Hujan selalu berbeda arti di setiap pendapat manusia. Tahukah mengapa? Karena semua manusia punya jalan dan misinya sendiri. Telah ditentukan sesuai kesanggupannya, beberapa perasaan menolak merasa karena menganggap tidak sesuai untuknya. Sebagian manusia ingin kehidupan seperti yang lain, padahal 'yang lain' itu ingin seperti sebagian manusia. Rumit, ya? Memang, seperti itu adanya. Saya pikir banyak yang memahami hal ini. Banyak pula yang merasakan hal ini, saya adalah salah satunya. Sempat ingin seperti dia, kamu, mereka, dan entah siapa lagi yang saya inginkan. Pada akhirnya, saya menyadari bahwa setiap manusia punya versi terbaik dalam dirinya yang tidak dimiliki orang lain.
Saya pernah benci hujan, karena hujan membasahi tugas saya. Hujan itu berisik, membuat waktu tidur saya terlalu nyaman, saya jadi basah kuyup dengan seragam yang harusnya esok hari masih dipakai, serta banyak lagi alasan sederhana. Itu yang saya rasakan, DULU. Saya benci hujan dengan alasan yang beragam, mungkin ini melukai hati orang yang suka akan hujan. Jujur saja dulunya saya berpikir dan melihat hujan dari satu sisi saja tanpa mengerti apa tujuan penciptaan hujan bahkan tanpa mendengar alasan mengapa seseorang menyukai hujan.
Benar adanya bahwa benci dan cinta tidak berjauhan, justru berdampingan. Sekian banyak alasan saya untuk membenci hujan, hingga Dia ketuk hati saya. Pada akhirnya saya begitu menyukai hujan, hingga saya duduk di halaman atau sekadar mengintip dari jendela hanya untuk menghirup bau yang khas dari hujan, rumput, maupun tanah, bahkan menyambut airnya dengan kedua tangan. Mau tahu ceritanya bagaimana mudahnya Dia membalik hati saya ?
Begini, Saya adalah manusia tidak mudah percaya terhadap sesuatu sebelum terbukti. Biasanya, hujan pertama setelah kemarau jatuh pada bulan Oktober. Beberapa tahun terakhir begitu adanya, sekitar awal atau mendekati pertengahan Oktober. Kala itu sekitar tahun 2014, Waktu itu, saya pikir akan segera hadir hujan pertama setelah kemarau. Nyatanya, tebakan saya meleset. Entah mengapa rasa sedih begitu hanyut membawa saya semakin merindukan hujan.
Oktober sudah semakin menuju tengah bulan, bahkan ulang tahun saya telah terlewati. Pada tanggal 16 Oktober 2014 saya secara spontan berkata kepada seorang teman perempuan saya, "Besok tanggal 17 turun hujan, tunggu saja," entah atas dasar apa ucapan itu tersusun. Saya benar-benar spontan.
***
Kediri, Rumah saya, 17 Oktober 2014.Dia, Yang Maha Kuasa memang selalu punya cara terindah untuk membuka hati. Hujan pertama itu turun, untuk pertama kalinya saya menyambutnya. Saat itu, diri saya adalah perempuan labil yang mencoba stabil di usia tiga belas tahun.
Saya mengambil dua gelas plastik, mengisinya penuh dengan air hujan dari jendela dapur. Sampai hujan itu reda, saya bertahan disana. Hati saya benar-benar terbuka. Segala alasan saya benci hujan telah terhapus, sejak saat itu saya benar-benar merindukan hujan.
Pelatih senam saya saat ujian praktik di SMA pernah terheran-heran karena saya begitu menyukai hujan, menunggunya sampai reda, dan membiarkan percikan airnya jatuh sesukanya. Kebetulan rumah beliau tingkat dua. Banyak hal terlihat dari lantai dua itu, termasuk hujan yang dengan tenang jatuh di rumah tetangga sekitar. Saat itu, hujan sore hari turun ketika istirahat latihan senam.
"Kamu suka banget sama hujan, nggak kedinginan ya," kurang lebih begitu kata beliau.
Saya hanya tersenyum mengiyakan. Iya, sesuka itu saya dengan hujan.
Lewat hujan, saya dipertemukan dengan berbagai bentuk rasa, suhu, dan risiko. Saya cinta hujan, apapun efek sampingnya. Terlalu bahagia dengan hujan, sampai lupa masuk anginnya. Terlalu menunggu, sampai lupa waktunya menyapu. Terima kasih hujan di tanggal berapapun, saya sungguh rindu.
Hujan mengajarkan banyak hal istimewa. Pembelajaran sederhana, dan proses penerimaan. Dari hujan, saya belajar bahwa hidup haruslah sabar. Mengikuti petunjuk dari-Nya dengan baik. Bila sudah waktu-Nya, semua akan berjalan sebaik mungkin. Memang Dia selalu memberi yang terbaik dengan porsi tepat, tidak perlu diragukan bahwa skenario-Nya selalu indah terlepas dari beratnya cobaan maupun proses pendewasaan yang harus dilalui terlebih dahulu.
Bicara tentang hujan, dia sangat menyenangkan. Katanya, kalau hujan membuat seseorang demam itu pertanda bahwa sistem imun sedang membentuk antibodi. Jadi, kalau mau hujan-hujan lagi tidak akan demam lagi. Hebat. Hujan bisa menguatkan sistem imun.
Saya ingin sampaikan bahwa hujan sangat indah, banyak makna, banyak orang menerjemahkannya dalam bentuk kenangan. Kalau kenangan saya bersama hujan, yang terbaik saat hujan pertama turun di 17 Oktober 2014. Saya tidak bisa memaksakan kepada kalian untuk cinta atau sekadar suka hujan. Reaksi manusia saat melihat hujan sangat bervariasi. Ada yang menangis, takut, sedih, haru, bahkan benci -seperti saya dulu-. Sekarang sudah tidak benci hujan, kok. Kan saya sduah bilang.
***
Halo pembacaku yang terhormat :)
Semoga sedikit kisah dan cerita ini menginspirasi, ya.
Semangat membaca, selamat membaca.
Tunggu bab selanjutnya, segera.
❤
Temui penulis di : haloletterrached@gmail.com
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMBUKTIAN
Non-FictionBila rasa percaya belum tumbuh, jawaban terbaik adalah bukti nyata. Begitu pula kepercayaan yang tumbuh dengan proses, dapat hilang dengan mudah, dan tidak mudah kembali. Saya ingin sampaikan, bahwa penolong terbaik untuk diri sendiri adalah diri se...