untuk melunasi utang uang kasnya.

“Lepasin kaos gue, kalau lo di sini nanti lo bisa kena bo-“

Belum sempat Jerry menyelesaikan omongannya, lemparan bola basket dari Oji hampir saja mendarat tepat di kepala Eline. Dengan sigap Jerry menangkap bola itu. Telat dua detik saja, mungkin di dahi Eline akan ada benjolan berwarna merah yang terpampang jelas di sana.

“Tuh kan, gue bilang juga apa.”

“Ngeselin banget, sih!” Ucap Eline lalu pergi.

Eline pergi ke perpustakaan, sendirian, untuk melupakan kejadian yang memalukan tadi. Ia terus menggerutu di sana, menuduh Jerry-lah penyebabnya. Andai saja Jerry selalu melunasi uang kasnya, Eline tidak akan mengejarnya sampai ke tengah lapangan basket.

Jerry mendatangi Eline di perpustakaan. “Hai.” Sapa Jerry.

Eline berbalik badan dan tak ingin menatap Jerry. Tapi berbeda ketika Jerry mengatakan bahwa ia akan membayar semua utang uang kasnya. Eline segera menghadap ke arah Jerry dan menatap mata Jerry dengan tatapan mautnya.

“Jangan menatap kalau akhirnya nggak bisa menetap.”

Eline mengernyitkan dahinya. “Apaan, sih, lo? Buruan ini uang kas lo dilunasin.”

“Iya besok gue lunasin.”

“Gila ya lo, lo ketua kelas, lo udah nggak bayar dua bulan, terus lo dengan santainya tanpa rasa berdosa sedikit pun bilang kalau lo-“

Belum selesai Eline berbicara, Jerry menyuapi Eline dengan permen lollipop agar Eline tidak terus mengomelinya.

DIMENSI RUANG DAN WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang