Pertama dari dua yang tersisa. Mereka menyebutnya cakrawala biru dengan dua gumpal awan, dia terlihat membiru tiap fajar mulai membentang. Layangan menjadi simbol kebahagiaan, kungkungan dan tuntutan pulih menjadi perjalanannya menuju cakrawala merah jambu. Terlalu lekas hingga ia tak sempat menitip rasa pada Sembagi Arutala. Kedua dari satu yang tersisa. Selepas biru mari bersapa dengan cakrawala biru semu merah jambu, menjadi langit senja merupakan hal yang semu. Dia tercipta karena gradasi antara cakrawala milik terang dan petang. Bakatnya selalu terjebak dalam dua perayaan hidup. Entah senang atau tenang yang pantas cakrawala merah jambu rayakan. Ketiga dari yang tersisa. Keikutsertaan hitamnya langit malam bersama binar merah jambu yang melintang tidak menjadi penghalang perjalanannya meski ia ditetapkan menjadi malam. Terkadang, hidup hanya butuh malam bersama taram. Mereka mengajarkan keikutsertaan dalam kehidupan. Perannya sama. Dunia membutuhkan langit biru untuk hidup. Dunia membutuhkan langit semu merah jambu untuk belajar melepaskan dua warna menuju gulita. Dunia juga membutuhkan malam sebagai waktu peristirahatan. Namun, tidak memungkiri apabila ketiganya bersinggungan dan dunia kehilangan langit-langitnya.