"Rafish udah kuliah, ya, Sus?"
"Iya, baru masuk tahun ini."
Itu adalah percakapan para asisten rumah tangga di lapak abang-abang tukang sayur dorong yang mangkal di depan rumah Gya. Pagi-pagi, sebelum sibuk dengan urusan rumah, mereka memang memanfaatkan waktu untuk berbincang atau bertukar informasi alias ngegosip.
"Tapi denger-denger, Rafish bukan anak kandung Pak Rudi, kan? Bener nggak Sus?"
Sus yang beberapa kali disebut namanya itu adalah Mbak Susi, asisten rumah tangga keluarga Rafish. Sebenarnya, wanita itu tipe asisten rumah tangga yang tidak banyak bicara, kecuali jika dipancing.
"Emang bukan. Mas Rafish itu anak bawaan Bu Diana, tapi Mas Rafish baru ngikut ke sini waktu masuk SMA," jelas Susi.
Gya sudah tahu kabar itu. Meski Diana sudah menikah dengan Rudi hampir lima tahun, tapi Rafish tidak langsung tinggal bersama mereka. Mungkin awalnya Rafish tinggal bersama ayah kandungnya.
"Cakep banget, ya, Rafish. Masih muda udah kelihatan cakepnya."
Gya yang sedang menyiram bunga di balik pagar langsung mencibir. Namun, kemudian ia tampak tercenung. Kalau dilihat-lihat, Rafish memang nggak malu-maluin dibawa jalan.
"Percuma cakep kalau anak napi."
Deg!
Lamunan receh Gya buyar. Ia menghentikan kegiatannya menyiram bunga dan memilih memeluk gembornya agar bisa fokus pada percakapan di seberang pagar. Untuk informasi ini, Gya belum tahu.
"Anak napi gimana? Yang bener aja ah!" suara lain terdengar, namun Susi belum juga memberi konfirmasi.
"Denger-denger, kasus penipuan gitu. Ada juga yang bilang rampok. Nggak tau deh yang mana yang bener."
"Dih! Serem amat, Mir."
"Lah, kalian baru tau? Ceritain, Sus!"
"Lah, ngapain harus gue? Gue nggak tau." Kemudian, terlihat Susi buru-buru menyerahkan uang pada Abang tukang sayur dan pergi dari sana. Membuat dua orang teman gosipnya mendesah kecewa.
Gya sudah bersiap menggeser pagar rumahnya dengan emosi ketika sebuah sepeda motor keluar dari halaman kediaman Rudi. Sepeda motor itu melaju pelan melewati gerombolan tukang gosip tersebut, hingga membuat wajah dua orang tadi langsung pucat pasi.
Muhammad Rafish, orang yang sedang mereka gunjingkan, tersenyum ke arah mereka, lalu membunyikan klakson singkat dan berlalu begitu saja. Sedangkan, kedua orang tadi mulai saling menyenggolkan lengan dan membalas senyum Rafish dengan canggung.
"Dia nggak denger kan kalau lagi kita omongin?"
"Kayaknya nggak denger, soalnya orangnya nggak marah."
"Ya, dengarlah!" Gya akhirnya keluar dari balik pagar setelah melempar gembornya ke tanah. "Suara kalian gedenya ngalahin suara toa!"
Gya mengembuskan napasnya kasar, lalu melanjutkan, "Rafish beda sama kalian. Walaupun dia tau lagi dijelek-jelekin, tapi dia tetap bersikap baik."
Dua orang asisten rumah tetangganya itu hanya menunduk. Sebelumnya, belum pernah mereka melihat Gya berbicara sekeras ini.
"Bang Aji! Besok jangan mangkal di depan rumah saya lagi, ya. Telinga saya sakit pagi-pagi dengerin aib orang."
Aji yang dari tadi diam saja, hanya tersenyum serba salah dan akhirnya mengangguk kikuk. Setelah Gya menutup pagar rumahnya dan masuk kembali, barulah ia bersuara.
"Kalian yang makan nangka, aku yang kena getahnya," ucap Aji tersungut-sungut sambil mendorong gerobaknya.
****************
Jika biasanya Rafish yang mengekori Gya, kali ini berbeda. Justru Gya yang mencari-cari keberadaan Rafish di kampus. Dia bahkan sudah berdiri di depan pintu, bersiap menyambut Rafish keluar kelas. Namun, setelah gerombolan adik tingkatnya itu keluar, Rafish belum juga kelihatan."Nyari siapa, Kak?"
Gya tersentak, lalu mengulas senyum tipis. "Rafish nggak masuk kelas, ya?"
"Oh, Rafish." Fergi menggeser tubuhnya karena masih ada temannya yang ingin keluar kelas. "Dia rapat HMJ."
"HMJ?"
"Gya!"
Sosok yang dicari-cari muncul juga. Dia muncul bersama seorang wanita berambut lurus sepunggung dengan poni Dora. Seorang wanita yang sepertinya punya kutub selatan karena selalu menempel pada Rafish yang punya kutub Utara.
"Kamu nyari aku?" Rafish mendekat dengan wajah sumringah, meninggalkan wanita tadi beberapa langkah di belakangnya.
"Iya. Kamu kan janji nemenin aku nyari buku?"
Tampak kening Rafish berkerut. "Bukannya kemarin udah beres?"
"Kamu sibuk? Oh, yaudah." Gya memutar cepat tubuhnya dan berlalu dari sana setelah mengucapkan terima kasih pada Fergi.
Rafish yang melihat kepergian Gya, langsung menyusul dengan cengiran usil. Ia tidak sadar atau bahkan tidak peduli pada Silvia yang langsung cemberut melihat kepergiannya tanpa pamit.
"Kamu cemburu, ya?" ujar Rafish setelah berhasil menyusul Gya.
Gya menoleh cepat, memandang Rafish dengan ekspresi datar. "Beli pede berapa kilo, sih? Kok nggak habis-habis?"
"Cemburu bilang." Rafish terus menggoda, tidak peduli dengan tatapan Gya yang kian meruncing. "Cemburu masih gratis kok, sekarang."
Hah? Sekarang? Jadi dia memang punya hubungan dengan perempuan tadi? Kayak nggak ada cewek lain aja, Pis!
Gya menghentakkan kakinya kasar, lantas pergi dari sana dengan langkah capat. Dia menyesal sudah sok-sok mengkhawatirkan Rafish. Sepertinya bocah itu memang tidak mendengar gunjingan tadi pagi.
***
Jangan lupa vote 😝😝
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Kesayangan
RomanceLulus kuliah, bekerja, menikahi CEO dan keliling dunia adalah rencana panjang masa depan seorang Agya Sofia yang sudah dirancang sejak lama. Namun, rupanya jalan hidup tidak semulus yang ia bayangkan. Jangankan untuk bekerja, menikah dan keliling du...