Throwback: Tentang Masa Depan (2)

31 8 7
                                    


Mbak Alula. Mbak La. Mbak La. Mbak La.

Panggilan itu secara berulang terucap komat-kamit dari bibir Dewa. Ditambah cekikikannya sembari mengayuh sepeda menyusul perempuan yang tak kalah kencangnya mengayuh jauh di depan Dewa.

"Mbaaaaaakkkkkkkk!" Teriaknya lagi, seakan ketagihan menyebut nama itu terus-terusan. Sampai satu jitakan yang cukup keras mendarat di kepalanya setelah sepasang manusia itu sama-sama memarkirkan sepedanya.

"Ak!"

"Makanya jangan bikin malu di jalan!" Omel Alula. Tawa Dewa semakin kencang melihat raut muka kesal Alula. 

Lucu juga becandain mbak-mbak satu ini, batinnya.

Siang menjelang sore itu mereka habiskan di kedai ketan susu favorit anak-anak di Kampung Inggris. Dengan pemandangan hamparan sawah luas di depan, menambah kenikmatan suasana kampung di pelosok Jawa Timur yang jauh dari hiruk pikuk kota dan kendaraan umum.

"Kamu tuh ternyata baru lulus SMA ya. Hmmm," keluh Alula untuk kesekian kalinya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Seakan menyesali kedekatan mereka selama ini.

"Hahaha. Kenapa Mbak? Gak suka brondong ya?"

"Iya. Dan lagi aku udah punya pacar juga sih, jadi gak brondong pun sori-sori aja ya," jawab Alula dengan nada mencibir.

"Ohhh, Mbak udah ada pacar. Hmm." Pupus sudah rencana Dewa untuk menggebet. Sudah mah brondong, ternyata perempuan itu juga sudah ada yang punya.

"Terus mau lanjut kuliah di mana ... dek?" tanya Alula dengan jeda sedikit ragu menyebutnya 'dek'. Namun ternyata panggilan itu justru menenangkan Dewa yang sedang butuh asupan nasehat.

Hening. Hanya Dewa yang menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu untuk mengulur waktu menjawab.

"Well, that's okay, dek." Alula seakan mengerti kegelisahan Dewa. "Kamu kira aku gak pernah ada di posisimu? Ketika teman-teman lain sudah pada dapat kampus. Entah itu jalur PMDK, ujian mandiri, sedangkan aku beberapa kali dinyatakan tidak lolos. Hehe."

Dewa menatap Alula. "Mbak ... juga gitu dulu?"

Alula mengangguk dengan cepat. "Udah mah gak lolos, jurusan apa juga aku masih gak tau sukanya apa, dan berujung jurusan paksaan ortu. Hehe."

"Mbak jurusan apa emang?"

"Coba tebak."

"Manajemen? Ikom?"

"Emang muke gue gak ada sains-sainsnya apa ya," bisik Alula kesal. 

"Aku di Fakultas MIPA. Jurusan Biologi," jawabnya. "Pada akhirnya aku memang suka, ya walau dimulai dari paksaan ortu. Tapi, hmm, entahlah, aku merasa itu bukan apa yang benar-benar aku mau."

"Ohh, aku gak nyangka kalau Mbak anak sains."

"Dewa sukanya apa?" tanya Alula menggiring topik.

"Sukanya Mbak La, hehe. Aduh!" canda Dewa yang tentu saja langsung mendapat jitakan di sisi lain kepalanya.

"Aku suka basket. Gini ini anak basket aku, Mbak," jawab Dewa dengan bangga.

"Widih ... atlet nih."

"Haha. Aku suka basket, tapi untuk masa depan, sepertinya bukan itu yang aku tuju."

Alula tertegun mendengarnya. "Setidaknya kamu tau apa yang kamu sukai, dek. Setidaknya kamu tau ke mana kamu bisa melampiaskan perasaanmu ketika sedang lelah."

Kali ini Dewa yang tertegun mendengar Alula memiliki pemikiran yang sama dengannya. "Itu yang aku pikirkan juga, Mbak. Suka basket, suka olahraga, gak berarti aku harus mengambil jurusan olahraga, kan?"

PoV: DEWA // DAY6 DowoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang