┏━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┓
𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠-!
┗━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┛
•
•
.
.Azalea duduk sendiri di bangkunya. Bangku sebelahnya masih kosong--yang menandakan pemiliknya belum datang. Azalea menatap bangku Thalia dengan tatapan berbinar. Dia tak sabar ingin memberitahu Thalia sesuatu.
"Pagi!" sapa Thalia dingin ketika memasuki kelasnya. Memang itu sudah menjadi kebiasaannya.
"Thalia! Nanti habis sekolah kamu mau main ke rumahku, gak? Aku sendirian soalnya, Mama sama Papaku pagi tadi berangkat ke luar kota untuk tiga hari," pinta Azalea panjang lebar dengan tatapan memohon.
"Ternyata ini yang dimaksudnya hal menarik," batin Thalia sambil menepuk jidatnya sendiri.
Merasa risih ditatap dengan tatapan memohon seperti itu, akhirnya Thalia mengiyakan saja. Toh, dia juga sendirian di rumah, apa salahnya main ke rumah teman sendiri. Azalea sangat senang setelah mendapat anggukan dari Thalia. Thalia tidak habis pikir, kenapa Azalea sebahagia itu, padahal dia cuma menyetujui ajakannya.
Rena dan gengnya memasuki kelas tepat saat bel berbunyi. Dia terkejut melihat kehadiran Thalia dan juga penampilan barunya. Padahal dia sudah bertaruh kalau Thalia tidak akan berangkat sekolah hari ini.
Oke, Thalia jujur. Sebenarnya dia berniat membolos hari ini, sebelum dia mendapatkan chat dari Azalea, kalau Azalea akan memberitahu sesuatu yang menarik kepadanya. Akhirnya Thalia mau tidak mau harus berangkat. Anggap saja secara tidak langsung Azalea menyelamatkan Thalia dari olok-olokan Rena dikemudian hari.
Thalia menatap sinis ke arah Rena yang tengah menatapnya dengan tatapan benci. Tak lama, Pak Andre--guru matematika--memasuki kelas dan memulai pembelajarannya.
"Baiklah, kerjakan sepuluh soal itu di kertas nanti dikumpulkan di meja saya. Yang tidak mengumpulkan siap-siap semua nilai matematika kalian, saya kurangi lima point. Permisi."
Thalia dan Azalea mengerjakan sepuluh soal itu dengan tenang, kecuali soal terakhir. Soalnya benar-benar ... sulit. "Wow, soal legend keluar!"
Predikat Soal Legend itu memang benar. Waktu itu soalnya keluar di penilaian akhir semester satu, tidak ada satupun yang bisa menjawabnya. Eh, ada! Walaupun cuma satu orang, yaitu Yui dari kelas IPA-1, sekaligus pemegang ranking satu paralel seluruh kelas 10, dua tahun berturut-turut. Sayangnya dia hanya menyimpan jawaban itu untuk dirinya sendiri, dasar egois!
Pak Andre belum mau menjelaskan, karena katanya sih katanya, "Soal itu sangat mudah. Jika di kelas ini belum ada yang menemukan jawabannya, saya tidak akan memberitahu jawabannya."
Lihatlah, bahkan semester dua sudah hampir habis dan belum ada yang bisa menjawabnya dengan tepat. Bahkan di Google pun tidak ada. Benar-benar soal legend. Walaupun sudah berganti materi, Pak Andre tetap memunculkan soal itu di tiap-tiap ulangan harian.
Akan tetapi, jangan remehkan Thalia. Minggu kemarin jawabannya sudah nyaris benar, hanya saja ada yang salah sedikit. Thalia kini kembali mencari celah dari soal itu. Tangannya sibuk mencoret-coret angka di lembaran kertas kosong.
Thalia melihat sisi lain dari soal yang ada dihadapannya. Memutar otak, menghitung dengan berbagai rumus dan akhirnya dia mencoba menyederhanakan soal itu terlebih dahulu lalu mencoba mengalikan dengan angka ini dan itu.
Matanya membulat. Tangannya bergetar. Tak disangka, Thalia berhasil menjawab soal legend itu. Dia sampai menangis terharu. Lebay banget emang Thalia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐀𝐘𝐎𝐍𝐀𝐑𝐀 [𝐄𝐍𝐃]
Fiksi Remaja🅲🅾🅼🅿🅴🅻🅴🆃🅴🅳 "Sayonara ...." Kata yang kau ucapkan saat cahaya senja menyinari kita. Cahaya senja yang sangat ku sukai, namun begitu kau benci. Kata paling menyesakkan yang kau ucap dengan senyuman. Dulu kau mengatakannya di bawah cahaya se...