Part 18 : Mysterious Intel

24 3 0
                                    

Hai, ini lanjutan yang part sebelumnya ya^^ enjoy!

• Playlist : Moments - One Direction

···

Pria itu terdiam dengan perasaan yang tak karuan. Dia masih menggenggam erat telepon itu dalam duduknya, semua ini sungguh tidak masuk akal. Ini aneh. Semua yang terjadi padanya akhir-akhir ini sungguh acak tapi juga mengarah ke suatu hal. Apa mungkin ini berasal dari masa lalunya? Kalau itu benar, maka Valetta punya alasan kuat dengan menyarankan hal itu padanya.

Hanya memikirkan gagasan tentang pria itu yang adalah dalang dari semua hal ini bahkan membuatnya frustasi. Bagaimana jika ini benar-benar ulahnya? Apa yang lainnya juga mengalami hal yang sama?.

Dia beranjak dari duduknya dengan kasar sehingga memunculkan suara derit kursi yang bergesekan dengan lantai marmer rumahnya itu. Liam bergegas mengambil jaket dan kunci mobilnya beserta beberapa dokumen dari Valetta yang diam-diam dia sembunyikan dari Maya. Meskipun pada akhirnya dia tetap harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, karena dia tidak mungkin pergi tanpa alasan.

Ruangannya dekat dengan dapur yang juga searah dengan pintu keluar rumah. Sekarang dia mulai menyesali seleranya saat mendesain rumah itu, tapi tidak ada gunanya. Dia melangkah keluar dari ruangannya dan mendapati Maya yang kini menatapnya heran sambil merapihkan meja makan. Harusnya malam ini, mereka dapat makan malam bersama dengan normal-apapun itu maksudnya. Layaknya pasangan lain yang sedang kasmaran.

"Liam? Kau mau kemana?" Tanya Maya dengan nada suara penuh kebingungan.

Liam menghampirinya sembari menghela nafas perlahan, mencoba mengumpulkan keberanian sebanyak-banyaknya. "Aku harus menemui seorang teman lama..." Balasnya sambil meletakkan kedua tangannya yang hangat di bahu wanita itu.

Maya menatapnya pekat dengan kerutan yang jelas di dahinya. "Tapi, ini waktunya makan malam"

Matanya terpejam sesaat, tak tega mengatakan semua itu pada Maya. Tapi, apa boleh buat? Dia tak punya pilihan lain. "Ya, aku tahu... Sayang, aku sungguh minta maaf tapi aku harus pergi sekarang juga" sembari mengusap wajah wanita di depannya.

"Oke, kapan kau akan kembali?" Tanya Maya lagi dengan raut muka yang agak curiga.

"Mungkin beberapa minggu..." Ucapnya.

Dahinya mengerut heran. "Beberapa minggu? Kau mau kemana?" Sembari melihatnya pekat.

Tangan Liam bergerak ke atas pundak Maya seolah sedang mencoba menenangkannya dari apapun itu. "Kumohon jaga dirimu selama aku tidak ada..."

Maya memalingkan wajahnya sambil melangkah menjauh dari Liam. "Tidak... Tidak, Liam. Aku benci itu..." Seraya menggeleng samar.

"Apa?"

"Caramu mengatakannya... Kenapa itu terdengar seperti ucapan selamat tinggal?"

Liam mencoba menenangkannya lagi. "Maya, dengarkan aku..."

"Tidak, Liam. Kau yang dengarkan aku! Ada apa ini sebenarnya?" Pekiknya dengan nada suara yang tinggi. Matanya mulai memerah, air mata mengalir dari sudut mata birunya itu.

Liam mencoba mendekatinya tapi, Maya tetap menjauhi dirinya. Dia pasti sangat membencinya karena ini. "Maya, hey! Maya?!"

"Tidak, Liam. Kau sudah janji, kau sudah berhenti dari pekerjaan itu. Itulah alasan kita disini sekarang..." Tuturnya dengan air mata yang mengalir semakin deras di pipinya.

"Aku tahu, tapi kita sudah tahu pasti hal ini akan terjadi..."

"It's a bullsh*t, Liam! It is a bullsh*t!" Pekiknya emosional sambil terus menghindari Liam.

Z-QUAD'S [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang