një

597 65 8
                                    

"Bunaa, Liat dasi adek nggak?"

"Di laci lemari dek"

"Nggak ada Bunaa"

Changbin menghela nafas panjang, dengan segera ia melepaskan Appron yang menggantung di lehernya. Sarapan telah siap, jadi ia bisa mengurus empat pria lainnya dengan tenang.

Changbin keluar dari dapur, menuju tangga untuk sampai di kamar si bungsu. Saat melewati kamar sulung, Changbin berhenti dan masuk untuk mengecek sulungnya.

"Kakak, udah selesai?"

Changbin masuk tanpa mengetuk pintu kamar, ia melihat sulungnya tengah berdiri di depan cermin.

Gerald menoleh ke samping ketika mendengar suara Bunanya, senyum nya muncul tatkala melihat wajah teduh itu.

"Udah kok, Buna."

"Bagus, kalau gitu langsung ke bawah yah. Sarapan."

Gerald mengangguk mengiyakan, yang di balas senyuman manis oleh sang Buna. Changbin segera keluar dari kamar itu, dan berjalan ke kamar sebelah.

"Udah ketemu dek?" Tanya Changbin ketika melihat bungsunya sedang duduk di ranjang tidur.
Gavian menoleh ke Bunanya, kemudian menggeleng.

"Ini, apa dek?" Changbin mengangkat dasi berwarna Cream yang ia temukan di laci.

"Eh, tadi nggak ada kok Buna. Beneran, tadi udah Ian cari." Gavian atau yang kerap di panggil Ian itu terkekeh kecil. Changbin yang sudah terbiasa dengan sikap bungsunya hanya bisa menggeleng kecil.

"Mangkanya, besok-besok cari yang benar." Changbin berdiri di depan Ian, memasangkan bungsunya itu dasi. Yang di pasangkan hanya tersenyum penuh kemenangan.

"Udah, sana kebawah. Sarapan, jangan sampai telat."
Changbin juga menyisir rambut Gavian, setelahnya ia berjalan keluar kamar bungsunya.
Kali ini Changbin berjalan menuju kamarnya dengan kedua suaminya, lagi ia masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Changbin tersenyum lebar ketika melihat Chan yang duduk di sofa kamar, Chan sudah lengkap dengan jas kantornya. Pria itu sedang memainkan ponsel.
Mata Changbin mencoba mencari sosok pria yang satunya, ketika mengetahui di mana suaminya yang lain. Senyum lebar itu tergantikan dengan wajah datar.

"Kak, Hyun nggak ikut?" Changbin bertanya sambil berjalan mendekati Chan yang saat ini menoleh.

"Nggak, katanya capek."

Changbin mengangguk, kemudian ia duduk di pangkuan Chan dan langsung menyandarkan kepalanya di dada sang suami. Chan hanya terkekeh kecil, lalu membalas dekapan istrinya.

"Kenapa hmm?"

"Nggak papa kok, Kakak kapan-kapan cuti juga. Biar kita bisa ngabisin waktu bertiga." Changbin membuat pola acak dengan telunjuknya di dada Chan.

"Iya, sayang. Morning kiss?"
Chan menaikkan alisnya sebelah, dengan tersenyum jahil ketika melihat pipi Changbin yang langsung merona.

Changbin mengangkat kepalanya, ia menatap manik kelam Chan. Begitu juga sebaliknya, keduanya saling mendekatkan wajahnya. Ketika tinggal beberapa senti, keduanya menutup mata. Dua persik itu menyatu, saling meresapi kelembutan milik satu sama lain. Awalnya hanya kecupan manis, hingga Chan membuka mulutnya dan melumat bibir yang selalu menjadi candu bagi dirinya dan Hyunjin. Hanya lumatan lembut, tak ada sebuah nafsu di dalam ciuman itu.

"AYAAH, PAPA, BUNAA. SARAPAN DONG, IAN LAPAR NIIH." Sebuah teriakan dari si bungsu mengintrospeksi kegiatan keduanya, dengan cepat Changbin melepas ciuman itu lalu berdiri.

"Ka-kakak turun aja dulu, Abin bakalan bangunin Hyun dulu." Changbin tergagap dengan pipi yang bersemu merah, bahkan telinga pria itu juga sangat merah. Chan terkekeh melihat tingkah istrinya, ia kemudian mengangguk lalu berdiri.

Jingga [ChanChangJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang