4 - Ayo pulang! -

59.6K 4.5K 48
                                    

"Gue duluan bro!" Kata Randy sambil menepuk pundak Bian.

Bian mengangguk tanpa berniat memalingkan wajahnya pada sosok sahabatnya itu. Dia terlalu sibuk, sibuk memperhatikan seseorang dari jauh. Seseorang yang sudah lama ini menetap di hatinya. Namun, hingga kini tak ada tanda-tanda rasa itu akan terbalas. Membuat Bian kecewa.

Tapi apa pantas seseorang itu disalahkan kalau Bian saja tak pernah mencoba mendekat? Bagaimana seseorang bisa tahu rasanya kalau tak diungkapkan? Sepertinya Bian sadar betul akan hal itu. Dia tak pernah mencoba mendekat atau bahkan mengungkapkan. Sepertinya itu hal mustahil dalam list Bian.

Ingat kejadian tanda tangan proposal beberapa waktu lalu? Hal itu hanya terbuang sia-sia, karna tak dimanfaatkan oleh Bian.

Bian berdecih pelan.

Gue gak boleh jadi pengecut, batinnya.

Memang apa namanya kalau cowok hanya diam seperti ini tanpa ada gerakan hanya berharap? Ya, pengecut! Setidaknya itulah yang menjadi pedoman Bian. Tapi, hingga kini belum ada gerakan satu pun yang terealisasi -selain kejadian proposal yang tak disengaja tentunya-.

"Hai sayaang," Bian tersadar dari lamunannya saat mendengar suara menggelikan di telinganya.

Bian menghela napas kasar. Pengganggunya datang! Tapi, Bian selalu mencoba tak menghiraukannya, karna terlalu muak. Bian melihat ke arah pandangannya tadi, kemudian menghela napas kecewa. Karna, Rain sudah tak ada lagi disana.

"Sayaaang, kita bakalan liburan kemana nih?" Cerocos Cecillia sambil menggamit lengan Bian mesra, membuat Bian risih.

Bian melepaskan tangan Cecil perlahan. Masih sabar.

"Kok kamu gitu sih sayang?"

Bian sebenarnya sangat jengah dengan cewek satu ini. Rasanya Bian ingin mendepak cewek ini jauh-jauh, tapi dibalik sifat dingin pada wanita, dia selalu tak tega dengan makhluk bernama wanita, semuak apapun dirinya. Tapi, sepertinya yang satu ini mulai kelewatan.

"Sayaaang ki-."

"Stop panggil gue sayang! Gue bukan siapa-siapa lo yang bisa seenaknya lo panggil sayang! Stop sentuh gue! Stop gangguin gue!" Kata Bian tak keras tapi sangat mengintimidasi melalui matanya yang menatap mata Cecil tajam.

Bian menghentakkan tangannya keras agar tangan Cecil terlepas. Kemudian berjalan menjauhi Cecil. Cecil hanya tercengang, karna baru kali ini Bian benar-benar marah padanya, biasanya hanya cuek.

"Biaan!" Teriaknya kesal.

Yang diteriakki malah melengos begitu saja tanpa menghiraukan. Kakinya berjalan menuju lapangan basket tanpa sadar. Mungkin memang ini satu-satunya yang dapat membuat moodnya kembali baik.

Lapangan basket di gedung olahraga ini terlihat sepi. Sepertinya para siswa memilih pulang karna besok waktunya ambil rapor dan libur panjang tiba. Ya, hari ini sekolah terakhir untuk semester genap ini. Itu artinya Bian akan naik ke kelas XII di semester depan.

Itu artinya, Bian tak akan bertemu Rain selama dua minggu.

Bug!

Bola basket memantul keras akibat lemparan Bian yang sangat kuat. Entahlah bermain basket sepertinya tak menaikkan moodnya. Jangan salah paham! Dia seperti ini bukan karna Cecil yang tadi mengganggunya, tapi karna hubungannya dengan Rain tak ada kemajuan bahkan hampir masuk tahun ketiga.

Bian kembali melempar bola basketnya asal dan kemudian pergi begitu saja, meninggalkan gedung olahraga. Kakinya seperti menuntunnya ke kantin, mungkin disana ada yang bisa menaikkan moodnya walau hanya sedikit.

(It's about) Rain [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang