Bab 3, Hidup Sebagai Kinari
Kinara terbangun jam setengah enam pagi, ia membuka matanya lalu mengerjap cepat saat penglihatannya mendadak buram. Rasa pusing di kepalanya masih belum hilang sejak kemarin malam. Kinara mengangkat tubuhnya hingga terduduk di tempat tidur, ia buka tirai jendela hingga kaca bening itu memaparkan suasana pagi hari yang masih sedikit gelap.
Lampu-lampu rumah masih dinyalakan, semua pintu masih tertutup rapat-- penghuninya pasti masih banyak yang terlelap. Kinara membuka kusen jendela, membiarkan udara segar masuk membuat anak rambutnya berantakan di sekitar dahi.
Mimpi ini tidak selesai. Semuanya tidak berubah walau malam telah berganti. Kinara belum memiliki jawaban kenapa ia bisa terjebak di sini. Namun satu hal yang mengusiknya adalah kenapa ada orang yang benar-benar mirip dengannya?
Kata orang manusia setidaknya punya 7 kembaran yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Kinara tidak pernah sekalipun berpikir bahwa kembarannya itu akan sangat dekat, bahkan dengan wajah yang bukan lagi mirip namun persis sama.
Tidak mungkin juga ia pindah ke planet lain, apa yang dilihatnya kemarin cukup sebagai bukti bahwa ini masih bumi yang sama. Kinara mendengarkan banyak lagu yang tenar di 2018, ia ingat betul sering menyanyikan lagu itu bersama teman-temannya. Ia juga melihat poster konser Celine Dion yang akan diadakan bulan Juli nanti yang dipasang dengan ukuran raksasa di salah satu billboard yang ia lewati.
"Kangen Mama," lirih gadis yang kini menatap nanar bulan sabit yang masih terlihat walau samar. Mamanya, walaupun sering marah dan suka berteriak, tapi dia orang yang paling Kinara sayang.
Saat Papa pergi ke luar kota atau melakukan perjalanan bisnis lainnya, Mama adalah satu-satunya teman yang bisa Kinara ajak bicara. Mama selalu mengomel tentang banyak hal, tentang kebiasaan bangun siang Kinara, sampah yang di letakannya di sela-sela kasur, baju-baju kotor yang berserakan di sudut ruangan bahkan penampilan Kinara saat akan menuju sekolah.
"Kinaraaaa! Aduh, kamar kamu kotor sekali. Kalau satu jam nanti belum bersih, Mama sewakan kamar kamu jadi kos-kosan."
"Kamu memang nggak di marah pake rok span begitu? Pantas saja wali kelas kamu rutin nelpon Mama."
"Kinara! Cepat bangun atau Mama suruh Papa yang bangunin?!"
Ada banyak sekali hal yang bisa membuat Mama mengoceh di pagi hari. Kinara bahkan tidak perlu alarm, kicauan Mamanya cukup membuat seluruh kompleks bangun seketika. Hal-hal kecil yang mengesalkan ketika terjadi bisa jadi hal yang paling dirindu ketika tak lagi bisa dirasakan.
"Masih sakit?"satu suara menginterupsi Kinara. Ia menoleh, mendapati seorang anak laki-laki yang sudah siap dengan seragam putih birunya. Kinara meneliti wajah anak itu lalu ber-oh ria dalam hati ketika menyadari bahwa dia adalah adik Kinari, anak laki-laki dalam frame foto. Kinara mengangguk, ia menterjemahkan pertanyaan itu sebagai basa-basi akan kejadian kemarin malam.
"Lo kenapa nggak pernah cerita sama gue?" anak laki-laki itu kini duduk di tepi kasur, ia menatap Kinara tajam.
"Cerita apa?" Kinara mengernyitkan alisnya bingung.
"Temen-temen lo." Suaranya terdengar ditahan. Kinara bisa lihat jemari anak di depannya ini sedang mengepal menahan emosi.
"Baskara, kamu udah selesai belum?" teriak seseorang dari lantai bawah. Anak laki-laki itu beranjak, menatap Kinara sekilas sebelum melangkah keluar meninggalkan Kinara dengan wajah bingungnya.
Ada apa dengan anak itu?
Baskara Parashara. Kinara teringat dengan nama yang tertulis di halaman belakang scrapbook. Anak laki-laki itu adik Kinari, yang juga berarti kini menjadi adiknya. Baskara dan Kinari hanya berjarak dua tahun, anak itu kini duduk di kelas akhir sekolah menengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me in The Sky
Novela JuvenilApa jadinya jika kalian terjebak di dunia yang asing? Bukan. Ini bukan mars ataupun pluto. Tanah ini masih milik bumi. Namun, badan ini bukan milik Kinara. Wajahnya sangat mirip, bentuk tubuhnya, cara berjalan, bahkan password ponselnya. Tapi se...