[2] 19. è la voce

1.3K 361 171
                                    

2 months later

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


2 months later

Semua berjalan normal selama dua bulan ini. Aku kembali pada kegiatan kuliahku, berpisah lagi dengan orang tua sebab kampusku memang berada di luar kota. Tinggal sendirian di apartemen bukan hal yang mudah meski seharusnya aku sudah terbiasa. Apalagi hampir dua tahun aku hidup sendiri di sini.

Senormalnya anak yang terpisah dengan orang tua, ada kalanya aku merindukan mereka dan adikku. Tak banyak waktu yang kupunya untuk menghubungi mereka sebab makin hari makin banyak yang harus kukerjakan. Segala tuntutan dosen, ditambah urusan klub yang juga kuikuti. Jadwalku terasa semakin sesak. Namun di saat yang sama aku juga bersyukur, sebab karena hal itu otakku penuh dan tak ada cela untukku memikirkan Jay.

Di hari libur ini aku berniat menghabiskan waktuku untuk membaca di perpustakaan kota. Ada satu buku yang kulihat di sana beberapa hari lalu, namun aku mencari waktu yang senggang agar aku bisa membacanya. Dan syukurnya semua tugasku telah rampung kemarin malam.

"Ice Americano satu." Aku mengucapkan pesanan kepada seorang barista. Selagi menunggu pesananku siap, aku mengeluarkan lembar tunai untuk bayaran.

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya aku selesai dengan minumanku. Aku butuh americano setiap hendak membaca. Akhir-akhir ini aku jadi mudah lelah jika berhadapan dengan buku bacaan. Mungkin karena aku terlalu memaksakan diri untuk belajar setiap harinya.

Yang kubutuhkan hanyalah naik satu bus terakhir menuju perpustakaan kota. Aku duduk di halte sembari memainkan ponselku, memeriksa beberapa pesan yang masuk dari dosen maupun rekanku.

Di detik yang sama, satu panggilan masuk. Dari Jaemin. Pun aku segera mengangkatnya tanpa membuang waktu.

"Halo." Sambutku.

"Hari minggu nih, kamu dimana?"

Aku menyeruput sedikit minumanku. "Halte, dalam perjalanan ke perpustakaan."

"Lagi? Apa ngga bosen kamu baca buku terus?"

"Terus aku harus apa? Ngikutin kamu lagi nonton balapan? Males banget. Berisik. Kamu kan tau aku ngga suka tempat rame."

Aku menangkap suara dengusannya dari seberang. Sudah bisa kutebak, pria itu pasti kecewa kali ini aku tidak mau menuruti kebiasaannya yang aneh itu. Sudah kapok aku dibawa pergi dengan mobilnya yang ugal-ugalan hari itu. Aku tidak mau muntah lagi.

"Aku kasih bayaran deh. Traktir makan malem dua hari beturut-turut."

"Ngga, makasih. Ramenku di rumah lebih enak daripada daging setengah mateng yang sering kamu beliin buat aku di hotel lantai atas itu." Aku segera menutup panggilan. Dongkol setengah mati sebab Jaemin selalu mengangguku di setiap hari libur. Kalau harus terus menurutinya, itu sama saja tak ada hari libur untukku.

Hiraeth [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang