dy

1K 87 0
                                    

Changbin dan Hyunjin menonton film sampai sore, ah mereka hanya menonton kartun Minion dari season pertama hingga ketiga. Lalu di lanjutkan dengan beberapa kartun pilihan, Changbin sedang tak ingin meneteskan air mata atau marah-marah pada pemeran antagonis, berakhir mereka menonton kartun.

Tak terasa sudah jam tiga sore, itu artinya sebentar lagi putra-putranya dan Chan akan pulang.

"Kami pulaaangg!"

Baru saja di omongin, ketiga pria itu sudah memasuki rumah dengan wajah tak tertebak.

"Huwaaah, papah" Ian yang sedari tadi menunduk langsung berlari ke tempat Hyunjin berada, dan menerjang sang papa.

"Eh.?" Hyunjin gelagapan, kenapa juga putranya yang biasanya ceria itu menangis sampai ingus pun ikut keluar.

"Papah, Hiks. Ma-mafin Ian. Hiks." Isak remaja empat belas tahun itu, tentu itu menambah kebingungan.

"Ian, kenapa? Adek nggak papa?" Changbin menarik tubuh Ian pelan, dan dengan segera ia peluk tubuh anaknya itu.

"Hiks, Bunaa. Hiks, papa. Maafin Iaan."

"Ge, ini kenapa?" Tanya Changbin ke putra sulungnya, Gerald menggeleng tak tahu.

"Sayang, anak Buna. Kenapa? Ada yang bully adek? Adek luka? Atau adek ada yang sakit?" Changbin mencoba menenangkan putranya itu dengan mengelus rambut Gavian, Changbin mengalihkan pandangannya ke arah Chan yang sedari tadi diam.

"Kak, Ian kenapa?" Tanyanya khawatir

"Tadi, sekolah mereka di liburkan. Jadi, mereka pengen ke kantor. Kakak bawa aja ke kantor, trus kita betiga di kantor aja sampe tadi." Chan juga bingung sebenarnya, tak ada angin tak ada hujan kenapa pula putra bungsunya menangis sampai terisak begitu.

"Ian, ketemu apa di kantor Ayah? Ada pegawai yang marahin Ian yah?" Hyunjin membalikkan tubuh Ian, sehingga sekarang remaja itu di hadapannya. Hyunjin memegang kedua bahu putranya, ia tersenyum hangat.
Ian menggeleng kecil, membuat Hyunjin bernafas lega.

"Kalo gitu, sekarang coba cerita. Adek kenapa?" Hyunjin mendudukkan dirinya di sofa ruang keluarga, ia lalu menarik Ian agar duduk di pangkuannya.

Changbin ikut duduk di samping Hyunjin, sesekali pria itu mengusap punggung tangan Ian.
Chan juga mendudukkan diri di samping Changbin, ia lelah setelah bekerja seharian. Tapi, ia lebih mengkhawatirkan si bungsu.

"Ge, sini." Changbin menepuk pahanya, agar si sulung yang masih berdiri mendudukkan diri ke pangkuannya.

Ge mengangguk lalu ia duduk di pangkuan Bunanya, ia tersenyum senang.

"Jadi?" Tanya Hyunjin memulai percakapan mereka.

"Hiks, ta-tadi kak Ge hanya main game di ruangan Ayah. Hiks, Ayah juga sibuk sama komputernya." Ian mulai menceritakan masalahnya dengan masih terisak, dua orang yang nama mereka ada di dalam kalimat nya hanya mengernyit bingung. Mereka tak salah apapun, apa salahnya dengan duduk bermain game dan duduk mengerjakan pekerjaan?

"Trus?" Changbin mencoba positif thinking, ia percaya bahwa Chan dan Ge tak akan menganggu Ian sampai seperti ini.

"Hiks, sekretaris cadangan Ayah datang. Hiks, dia bawa bertumpuk-tumpuk Dokumen. Trus di kasih ke Ayah.

Ian nanya sama Tante Jihyo, itu dokumennya buat apa. Trus, Tante Jihyo bilang itu dokumen buat perusahaan. Katanya, tinggal di periksa Ayah trus tanda tangani.

Trus Ian nanya lagi, itu dokumennya siapa yang ketik. Soalnya tebal banget. Tante Jihyo bilang kalo itu tugasnya sekretaris. Trus, Tante Jihyo mau pergi. Karna bosan, Ian ikutin Tante Jihyo.

Jingga [ChanChangJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang