Bab 1 : Matahariku

15 3 10
                                    

Ingatkah dulu saat pertama kali kita bertemu. Ketika kita tanpa sengaja memegang benda yang sama, sebuah tisu. Di mini market milik Pak Haji Lehan.

Aku bertanya-tanya dalam hati, untuk apa kamu membeli tisu?

Untuk apa pula aku bertanya tentang ingatanmu pada hari itu. Jelas kamu tidak mengingatnya atau tidak akan pernah mengingatnya. Seolah kejadian itu tidak pernah ada. Tidak berjejak sama sekali di memorimu. 

Bagaimana pula kamu mengingatnya? Sedangkan saat itu kamu bahkan tidak melihatku. Untuk sekedar melirik pun tidak. Seakan aku adalah seseorang yang sangat tidak penting. Tidak perlu dilihat atau akan merusak suasana hatimu. Benarkan? Karena pada saat itu, kamu langsung mengambil tisu yang lain. Melepaskan tisu yang sempat kita pegang bersama. Terjatuh. Kemudian kamu pergi saat aku mengambilnya di lantai keramik yang dingin. Dingin, seperti kamu.

Apakah aku sangat tidak penting?

Tidakkah kamu ingin melihatku? Tidakkah kamu ingin bertanya bagaimana kabarku? Sudah tiga tahun lebih kita berpisah. Tidakkah kamu ingin mengatakan sesuatu, di pertemuan pertama kita ... setelah tiga tahun tidak bertemu.

Di tempat itu, di mini market Pak Haji Lehan.

Aku selalu takut saat malam tiba. Aku takut kalau matahari yang aku lihat hari ini akan berbeda dengan matahari yang akan aku lihat besok.  Seperti saat kamu pergi dari sisiku, meninggalkanku sendiri. Aku takut saat kamu kembali, kamu menjadi seseorang yang berbeda. Seseorang yang asing, yang kembalimu bukan untukku. Bukan untuk merajut kembali cerita kita yang sudah terurai.

Kini tampaknya cerita kita benar-benar akan berakhir. Tiada harapan lagi yang bisa aku lihat. Bahkan sejak pertemuan pertama kita di minimarket Haji Lehan itu, kamu tidak pernah sekalipun berkunjung ke rumahku.

Namun entah mengapa, aku masih berharap. Kamu akan kembali seperti dulu. Mengatakan bahwa saat ini kamu sedang berpura-pura. Kamu hanya ingin mengujiku.

Aku menunggu meski tiada kepastian yang datang darimu. Dan selalu menunggu. Dulu ... dan sekarang. Mengorbankan waktu untuk menghubungi teman-temanmu hanya karena ingin tahu kontakmu, yang sudah diganti setahun setelah kepergianmu.

Pesan demi pesan tak kunjung dapat balasan. Bahkan centang biru di whatssapp tak kunjung kudapatkan. Panggilan demi panggilan tidak terjawab. Bahkan tampaknya beberapa panggilan, kamu riject.

Aku selalu benci malam setelah kepulanganmu. Dan setelah pertemuan pertama kali di minimarket Haji Lehan itu.

Aku berharap malam tidak akan pernah datang lagi. Matahari yang selalu menemaniku telah direnggut. Hilang. Waktu dan jarak juga menjadi penyebab utamanya.

Dahulu kukira waktu akan luluh jika aku setia menunggunya. Jarak akan restui pertemuan yang indah nantinya. Nyatanya semua tidak seperti bayangan. Seolah semesta tidak memihak padaku. Lalu, akan kukemanakan hati yang patah ini?

Hati yang kecewa ini?

🍀🍀🍀

Surya❤
Nindi

Kita putus.

Mulai sekarang kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku harap kamu jangan ganggu aku lagi.

Kenapa?
Tolong kasih penjelasan ke aku Surya!

Malam, membuatku semakin  membencinya. Aku tidak tidur sepanjang malam itu. Tidak sudi membiarkan malam menari-nari di atas kesedihanku.

Malam hari bertepatan dengan malam minggu. Sorak-sorai muda-mudi masih terdengar sampai ke kamarku. Dengan tiba-tiba tiga  pesan masuk dari whatsapp. Tanpa menunda. Dengan secepat kilat kubuka.

Pesan itu dari Surya, kekasihku. Hari ini di malam ini, resmi ia memutuskanku. Lewat pesan whatsapp, membuat kesan pengecut. Memberikan rasa sakit berkali lipat. Dan segalanya menjadi semakin tidak jelas, semakin menyesakkan.

Hati yang kebat-kebit menunggu kepastianmu. Luluh lantak. Penantian memang terwujud tapi, bukan seperti yang aku harapkan.

"Engkau kembali dengan segala perubahan yang tak lagi kukenali. Engkau kembali tapi menoreh luka di hati ini. Salahkah jika aku menyesal ... mencintaimu?"

"Aku sudah menunggu lama. Waktuku terbuang sia-sia untuk memikirkanmu, merindukanmu."

Bangs*t! Rasanya ingin kumaki dirimu. Teriak di depan wajahmu.

Tidak bisa, saat ini aku yakin pasti tentang satu  hal itu. Diriku masih sangat merindukanmu. Yang ada justru mulut membisu dengan curahan bulir air dari mataku.

Tisu yang menjadi saksi pertemuan kita di mini market Haji Lehan, kini menjadi saksi bisu kesedihanku. Satu-satunya yang menghapus bulir dari mata.

Tidak ada lagi tangan hangatmu yang dulu menghapusnya.

🍀🍀🍀

Pagi datang dengan lama sekali. Tiap detik-detik malam seperti berjalan sangat lambat. Begitulah malam, yang mulai kubenci itu.

Di depan cermin lemari pakaianku ada sosok menakutkan. Rambut berantakan, lingkar mata hitam seperti panda, benar-benar tampilan yang sangat kacau.

Handuk di belakang pintu segera kusambar. Berjalan gontai ke kamar mandi. Tubuhku sepertinya kurang istirahat karena tidak tidur.

Aku benar-benar tidak mentolerir malam. Benar-benar tak sudi membiarkan mataku terpejam.

Dari jendela terlihat matahari muncul  malu-malu. Jam di dinding tepat berada di 06:30. "Biarkan saja, toh hari ini aku masuk kerja siang."

Tidak sampai 7 menit acara mandiku sudah selesai. Memang diriku bukan tipe cewek yang mandi berlama-lama. Apalagi pagi hari, big no.

Mandi itu simple kan? Basahi tubuh dengan 3 siraman air gayung, sabuni badan, siram, dan selesai. Namun, beda lagi ceritanya jika lagi keramas. Memberi waktu lebih lama tidak mengapa.

Tetap saja, setiap orang  punya seni mandi yang berbeda-beda.

Mandi memang membuat pikiran sedikit lebih tenang. Tubuh lebih rilex.

Sampai di kamar seketika mendung kembali menerpa. Bukan mendung langit tapi suasana hati. Matahari yang muncul malu-malu dari jendela tadi mulai memancar lebih terang.

Semua dimulai dari foto lelaki dan wanita berseragam putih biru. Sang wanita memegang buket bunga mawar. Sangat indah. Pas disandingkan dengan senyum di bibir keduanya.

"Bunga mawar yang kau beri. Duri-durinya tak melindungi tapi melukai dan menyakitiku." Mataku menatap foto di dinding dekat meja belajar.

Berjalan mendekat. Membelai dan mengeja tulisan bagian bawah foto.

"Matahariku...."

Seketika air mataku kembali luruh. Segala kenangan hilir-mudik di kepalaku. Teramat menyesakkan.

Kisaran, 23 Desember 2020

Hallo readers..
Mohon maaf atas typo yah. Afa masih belajar banget. Mohon kritik dan sarannya.

Jangan lupa tinggalkan jejak yah~.  Vote dan Comment.❤❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jelajah Rasa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang